4 Maret 2012

1015 Verifikasi tentang Syi'ah

DALAM tulisan HM Nur Abdurrahman di kolom "Wahyu dan Akal-Iman dan Ilmu" dengan judul, "Kebohongan dan Pelintiran Berita," edisi Ahad, 19 Februari  2012, menulis: Ada dua hal yang dipelintir oleh sumber berita Media Indonesia. Pertama, surat edaran Kementerian Agama RI No. D/BA.01/4865/1983 tersebut sama sekali tidak ada yang mengatakan Syiah bertentangan dengan ajaran Islam.
 
Kedua, rekomendasi MUI dipelintir dari perbedaan ajaran Syiah dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah dipelintir menjadi perbedaan ajaran Syiah dengan Islam.
 
Sebagai tanggapan, kami menyatakan bahwa:
pertama, surat edaran Depag, no: D/BA.01/4865/1983, tanggal 5 Desember 1983 tentang Hal Ihwal Mengenai Golongan Syiah, kalimat "Syiah bertentangan dengan ajaran Islam" memang tidak ada. Tapi kalimat maksudnya adalah sama ada. Yaitu: "Semua itu tidak sesuai dan bahkan bertentangan dengan ajaran Islam yang sesungguhnya." Kalimat ini ada sesudah surat edaran Depag tersebut memuat ajaran-ajaran Syiah Imamiyah yang berkuasa di Iran sampai tujuh poin. Jadi, nyata ini bukan pelintiran dan kebohongan, tapi sinonim kalimat.
 
Kedua, juga maaf, kami berpendapat bukanlah hal yang salah, jika dikatakan: "Perbedaan ajaran Syiah dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah identik dengan perbedaan ajaran Syiah dengan Islam." Alasan kami ialah bahwa ajaran Islam yang benar itu adalah ajaran Ahlus Sunnah wal Jamaah. Kaum Ahlus Sunnah wal Jamaah yaitu Sunni ialah orang yang selalu berpegang teguh kepada Alquran dan Assunnah berdasarkan pemahaman para sahabat dan orang-orang yang dekat masanya dengan Nabi saw seperti tabi'in, tabi'ut tabi'in, termasuk para imam yang mu'tabar seperti imam mazhab yang empat. Hal tersebut berdasarkan hadis: "Ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafa'ur Rasyidin" (HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dll), juga Nabi saw bersabda: "Sebaik-baik manusia ialah pada masaku ini, kemudian yang sesudahnya, kemudian yang sesudahnya" (HR. Bukhari dan Muslim )
 
Namun, supaya polemik ini tidak berlarut-larut, alangkah baiknya jika diadakan diskusi yang mungkin bisa dimediasi oleh MUI, Majelis Tarjih atau ICMI sehingga bisa lebih tuntas dibahas. Wallahu A'lam Bishshawab.
 
HM Said Abd Shamad, Lc, Ketua LPPI Perw. Indonesia Timur, Anggota Majelis Tarjih PW. Muhammadiyah Sulsel
 
***
 
Verifikasi
Zaid bin Ali Zainal Abidin (w. 122 H) adalah pendiri Syi'ah Zaidiyah.
== Menurut Syi'ah Zaidiyah boleh mengangkat seorang pemimpin sekalipun ada yang lebih layak darinya. Teori tersebut diperkenalkan oleh Imam Zaid dengan tujuan membenarkan legitimasi Khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman R 'anhum dan menggugurkan gugatan orang yang mencelanya. 
 
== Syi'ah Zaidiyah berpendapat bahwa Imam itu tidak suci (ma'shum) tidak seperti Nabi Saw yang memiliki sifat ma'shum. Dan ini berbeda dengan ideologi Syi'ah Imamiyah dan Syi'ah Isma'iliyah yang menegaskan bahwa keseluruhan Imam-Imam Sy'iah suci (ma'shum) dari segala perbuatan dosa kecil ataupun besar, baik yang tersurat ataupun yang tersirat, sengaja atau tidak disengaja. Dan juga mereka harus terbebas dari kesalahan bahkan kelupaan dan kelalaian.
 
