Modernisme berakar pada pencerahan (Aufklaerung), artinya pencerahan adalah cikal bakal modernisme yang berintikan prinsip reasoning, yaitu empirisme dan positivisme. Pencerahan yang mendominasi The Age of Reason adalah sebagai reaksi dan dikhotomi dari The Age of Believe dalam kurun waktu sebelumnya yaitu kurun waktu berlangsungnya dominasi gereja terhadap alam pikiran dan sikap berpikir manusia di barat.
Kalau dominasi gereja dianggap sebagai pengungkungan individu dalam berpikir, maka modernisme melakukan pula hal yang sama. Yaitu menjagal kreasi potensi manusia di luar empirisme, oleh karena modernisme menyebarkan kekuatan-kekuatan rasional bukan hanya dalam kawasan yang empiris dan pembangunan material, namun menjangkau pula ke dalam kawasan yang bersifat etis.
Post-modernisme yang tidak rasional (tanpa konsep dan tanpa bentuk yang pasti), liar, heterogen, bahkan campur aduk, menyerang modernisme, yang sudah dianggap mapan oleh para penganutnya, secara sengit dan bersemangat (enthusiast). Ini nyata betul dalam gagasan dan kreasi-kreasi seni dan arsitektur, tidak terkecuali sikap urakan yang menonjol dalam kalangan hippis yang muak atas gaya hidup masyarakat barat produk modernisme. Dalam kesustraan Indonesia semangat menyerang secara liar itu, terlihat dalam sanjak*) Chairil Anwar: "Aku".
..............
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
..............
Kalaupun sikap Chairil Anwar itu belum dapat digolongkan dalam semangat post-modernisme, maka sekurang-kurangnya semangat binatang jalang yang meradang, menerjang, dapatlah dianggap sebagai prolog semangat post-modernisme di Indonesia. Maka pendapat sebagian orang yang mengatakan bahwa di Indonesia ini tidak perlu post-modernisme ini dihiraukan, karena kita mempunyai kebudayaan dan keperibadian sendiri, itu adalah pendapat yang tidak bijaksana. Kebudayaan barat, yang antara lain modernisme dan post-modernisme, sifatnya sangat agresif karena didukung oleh penguasaan teknologi komunikasi dan organisasi.
Ajaran Islam tidak menolak empirisme. Yang ditolak adalah empirisme tanpa kendali nilai Tawhid. Kata Nazhara (waLtanzhur, faNzhuruw, faNzhur) dalam ketiga ayat yang dikutip berikut ini sudah cukup untuk menunjukkan empirisme yang berkendali nilai Tawhid itu:
Ya-ayyuha- Lladziyna A-manuw Ittaquw Lla-ha waLtanzhur Nafsun ma- Qaddamat liGhadin waTtaquw Lla-ha Inna Lla-ha Khabiyrun bima- Ta'lamuwna. Hai orang-orang beriman taqwalah kepada Allah dan mestilah setiap diri menilik apa yang lalu untuk hari esok dan taqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah memonitor apa yang engkau kerjakan (S.AlHasyr,18).
Fasiyruw fiy lArdhi faNzhuruw kayfa Ka-na 'A-qibatu lMukadzdzibiyna. Maka menjelajalah di bumi dan tiliklah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (Allah) (S.Ali'Imra-n,137).
FaNzhur ilay A-tsa-ri Rahmati Lla-hi kayfa Yuhyi lArdha ba'da Mawtiha- Maka tiliklah produk (output) rahmat Allah bagaimana (Dia) menghidupkan bumi sesudah matinya (S.ArRuwm,50).
Positivisme yang mempersempit wawasan hanya sebatas alam syahadah (physical world), yaitu yang hanya dapat dideteksi oleh pancaindera dan instrumen, tidak menghiraukan Wujud Allah (agnostik) atau tidak mempercayai Wujud Allah (ateis) atau percaya akan Tuhan tetapi tidak percaya adanya whyu (deis) sudah tentu ditolak oleh ajaran Islam.
Pengasuh kolom WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU ini merasa bertanggung-jawab, sekurang-kurangnya sebagai penjaga gawang aqidah terhadap pengaruh modernisme dan post-modernisme terhadap ummat Islam, utamanya bagi para remaja Muslim yang sikap berpikirnya belum mapan. Modernisme dan post-modernisme adalah ibarat setali tiga uang, tidak ada bedanya, yaitu gerakan orang-orang yang tidak percaya akan adanya wahyu (deis, agnostik, dan ateis).
