5 Oktober 2008

846. Penyaluran Zakat bagi Muzakki

Insiden yang tragis pembagian zakat harta langsung secara perorangan oleh pengusaha Kota Pasuruan H Syaikhon Fikri, Senin 15 September 2008 yang memakan korban yang semuanya perempuan, 21 orang tewas, seorang kritis, dan 12 lainnya sempat pingsan, menjadi bahan polemik. Melihat "tragedi Pasuruan" tsb umumnya orang berpendapat supaya pembagian zakat harta langsung secara perorangan oleh muzakki itu dihentikan dan semua muzakki menyalurkan zakatnya melalui lembaga amil zakat. Namun buah pikiran yang ekstrem itu sulit terlaksana, karena bagaimanapun juga di satu sisi tidak ada dalam agama maupun dalam undang-undang yang melarang hal penyaluran perorang itu. Dan dari sisi yang lain kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap badan amil zakat. Jadi penyaluran perorang itu tidak perlu dihentikan, melainkan diarahkan. Memang menjadi kebiasaan mendahului nisab, artinya walaupun nisabnya belum sampai waktunya tetapi sudah mengeluarkan zakat harta ditambah dengan sadaqah pada bulan Ramadhan. Namun muzakki yang akan menyalurkan sendiri zakatnya menghilangkan selera "kepercayaan tambahan" untuk mengambil waktu tertentu satu hari saja, seperti misalnya H Syaikhon Fikri yang menetapkan 15 Ramadhan. Menetapkan satu hari saja itulah yang potensial membawa bencana. Muzakki yang akan berzakat perorangan itu mendata fakir miskin di sekitarnya sambil membawa kartu kontrol berupa kupon bernomor, katakanlah 100 orang untuk satu hari, sehingga terhindarlah bahaya berdesak-desakan.

Pada sisi lain lembaga amil zakat harus memperlihatkan kinerjanya, membuat terobosan sehingga menimbulkan kepercayaan masyarakat muzakki untuk menyalurkan zakatnya melalui lembaga tsb. Dalam BAB V ttg PENDAYAGUNAAN ZAKAT Pasal 16 ayat 2 disebutkan: "Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif." Mustahiq maksudnya orang atau badan yang berhak menerima zakat {Huruf q yang dipakai, bukan k, karena itu merupakan ejaan baku yang resmi dipakai dalam undang-undang). Adapun mustahiq itu ada delapan, seperti firman Allah:
-- ANMA ALShDQT LOLFQRAa WALMSKYN WAL'AMLYN 'ALYHA WALMWaLFt QLWBHM WFY ALRQAB WALGhRMYN WFY SBYL ALLH WABN ALSBYL FRYDht MN ALLH WALLH 'ALYM Hkym (S. ALTWBt, 9:60), dibaca:
-- innamash shadaqatu lilfuqara-I wal masa-ki-ni wal 'a-mili-na 'alaiha- wal muallafati qulu-bahum wafer riqa-bi wal gha-rimi-na wa fi- sabi-lilla-hi wabnis sabi-l- fari-dhatan minalla-hi walla-hu 'ali-mun hki-m, artinya:
-- Sesungguhnya sedekah-sedekah (zakat) itu hanyalah untuk orang-orang fakir, dan orang-orang miskin, dan amil-amil yang mengurusnya, dan orang-orang muallaf yang dijinakkan hatinya, dan untuk riqab (korban trafikking), dan yang berhutang, dan untuk sabiliLlah dan ibnussabil (yang keputusan belanja/beasiswa). (Ketetapan hukum yang demikian itu ialah) sebagai satu ketetapan (yang datangnya) dari Allah. dan (ingatlah) Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana.

Alhasil, Badan Amil Zakat Infaq dan Sadaqah sudah waktunya membentuk Pilot Proyek yang bertujuan untuk mengarahkan penggunaan dana itu ke arah yang produktif. Mustahiq fakir miskin dan pengaggur yang dimiskinkan oleh sistem yang korup, tidak diberi ikan melainkan pancing. Proyek itu dikelola oleh Badan Amil yang khusus terdiri atas sumberdaya manusia yang pakar yang diambil dari ICMI. Pilot Proyek itu berupa pabrik atau bengkel. Calon-calon karyawan dibina akhlaqnya oleh Lembaga Da'wah dan mereka merupakan ibnussabiel yang mendapat beasiswa dari Bazis. Setelah tammat mereka dipekerjakan pada pabrik atau bengkel tersebut. Dapat pula Pilot Proyek itu Badan Amilnya berupa Badan Konsultan yang memberikan nasihat, bimbingan bahkan kursus pendek (short course) keterampilan bagi pengusaha kecil dan kaki lima yang diberikan modal (bukan pinjaman) oleh Baziz, yang pada gilirannya jika sukses akan menjadi muzakki. Pengusaha kecil dan kaki lima yang akan dimodali oleh Baziz diambil dari para remaja yang putus sekolah. Mereka itu dibina akhlaqnya oleh suatu Lembaga Da'wah, sehingga modal yang dikelolanya itu bukan hanya sekadar dipertanggung jawabkan kepada Baziz, melainkan juga harus mempunyai kesadaran untuk mempertanggung jawabkannya kepada Allah SWT. Pembinaan akhlaq oleh Lembaga Da'wah dan pembinaan keterampilan serta bimbingan oleh Badan Amil bagi para calon pengusaha kecil dan kaki lima hendaknya mengambil lokasi pada sebuah masjid, sehingga masjid itu dapatlah pula difungsikan sebagai pusat kegiatan dan kebudayaan ummat Islam. Dalam hal ini IMMIM dapat pula dimintakan partisipasinya. Demikianlah konsep ini yang dalam realisasinya masih merupakan tantangan yang berat, sehingga tidak pernah dijadikan janji-janji politik dalam berbagai Pilkada. Namun sekali terwujud di samping hasil yang diharapkan, yaitu timbulnya kepercayaan dari masyarakat muzakki, maka sekali gus pula Pilot Proyek ini insya-Allah bisa menjadi wadah komunikasi dan sinergi bagi rganisasi-organisasi Lembaga Da'wah, Bazis, ICMI dan IMMIM, bekerja sama, bukan hanya sekadar sama-sama bekerja sendiri-sendiri tanpa komunikasi dan tanpa sinergi. WaLlahu a'lamu bisshawab.

***

Makassar, 5 Oktober 2008