27 Februari 2011

963 Perlu dn Cukup

Pada halaman pertama Harian Fajar edisi 24 Februari 2011 diberitakan di Desa Baktwang, Mizoram, India bersemayam Ziona Chana dengan 39 isteri hidup damai dalam satu atap. Dalam Islam hanya diperbolehkan paling banyak 4 isteri. Kalau sekte Chana para perempuannya 39 orang bisa hidup legowo satu atap bersama satu suami, maka mengapa para Muslimaat sekarang ini utamanya aktivis kesetaraan gender tidak ikhlas dimadu ?
 
***
 
Karena talk-show buku Habibie dan Ainun terlambat sekitar satu jam, saya sempat berbincang-bincang dengan Fuad Rumi (salah seorang moderator) dalam acara yang berlangsung di Studio Fajar TV itu.  Pada akhirnya Fuad Rumi meminta saya menulis tentang Kekerasan Atas Nama Agama dan Persyaratan yang Perlu dan Cukup. Yang pertama telah saya penuhi dalam Seri 962 yang lalu dan yang kedua dalam Seri ini.  
 
Sabda RasuluLlah SAW: Iman adalah beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, hari kiamat, Qadha dan Qadar. Islam adalah persaksian tidak ada ilah selain Allah dan Muhammad adalah pesuruh Allah dan hambaNaya, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa dalam bulan Ramadhan, naik haji bagi yang mampu (H.R. Bukhari). Dan sabda RasuluLlah SAW itulah disebut Rukun Iman yang enam dan Rukun Islam yang lima.
 
M. Qasim Mathar (MQM) pernah menulis bahwa ada persamaan antara Islam dan agama-agama lain karena sama-sama beriman, dan Moh Guntur Ramli (MGR) itu benggolan "Islam" Liberal dalam talk-show dalam sebuah stasiun TV bahwa keceknyo sang benggolan ini sudah mengadakan penelitian tentang Ahmadiyah dan katanya Ahmadiyah itu tidak benar bukan Islam karena pemahamannya tentang Rukun Iman dan Rukun Islam tidak berbeda.
 
Ada persamaan Ras Negro dan Ras Kaukasus, karena masing-masing rambutnya hitam dan kuku serta giginya putih. Inilah metode MQM dan MGR. Mereka berdua ternyata tidak paham yang disebut persyaratan perlu dan cukup. Barulah cukup jika dikemukakan juga semua aspek perbedaannya. Barulah itu berimbang ibarat timbangan. Insya-Allah dalam Seri yang akan datang saya kemukakan tentang perimbangan ini, atau "mizaan" dalam bahasa Al-Quran.
 
***
 
Untuk dapat mengetahui dengan teliti qadiyanime, menunjukkan perbedaannya yang menyimpang dari Rukun Iman dan Rukin Islam, maka maraji' (referensi) yang paling realistis yaitu dari "Tafsir" Al-Quran karya proklamator qadiyanisme sendiri, The Holy Quran, with English Translation and Commentary, under the auspices of Bashir al-Din Mahmud Ahmad, Oriental and Religious Publishing Corporation Ltd, Rabwah, West Pakistan, second edition, 1964. Buku ini saya miliki dalam perpustakaan pribadi saya.
 
Bashir al-Din Mahmud Ahmad mempergunakan dua ayat dalam Al-Quran untuk pembenaran Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi dan rasul, yaitu:
 
wahyu yang akan datang (ayat 2:4) dan
namanya Ahmad (ayat 61:6).
 
Dan orang-orang yang beriman kepada (Kitab) yang diturunkan kepada engkau (hai Muhammad) dan (Kitab-Kitab) yang diturunkan sebelum engkau dan dengan (hari) akhirat mereka itu yakin (S Al-Baqarah, 2:4). Menurut Bashir al-Din Mahmud Ahmad dalam tafsirnya halaman 34,35: "and they have firm faith in what is yet to come" (pg 34) --dan mereka yang teguh keyakinannya tentang apa yang akan datang--. Ini ditafsirkan sebagai berikut:
 
The word ALAKhRt (what is yet to come) means 'the message or revelation which is to follow' (pg 35) -- mereka yang teguh keyakinannya tentang apa yang akan datang-- berarti risalah atau wahyu yang akan menyusul.
 
Dengan demikian pemaknaan ALAKhRt = risalah atau wahyu yang akan menyusul, oleh qadiyanisme sangatlah diakal-akali, amat dipaksakan. Dalam ayat [2:4] kata ALAKhRt sebenarnya bermakna hari akhirat atau hari kemudian yang menyusul hari kiamat.
 
Jadi jelas, qadiyanisme memperalat ayat [2:4] sebagai pembenaran akan turunnya wahyu ataupun datangnya nabi setelah Nabi Muhammad SAW.
 
Ingatlah tatkala "Isa anak Maryam berkata: Hai Bani Israil, sesungguhnya saya Rasul Allah (yang diutus) kepada kamu sekalian, serta membenarkan apa yang sebelumku yaitu Tawrah dan memberi kabar gembira dengan seorang Rasul, yang akan datang sesudahku namanya Ahmad (S Ash-Shaff, 61:6). Menurut Bashir al-Din Mahmud Ahmad dalam tafsirnya: The prophecy mentioned in the verse (61:6) apply to the Promised Messiah, founder of Ahmadiyya Movement (page 2622). Jadi menurut qadiyanisme, namanya Ahmad dalam ayat (61:6), bukanlah Nabi Muhammad saw melainkan Al-Masih yang dijanjikan (the Promised Messiah), pendiri dari Gerakan Ahmadiyah, yaitu Mirzha Ghulam Ahmad. Terkait potongan ayat "kabar gembira dengan seorang Rasul", maka menurut qadiyanisme, Mirza Ghulam Ahmad juga adalah seorang rasul.
 
Kesimpulan
Ada dua alasan mengapa qadiyanisme bukan Islam.
= 1.1 karena qadiyanisme berkeyakinan kata ALAKhRt dalam ayat (2:4) bukan bermakna hari akhirat atau hari kemudian yang menyusul hari kiamat, maka qadiyanisme mengingkari Rukun Iman yang kelima. 
  1.2 karena qadiyanisme berkeyakinan Ahmad dalam ayat (61:6) adalah Mirza Ghulam Ahmad, maka Mirza Ghulam Ahmad adalah juga rasul Allah. Qadiyanime buat rumus 2 + 1 = 3, yaitu dua kalimat syahadat menjadi tiga, "Laa ilaaha illaLlah, Muhammad RasuluLlah wa Ghulam Ahmad rasuluLlah. Qadiyanisme merusak rukun Islam yang pertama.
= 2 karena qadiyanisme berkeyakinan Mirza Ghulam Ahmad adalah jelmaan (reinkarnasi) dari Isa Al-Masih. Paham reinkarnasi merupakan pokok kepercayaan Hinduisme. Jadi dari segi apek akidah, qadiyanisme bersama dengan Hindu Dharma dan Budhisme merupakan mazhab dalam Hinduisme.
 
Kedua butir itu menunjukkan penyimpangan qadiyanisme yang merusak Rukun Iman dan Rukun Islam, serta qadiyanisme sebagai salah satu mazhab dalam Hinduisme, sehingga qadiyanisme bukan Islam. WaLlahu a'lamu bi al-shawaab.
 
*** Makassar, 27 Februari Maret 2011