Para intelektual Muslim yang ber-Iqra Bismi Rabbika hendaklah menjadi penjaga gawang dari serbuan agresif budaya barat modernisme dan post-modernisme ini. Bahwa sampai pada yang teknispun para intelektual Muslim hendaklah senantiasa mengisinya dengan nilai Tawhid. Sebagai contoh, berikut ini akan saya kutip sekelumit dari materi yang saya sajikan dalam Pendidikan-Pelatihan Teknologi Reparasi Mesin Kapal Tingkat Supervisor bagi Perusahaan Industri Perkapalan se Indonesia yang diselenggarakan atas kerjasama Direktorat Jenderal Industri Logam Mesin dan Elektronika Departemen Perindustrian dengan Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja, dalam permulaan bulan September ini. Materi yang saya sajikan adalah Working Procedure and Schedule Quality. Inilah kutipan itu:
Critical Path Scheduling (CPS), yang merupakan bagian dari Network Planning, yang terbukti merupakan alat yang efektif dalam menata-laksana proyek-proyek konstruksi yang besar, dapat pula sangat efektif jika diaplikasikan dalam kegiatan-kegiatan overhaul, perawatan (maintenance) mesin-mesin. Dengan CPS ini orang memungkinkan melihat kegiatan-kegiatan itu secara menyeluruh, dan secara khusus orang dengan mudah melihat bagaimana keterkaitan hubungan kegiatan-kegiatan itu. Jadi berbeda dengan alat yang lama yaitu Diagram Balok (Gantt Chart) yang hanya memungkinkan orang melihat waktu start dan waktu selesai setiap kegiatan, sedangkan bagaimana keterkaitan hubungan kegiatan itu, tidak nampak dalam Diagram Balok tersebut. Sungguhpun demikian Diagram Balok masih berguna untuk para mandur (foreman), oleh karena kesederhanaannya, sedangkan CPS diperuntukkan bagi level manajemen pengawas (supervisor) ke atas. Oleh karena itu tindak lanjut dari CPS adalah membuat Diagram Balok bagi para mandur.
Di samping keperluan Diagram Balok bagi para mandur seperti telah diterangkan di atas, Diagram Balok berguna pula untuk keperluan monitoring. Monitoring ini perlu dilakukan, oleh karena hasil kemajuan pekerjaan di lapangan belum tentu sesuai dengan perencanaan penjadwalan (scheduling). Das Sein pada umumnya tidak sesuai benar dengan das Sollen, oleh karena Manusia berencana, namun Allah SWT Yang menetapkan. Perencanaan manusia yang dianggapnya baik baru terkabul, apabila rencana manusia yang bersifat mikro sinkron dengan Rencana Makro dari Allah SWT. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 25 September 1994
-------------------------------
*) sanjak = kesusastraan yang berbentuk puisi
25 September 1994
[+/-] |
146. Post-Modernisme Perlu Diwaspadai, Post-Modernisme dan Modernisme Setali Tiga Uang |
18 September 1994
[+/-] |
145. Manuver Enterprise Tahap Kedua, Menembus Lorong Waktu Adalah Science Fiction |
Abu alHasan 'Ali alAsy'ari (873 - 935) peletak dasar Ilmu Kalam (theology) golongan Ahlussunnah membangun metode pendekatan beralatkan mata pisau analisis yang mengerat substansi dan fenomena ke dalam tiga klasifikasi: wajib, mungkin, mustahil. Kita akan meminjam pisau analisis Asy'ari tersebut dalam pembahasan judul di atas, untuk memenuhi janji akan membahas manuver Enterprise tahap kedua pada hari ini.
Adapun tahap kedua manuver Enterprise adalah memanfaatkan medan gravitasi yang sangat kuat dari dawai (tali halus) kosmis. Menurut Teori Relativitas, rentang waktu tergantung pula pada medan gravitasi. Dengan demikian manuver kedua ini tujuannya memperlambat waktu untuk menghemat pemakaian bahan bakar. Dawai kosmis ini adalah suatu benda hipotesis yang diciptakan Allah pada saat dimulaiNya penciptaan alam syahadah. Menurut pakar fisika nuklir dan kosmologi George Gamow (1904 - ?) pada saat permulaan penciptaan itu terjadi "big bang", ledakan dahsyat. Maka terlemparlah jutaan gumpalan kabut plasma (dukhan) yang akan menjadi galaxy. Turut pula terlempar benda hipotesis dawai tersebut. Teori big bang dan dawai ini dalam klasifikasi menurut pisau analisis Asy'ari termasuk dalam kategori mungkin. Dengan demikian kita dapat melangkah setapak dengan asumsi. Yaitu diasumsikan jika dawai itu ada, maka itulah yang menjadi penyebab terjadinya black hole (lubang gelap) yang telah ditangkap oleh teleskop. Apa saja yang melintas dalam kawasan medan gravitasinya, termasuk cahaya, akan disedotnya, sehingga dalam kawasan medan gravitasinya menjadi gelap, yang dideteksi oleh teleskop sebagai lubang gelap.
