23 Maret 2008

820. Tarif Progresif PLN pada Hakekatnya Ungkapan-Pelembut dari Kenaikan Terselubung

Tarif listrik progresif rupa-rupanya ngotot untuk segera diberlakukan oleh PLN, yaitu penterapan Insentif dan Disinsentif. Program penghematan tampaknya menjadi jurus andalan pemerintah untuk menekan subsidi. Di sektor BBM, pembatasan konsumsi terus dimatangkan. Di sektor listrik, pemerintah bahkan segera memberlakukan tariff progresif. Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) J. Purwono mengatakan, inti pemberlakuan tarif progresif adalah pemberian insentif bagi pelanggan yang berhemat dan disinsentif bagi pelanggan yang tidak berhemat. Semula dikatakan ''Akan berlaku mulai Maret,'' , namun baru-baru ini di media elektronik dan grafika dinyatakan digeser mulai April.

Saat ini, lanjut Purwono, Ditjen LPE sedang melakukan finalisasi data konsumsi rata-rata setiap golongan pelanggan listrik, yakni R1 (450-2.200 VA), R2 (di atas 2.200-6.600 VA) dan R3 (6.600 ke atas), Selanjutnya menurut Purwono , bagi pelanggan yang bisa berhemat dengan menekan konsumsi listrik di bawah patokan, maka pada bulan berikutnya, pelanggan tersebut akan mendapat insentif berupa potongan tarif pada bulan berikutnya. Sebaliknya, jika pelanggan tidak bisa berhemat dan konsumsinya di atas patokan, maka dia akan dikenai disinsentif, berupa penambahan tarif pada bulan berikutnya. ''Ini perlu untuk mendorong masyarakat berhemat,'' tuturnya.

Purwono menambahkan tarif progresif tersebut akan diberlakukan secara serentak di seluruh Indonesia kepada pelanggan rumah tangga RI, R2, dan R3, kantor pemerintah, bisnis kecil, serta kantor swasta. Sedangkan pelanggan industri, tarif progresif diberlakukan dengan sistem daya max plus ataupun tarif multi guna. Selain program tersebut, lanjut Purwono, penghematan juga dilakukan dengan pembagian 51 juta lampu hemat energi.

Janji Purwono tentang lampu hemat energi tsb jangan sampai "nampa tenaja", yaitu jangan sampai seperti janji pembagian tabung gas yang bermasalah itu, dalam rangka peralihan minyak tanah ke gas elpiji. Yang dikejar tidak dapat, yang dikandung berceceran, alias "nampa tenaja". Kita tidak tahu itu lampu hemat energi berapa dia punya power factor (cos fi, di mana fi adalah sudut fase di antara vektor tegangan dengan vektor arus). Kita akan bertemu dengan cos fi ini dalam hitung-menghitung yang di bawah ini.

***

Mari kita hitung menghitung berdasar atas pengetahuan murid SMP/Tsanawiyah. Kita ambil kasus PLN memberi daya 1300 VA = 1,3 KVA kepada pelanggannya. Dalam tabel PLN lajur 1300 VA patokan batas hemat insentif/disinsetif dalam satu bulan yaitu energi sebesar 158 KWH. Saya ambil lajur 1300 VA tersebut, karena itu adalah daya di rumah saya.

energi = daya x waktu
Pemakaian energi dari pelanggan dalam 1 bulan = Kilo-Watt [KW] x 24 x 30 jam [H]= 720 KWH

W = VA cos π
cos π yang jelek biasanya antara 0.35 s/d 0.5, sedangkan yang bagus 0.7 s/d 0.9

Kita ambil saja yang terjelek 0.35

1300 VA = 1300 x 0,35 Watt = 455 Watt = 0,455 KW
energi dalam 1 bulan = 0,455 x 720 KWH = 327,60 KWH

Jadi apabila pelanggan diberi daya 1300 VA, maka menurut hasil perhitungan di atas seharusnya patokan batas hemat pemakaian energi dalam satu bulan sebesar 327,60 KWH dengan asumsi cos fi yang terjelek = 0,35. Lalu mengapa (menurut tabel) PLN yang memberikan kepada pelanggan pemakaian daya 1300 VA, patokan batas hemat insentif-disinsentif itu hanya sebesar 158 KWH dalam satu bulan ?

Bayangkan, pelanggan yang wajar-wajar saja memakai listrik, keluar kamar lampu dimatikan, nonton televisi seperlunya, pakai komputer seperlunya dsb.nya, maka pelanggan yang diberi daya 1300 VA setiap bulannya memakai energi pas-pasan 327,60 KWH. Bandingkan, dengan uang Rp.10 000, - masuk ke lepau (= rukan, rumah makan) bisa pas-pasan kenyang satu piring nasi campur. Pemilik lepau ingin menaikkan harga makanannya dengan harga progresif, pakai batas hemat setengah piring nasi campur. Pelanggan yang mau berhemat akan makan di bawah setengah piring, yang ujung-ujungnya bisa kekurangan gizi bahkan busung lapar. Pelanggan yang mau pas-pasan kenyangnya makan sepiring dengan harga Rp.10.000 berhubung harga nasi campur tetap, namun dapat denda (yang bahasa krennya disinsentif) Rp.5000,- karena melebihi batas hemat setengah piring. Jadi pelanggan yang makan pas-pasan kenyangnya membayar harga Rp.15.000,-. Maka sesungguhnya Tarif Progresif PLN pada Hakekatnya Ungkapan-Pelembut dari Kenaikan Terselubung, seperti judul di atas itu.

***

Firman Allah:
-- FADzA FRGhT FANShB . WALY RBK FARGhB (S. ALANSyRh, 94::7-8), dibaca:
-- faidza- faraghta fanshab. waila- rabbika farghab, artinya
Maka apabila kamu telah selesai (merumuskan kebijakan), maka bersungguh-sungguhlah (melanjutkan yang operasional). Dan hanya kepada Maha Pengaturmu berharaplahlah.

Ayat Al-Quran di atas itu memberi peringatan antara lain kepada Lembaga LPE, supaya serius dalam hal mekanisme pelaksanaan operasionalnya. Apakah sudah siap itu mekanisme yang akan mencatat pemakaian pelanggan mulai 1 April secara serempak sampai 30 April secara serempak pula di seluruh Indonesia ? Sebab kalau tidak bisa dicatat serempak pada permulaan bulan dan serempak pada akhir bulan, maka dalam kwitansi pembayaran listrik para pelanggan itu tentu akan memakai metode "deqdeq kulantuq" (ungkapan bahasa Makassar, maknanya asal-asalan), dan ini tentu saja pelanggan akan dizalimi. WaLlahu a'lamu bisshawab.

***

Makassar, 23 Maret 2008