== Syi'ah Zaidiyah mensyaratkan keabsahan seorang imam melalui Al-Khuruj (semacam revolusi). Al-Khuruj ini melambangkan perjuangan politik Syi'ah Zaidiyah dengan ketegaran dan ketegasan serta penuh keterbukaan. Berbeda dengan Syi'ah Imamiyah dan Ismaíliyah di mana perjuangan mereka dengan cara tersembunyi dan terselubung, atau dikenal dengan konsep Taqiyyah. Dapat dilihat, bahwa sikap revolusioner yang dilakukan oleh golongan Syiáh Zaidiyah dengan sendirinya menunjukkan bahwa seorang Imam bukannya orang yang suci (Ma'shum) yang layak dikultuskan, yang tidak terlepas dari kesalahan dan dosa. Sementara bagi Syiáh Imamiyah dan Syiáh Ismaíliyah malah sebaliknya, Imam adalah simbol kesucian (Ma'shum).
 
== Syiáh Zaidiyah membolehkan adanya dua Imam dalam masa dan waktu yang sama. Hal ini dibolehkan karena sesuai dengan keperluan zaman. Yaitu meluasnya daerah kekuasaan Islam yang terbentang ketika itu dari wilayah Samarqand sampai Spanyol dan selatan Prancis. Dan pandangan ini berlawanan dengan Syiáh Imamiyah dan Syiáh Isma'ilyah. Karena mereka hanya membolehkan adanya satu Imam dalam setiap masa. Dari uraian diatas nampak jelas keunikan sistem politik Syiáh Zaidiyah dibandingkan aliran Syiáh imamiyah dan Syi'ah Ismaíliyah. Di mana pengangkatan seorang Imam dilakukan dengan jalan suksesi, yang dalam era politik sekarang dikenal dengan sistem "demokrasi", yang dilandaskan atas konsep Al-Khuruj. Hal ini yang memotivasi Syíah Zaidiyah menolak "Taqiyyah," yaitu perinsip perjuangan politik Syiáh Imamiyah dan Syi''ah Ismaíliyah yang terselubung dan sembunyi.
 
== Dalam lapangan fiqh, mazhab Syiáh Zaidiyah termasuk salah satu rujukan fiqh yang bisa diterima oleh Ahlussunnah, yaitu termasuk mazhab ke lima setelah keempat mazhab lainnya dalam kalangan Ahlussunnah. Fiqih Zaidiyah ini secara umum nyaris tidak berbeda dengan fiqh AhlusSunnah. Mereka mengharamkan mut'ah (kawin kontrak) sebagaimana Ahlussunnah mengharamkannya.
 
***
 
Penilaian dalam kalangan kita Ahlussunnah, Syi'ah itu sesat berdasar atas apa yang kita baca dalam Al Kafi. Padahal ulama Syi'ah Imamiyah mengevaluasi lagi kitab Al Kafi, seperti Mullah Baqir Al Majlisi dalam karyanya Mir'at al-'Uqul menyatakan bahwa kebanyakan Hadits yang ada dalam Al Kafi adalah 58% tidak dapat dipercaya. Dan yang meneliti kesahihan kitab Al Kafi bukan hanya Al Majlisi saja. Para ulama Syi'ah Imamiyah menyatakan bahwa tidak ada kitab Hadits yang sempurna shahih. Artinya kesahihan kitab Al Kafi dalam kalangan ulama Syi'ah Imamiyah sendiri masih problematik. Bahkan Muhammad Ya'qub Kulayni yang penyusun Al Kafi sendiri menyatakan:
Apabila Hadits sesuai dengan Al-Quran, maka terimalah, dan jika itu bertentangan dengan Al-Quran, maka tolaklah.
 
Alhasil tidak benar mengadakan rampatan (generalisasi) bahwa semua Syi'ah itu sesat dan bukan Islam, harus dipilah-pilah.
 
Wallahu a'lamu bi al-shawab.
 
*** Makassar, 4 Maret 2012