Lubang gelap yang akan dituju oleh Enterprise itu letaknya nun jauh di sana, di luar galaxy Milky Way tempat tata-surya bermukim, di luar super galaxy Local Group tempat Milky Way bermukim. Lubang gelap itu jauhnya jutaan tahun cahaya. Maka Enterprise akan diperhadapkan pada dua pilihan: menghemat bahan bakar dengan kelajuan jauh di bawah laju cahaya, atau memperlambat waktu dengan kecepatan mendekati laju cahaya. Pilihan yang pertama membawa konsekwensi jutaan tahun baru sampai ke tujuan, yang berarti astronaut itu sudah mati semua. Pilihan yang kedua tidak lain adalah manuver tahap pertama seperti yang telah dibahas hari Ahad yang lalu, astronaut akan mengecil secara tidak proporsional yang akan membawa ajalnya, dan pula Enterprise akan kehabisan bahan bakar. Maka walaupun dari segi adanya dawai itu termasuk kategori mungkin, akan tetapi manuver tahap kedua Enterprise termasuk kategori mustahil.
Dalam kategori manakah lorong waktu itu berada menurut klasifikasi Asy'ari? Menurut spekulasi imajinatif, apabila orang melaju di atas laju cahaya ia akan menembus lorong waktu kembali ke masa silam. Secara experimental laju cahaya adalah limit laju benda di alam syahadah ini. Dalam pengertian matematis limit adalah batas yang didekati namun tak pernah menyentuh batas itu. Rumus E = mc2 yang telah dibuktikan secara experimental itu diturunkan Einstein dari pemekaran transformasi Lorentz terhadap massa, yaitu massa akan bertambah apabila lajunya bertambah. Artinya massa akan mendekati tak terhingga besarnya jika lajunya mendekati laju cahaya telah dibuktikan secara tidak langsung. Jadi menurut klasifikasi Asy'ari jenis materi di alam syhadah ini yang dapat melaju di atas kecepatan cahaya termasuk kategori mustahil.
Louis Finkelstein (1895 - ?) berteori pula tentang zarrah hipothesis yang disebutnya tachyon. Kalau laju tachyon di bawah laju cahaya (c) massanya dalam keadaan maya (imajiner), tidak berada dalam alam syahadah. Barulah tachyon itu hadir di alam syahadah apabila lajunya di atas laju cahaya. Jadi zarrah tachyon lain sekali sifatnya dari zarrah yang menyusun tubuh manusia dan materi lainnya di alam syahadah ini. Zarrah tachyon ini dalam klasifikasi Asy'ari tergolong dalam kategori mungkin. Namun hingga kini zarrah tachyon ini belumlah terdeteksi oleh instrumen.
Terdapat kesulitan dalam mendeteksi tachyon ini. Sebuah benda terdeteksi oleh mata ataupun instrumen karena sinyalnya yang berupa gelombang medan elektromagnet menyentuh mata ataupun instrumen. Sinyal medan itu tidak lain adalah cahaya. Karena benda itu semuanya bergerak di bawah laju cahaya, maka sinyal medan akan lebih dahulu menyentuh mata atau instrumen, barulah kemudian menyusul bendanya. Lain halnya tachyon. Zarrah ini lebih dahulu menyentuh instrumen baru sinyal medan. Karena kesulitan mendeteksi tachyon ini maka tetaplah ia dalam kategori mungkin menurut klasifikasi Asy'ari.
Mempercayai adanya lorong waktu dapat merusak aqidah. Coba bayangkan, Richard Gott yang sangat gandrung terhadap lorong waktu, dalam umur 50 tahun menembus lorong waktu mundur 40 tahun, maka ia akan bertemu dengan dirinya sendiri yang masih berumur 10 tahun. Pertanyaan sekarang ruh Gott ada di mana waktu ia berjabat tangan dengan dirinya sendiri. Pada tubuh yang berumur 50 tahun atau yang 10 tahun? Manusia akan mati jika ruhnya sudah dicabut dari tubuhnya oleh malakulmaut. Jadi kalau ruhnya pada 50 tahun, tubuh yang 10 tahun mesti mati, demikian pula sebaliknya. Mempercayai lorong waktu berarti mempercayai orang bertemu dengan dirinya sendiri dalam keadaan kedua-duanya hidup, berarti tidak mempercayai adanya ruh dalam diri manusia. Ini merusak aqidah. Jadi menurut klasifikasi Asy'ari, lorong waktu masuk dalam kategori mustahil.
