1 Februari 2009

860. Fatwa MUI tentang Golput

Sebenarnya fatwa MUI menyatakan bahwa yang tidak memilih sama sekali (Golput) padahal diketahuinya ada calon yang memenuhi syarat (yang diperinci dalam fatwa itu) hukumnya adalah haram. Saya timba dari Harian Fajar edisi Selasa, 27 Januari 2009 sbb:

Ketua Umum PP Muhammadiyah, HM Din Syamsuddin:
fatwa MUI yang mengharamkan Golput pada Pemilu 2009, tidak perlu mengkritik berlebihan. Tidak perlu ditanggapi sinis. Sikapi dengan bijak dan baik. Untuk ketentuan aturan ini, memang menjadi domain para ulama untuk mengeluarkannya.

Pengamat politik Unhas, Dr Armin Arsyad:
Tidak ada alasan MUI mengeluarkan fatwa larangan golput. MUI sudah terlalu jauh mencampuri urusan politik. Fatwa dikeluarkan kalau ada sesuatu yang kabur. Kalau golput kan tidak ada masalah. Aturan tentang memilih ataupun golput tidak ada dalam Alquran maupun hadis atau sunnah Rasul.

Pengamat politik Unhas, Prof Dr Aswanto:
Fatwa haram golput menunjukkan MUI melakukan pemaksaan terhadap masyarakat, khususnya kaum muslim untuk memilih. Sebelum mengeluarkan fatwa seperti itu, mestinya MUI perlu melibatkan pakar demokrasi dan politik, tak hanya ahli agama. Landasan hukumnya harus jelas. Tunjukkan mana ayat atau surah dalam Alquran yang menunjukkan larangan tentang golput itu.

Pengamat politik Kastorius Sinaga:
Fatwa itu berlebihan. Bahkan, fatwa tersebut justru diluar dari bidang tugasnya.

Saya inventarisasikan butir-butir yang akan saya jawab:
1. MUI terlalu jauh mencampuri urusan politik
2. Golput tidak ada masalah
3.1 Aturan tentang memilih ataupun golput tidak ada dalam Alquran maupun hadis atau sunnah Rasul.
3.2 Tunjukkan mana ayat atau surah dalam Alquran yang menunjukkan larangan tentang golput itu
4. MUI melakukan pemaksaan terhadap masyarakat, khususnya kaum muslim untuk memilih.
5. Sebelum mengeluarkan fatwa seperti itu, mestinya MUI perlu melibatkan pakar demokrasi dan politik, tak hanya ahli agama.
6. fatwa tersebut justru diluar dari bidang tugasnya

Enam butir hasil inventarisasi itu menunjukkan bahwa Armin Arsyad, Aswanto dan Sinaga, tidak mengerti apa dan untuk apa itu fatwa serta belum faham apa itu agama dalam konteks Islam. Untuk itu perlu kepada ketiga orang itu diberikan "kuliah" singkat mengenai substansi tersebut. Bukan kuliah tujuh menit (Kultum), melainkan Kulsam (kuliah satu menit).

Fatwa adalah sebuah keputusan mengenai nasihat resmi yang diambil oleh sebuah dewan mufti atau ulama. Fatwa dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia dalam konteks penggunaannya dalam kehidupan beragama di Indonesia, sebagai suatu keputusan tentang persoalan ijtihadiyah yang terjadi di Indonesia guna dijadikan pegangan ummat Islam di Indonesia. Kata fatwa ini sudah lama diadopsi menjadi kata petuah kedalam bahasa Melayu lama (lalu menjadi bahasa Indonesia, namun sudah jarang dipakai). Ada bidal Melayu lama yang berbunyi: Petuah orang tua-tua yang dituakan hendaklah diturut.

Islam bukan saja sekadar sistem ritual, sebagaimana difahamkan secara sekuler, melainkan Islam yang bermuatan: aqidah (pokok keimanan), jalannya hukum dan akhlaq, meliputi cakrawala yang luas, yaitu petunjuk untuk mengatur baik kehidupan nafsi-nafsi (individu), maupun kehidupan kolektif dengan substansi yang bervariasi seperti keimanan, ibadah ritual, karakter perorangan, akhlaq individu dan kolektif, kebiasaan manusiawi, ibadah non-ritual seperti: hubungan keluarga, kehidupan sosial politik, ekonomi, administrasi, teknologi serta pengelolaan lingkungan, hak dan kewajiban warga-negara, dan terakhir yang tak kurang pentingnya yaitu sistem hukum yang terdiri atas komponen-komponen: substansi aturan-aturan perdata-pidana, damai-perang, bangsa-antarbangsa, pranata subsistem peradilan dan apresiasi hukum serta rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat yang berakhlaq.

Asal tahu saja, semua substansi yang disebutkan itu bahasannya ada dalam Serial Wahyu dan Akal - Iman dan Ilmu. Maksudnya Wahyu memayungi akal , dan Iman memayungi ilmu.

Berdasarkan materi Kulsam tsb., akan dijawab satu demi satu keenam butir itu:
1. MUI sudah sewajarnya mencampuri urusan politik.
2. Tidak benar dikatakan Golput tidak ada masalah. Ma hiyal-masalah? Apakah itu masalah? Ini rumusnya:
Masalah = Keinginan – Kenyataan
Masalah adalah kesenjangan antara keinginan yang ingin dicapai dengan kenyataan. Keinginan kita ialah supaya Pemilu sukses dengan parameter jumlah partisipasi sebanyak mungkin, namun dalam kenyataannya banyak yang bingung acuh tak acuh, tertutama setelah gencarnya dilantunkan ajakan Golput oleh Gus Dur.
3.1 dan 3.2 Betul-betul Armin Arsyad dan Aswanto tidak faham bahwa fatwa itu ijtihadi. Tidak perlu bahkan tidak dibenarkan berijtihad mengenai substansi yang sudah jelas termaktub dalam ayat Al-Quran dan Hadits Shahih.
4. MUI memaksa? MUI bukan lembaga eksekutif, terserah pada setiap pribadi Muslim mau menjadikannya pedoman atau tidak !
5. Kasihan betul persepsi arogan Aswanto bahwa mestinya MUI perlu melibatkan pakar demokrasi dan politik, tak hanya ahli agama. Memangnya para ulama itu hanya tahu baca do'a saja? Itu persepsi yang sudah kuno, ketinggalan zaman.
6. Kasihan benar Sinaga ini. Asal "ngeyel" saja bahwa fatwa tersebut diluar dari bidang tugas MUI. Sinaga baca baik-baik Kulsam di atas itu. Betul sekali apa yang dinyatakan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, HM Din Syamsuddin, bahwa memang menjadi domain para ulama untuk mengeluarkan fatwa tersebut.

Firman Allah:
-- ALYWM AKMLT LKM DYNKM WATMMT 'ALYKM N'AMTY WRDhYT LKM ALASLM DYNA (S.ALMAaDt, 5:3), dibaca:
-- alyauma akmaltu lakum di-nakum waatmamtu 'alaikum ni'mati- waradhi-tu lakumul isla-ma di-nan, artinya:
-- Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu Diyn kamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam itu menjadi Diyn bagi kamu.
WaLlahu a'lamu bisshawab.

***
Makassar, 1 Februari 2009