27 November 2011

1002 Sekuler dan Islami dalam Sains

Pertanyaan
Dari: Waluya
Dikirim: 15 November 2011
 
Apakah mungkin seseorang membuat tugas akhir / desertasi dengan mencampur adukkan dengan ayat ayat Kitab Suci? Saya pernah melihat buku desertasinya Alm Prof Katili (Desertasi di ITB tahun 1959, mengenai geologi, tektonik lempeng) di perpustakaan ITB, beliau mengutip ayat [27:88] tetapi bukan pada isi desertasinya, hanya pada halaman kata pengantar. Nah apakah cukup begitu, atau dalam desertasinya pun harus dikaitkan?
 
***
 
Jawab:
Almarhum John Katili (beragama Islam, asal Hulontalo/Gorontalo) dalam desertasinya mengutip ayat [27:88] hanya dalam Pengantar, namun bukan pada isinya, karena pada waktu itu, sebelum dan sesudahnya sampai sekarang, menjadikan ayat qawliyah (wahyu) sebagai referens dalam kajian sains diberi stigma pseudo science, sehingga beliau menghindarkan ayat [27:88] memasukkannya ke dalam isi desertasinya, cukup dalam Kata Pengantar saja.
 
Begini bunyinya ayat tersebut:
-- WTRY ALJBAL ThSBHA JAMDt WHY TMR MR ALShAB ShN'A ALLH ALDzYATQN KL SyYa ANH KhBYR BMA TF'ALWN (S. ALNML, 27:88), dibaca: wataral jibaala tahsabuhaa jaamidatan wahiya tamurru marras sahaabi sun'allaahil ladzii atqana kulla syai-in innahuu khabiirun bimaa taf'aluun, artinya:
-- Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap (tidak bergerak, firmly fixed), padahal ia bergerak sebagai geraknya awan, (demikianlah) perbuatan Allah Yang telah membuat tiap - tiap sesuatu dengan serapi-rapi dan sebaik-baiknya; sesungguhnya Dia amat mendalam pengetahuannya akan apa Yang kamu lakukan.
 
Gerakan gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat gunung-gunung itu berdiri. Kerak bumi ini bergerak seperti awan yang mengapung(#) di udara, yaitu mengapung di atas lapisan magma. Pada awal abad ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Lothar Wegener (November 1880 – November 1930) mengemukakan bahwa benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada masa-masa awal bumi, namun kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah ketika mereka bergerak saling menjauhi.(##) Para ahli geologi menerima kebenaran pernyataan Wegener baru pada tahun 1980, yakni 50 tahun setelah kematiannya.
 
Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Wegener dalam tahun 1915, sekitar 500 juta tahun lalu seluruh tanah daratan yang ada di permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan yang dinamakan Pangaea. Daratan ini terletak di kutub selatan. Sekitar 180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang masing-masingnya bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu daratan atau benua raksasa ini adalah Gondwana, yang meliputi Afrika, Australia, Antartika dan India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia, yang terdiri dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali India. Gondwana dan Laurasia ini kemudian terbagi menjadi daratan-daratan / pulau-pulau yang lebih kecil.
 
Benua-benua yang terbentuk menyusul terbelahnya Pangaea telah bergerak pada permukaan bumi secara terus-menerus sejauh beberapa sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga menyebabkan perubahan perbandingan luas antara wilayah daratan dan lautan di bumi. Pergerakan kerak bumi ini ditemukan setelah penelitian geologi yang dilakukan di awal abad ke-20.
 
Kerak dan bagian terluar dari magma, dengan ketebalan sekitar 100 km, terbagi atas lapisan-lapisan yang disebut lempengan. Terdapat enam lempengan utama, dan beberapa lempengan kecil. Menurut teori yang disebut lempeng tektonik, lempengan-lempengan ini bergerak pada permukaan bumi, membawa benua dan dasar lautan bersamanya. Pergerakan benua telah diukur dan berkecepatan 1 hingga 5 cm per tahun. Lempengan-lempengan tersebut terus-menerus bergerak, dan menghasilkan perubahan pada geografi bumi secara perlahan. Setiap tahun, misalnya, Samudera Atlantic menjadi sedikit lebih lebar.
 
Alhasil, fenomena alam lempengan-lempengan kerak bumi yang terus-menerus bergerak barulah diakui kebenarannya oleh para penganut ilmu sekuler pada tahun 1980, namun bergeraknya lempengan-lempengan kerak bumi tersebut patutlah telah diakui kebenarannya pada tahun 1915 oleh mereka yang menganut ilmu Islami yang diberi stigma pseudo science oleh para penganut ilmu sekuler.
 
Stigma pseudo science ini telah saya "lawan" dengan gagasan: Metode Pendekatan Satu Kutub (MPSK) dalam Mengkaji Ayat Qawliyah dan Kawniyah, yaitu Pidato Ilmiyah yang saya sajikan dalam rangka Peringatan Milad (Dies Natalis) UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA yang ke 41 [1954 - 1995]
 
MPSK itu seperti berikut:
Sikap: skeptis terhadap hasil pemikiran manusia
Langkah-langkah:
1. Intizhar (observasi); yang diobservasi adalah informasi: ayat qawliyah dan ayat kawniyah.   
2. Menafsirkan hasil intizhar.
3. Ujicoba tafsir yang ouputnya pengungkapan Taqdirullah(###) yang spesifik.
 
Hasil intizhar ditafsirkan, yang membuahkan teori hasil pemikiran manusia, dan karena itu perlu diragukan, jadi harus diujicoba. Ujicoba penafsiran Al Quran diperhadapkan pada ayat-ayat Al Quran yang lain dan Hadits shahih (Nash), dan apabila mungkin diperhadapkan pula pada ayat-ayat Kawniyah. Demkian pula ujicoba penafsiran alam syahadah (ayat Kawniyah) diperhadapkan pada ayat-ayat Kawniyah yang lain, dan apabila mungkin diperhadapkan pula pada Nash.
------------------------------------
(#)
Sekarang para ilmuwan sekuler modern juga menggunakan istilah "continental drift" atau "gerakan mengapung dari benua" untuk gerakan ini. (National Geographic Society, Powers of Nature, Washington D.C., 1978)
(##)
Alfred Lothar Wegener's Continental Drift Theory
The Continental shelf of the Americas fit closely to Africa and Europe, and Antarctica, Australia, India and Madagascar fit next to the tip of Southern Africa.
http://en.wikipedia.org/wiki/Alfred_Wegener
(###)
Ini istilah Islami, istilah sekulernya: hukum alam
 
WaLlaahu a'lamu bi al-shawaab
 
*** Makassar, 27 November 2011