Lalu bagaimana dengan membaca buku atau melihat film tentang science fiction, apa ada gunanya? Pertanyaan ini sama jawabannya dengan pertanyaan, adakah gunanya membaca dongeng? Tentu ada manfaatnya, karena dongeng tradisional dan dongeng modern (baca science fiction) dapat saja mengandung pesan-pesan nilai yang bermanfaat, seperti misalnya kritik sosial dalam bentuk dongeng tentang kerajaan binatang. Hanya harus ingat bahwa dalam membaca itu harus menyadari bahwa kejadian aneh-aneh, seperti binatang bercakap-cakap seperti manusia, Bramakumbara menunggang rajawali yang setengah dewa, to beam down from Enterprise dll tidak boleh mempercayainya bahwa itu benar-benar terjadi demikian, karena kalau percaya menjadilah tahyul dan itu merusak aqidah. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 18 September 1994
11 September 1994
[+/-] |
144. Manuver Enterprise dalam Upaya Memperlambat Waktu |
Pesawat angkasa Enterprise siap tinggal landas untuk melakukan manuver. Tujuannya agar para astronaut di dalamnya dapat menjalani keadaan perlambatan waktu. Sebelum membicarakan tentang manuver Enterprise, akan dikemukakan dahulu apa-apa yang ada di luar kawasan prinsip Teori Relativitas Einstein. Seperti telah dikemukakan pada hari Ahad yang lalu Teori Relativitas Einstein dibangun atas dasar prinsip hasil penafsiran experimen Michelson-Morley: laju cahaya invarian, tidak tergantung pada keadaan sistem yang diobservasi, jarak waktu dan jarak ruang relatif tergantung pada keadaan gerak sistem yang diobservasi.
Hingga pada saat ini baru ditemukan dua besaran yang berada di luar kawasan relativitas Einstein.
Pertama, dalam ilmu termodinamika dikenal besaran entropy, yang sama sifatnya dengan waktu dari segi perubahan, yaitu bertambah terus. Perihal lorong waktu untuk orang menembus waktu mundur ke masa silam adalah spekulasi yang imajinatif, itu termasuk kawasan ilmu sastra jenis science fiction. Entropi itu bertambah dalam proses alamiyah yang termodinamis. Proses itu sifatnya irreversible, tidak mundur. Demikianlah besaran entropy itu hanya tergantung pada proses termodinamis, tidak relatif terhadap gerak. Dari segi inilah perbedaannya dengan waktu yang relatif terhadap keadaan gerak.
Kedua, besaran yang disebut action. Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan istilah action yang disifatkan pada film yang bergelimang dengan adegan kekerasan. Dalam mekanika kita jumpai besaran yang disebut daya, yaitu energi dibagi dengan waktu. Dalam fisika quantum kita jumpailah action ini yang berupa energi dikali dengan waktu, yang dikenal dengan konstanta Planck (h), besarnya 0,000 000 000 000 000 000 000 000 006 550 erg-detik. (h) ini adalah konstanta yang tidak tergantung baik pada keadaan gerak maupun proses termodinamis dalam sistem yang diobservasi. Demikianlah action (h) ada kesamaannya dengan laju cahaya (c), yaitu keduanya adalah konstanta yang invarian terhadap sistem koordinat.
Perlu diberikan tambahan informasi bahwa tahun 1900 Max Planck (1858 - 1947) mengemukakan Teori Quantum. Teori itu mengatakan bahwa tenaga radiasi itu dipancarkan secara putus-putus yang disebut quanta. Albert Einstein meminjam teori tersebut dengan mengatakan bahwa cahaya itu merupakan kantong-kantong energi yang dinamakan photon, dan dengan demikian dalam tahun 1905 Einstein menjelaskan fenomena alam yang sebelumnya orang tidak mampu menjelaskannya, yaitu efek photoelektris. Maka perlu sekali diluruskan pernyataan: Teori quantum bersandar pada Teori Relativitas Umum Einstein dalam tulisan Berjalan-jalan Menembus Lorong Waktu. Teori quantum tidak bersandar pada Teori Relativitas Umum Einstein. Bahkan Einstein meminjam gagasan teori quantum untuk menjelaskan efek photoelektris, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Teori Relativitas.
***
Ada dua tahap manuver Enterprise. Tahap pertama mempercepat lajunya mendekati kecepatan cahaya, supaya waktu berjalan lambat dalam Enterprise. Setelah tinggal landas makin besar kecepatan Enterprise, makin lambat waktu dalam Enterprise. Setelah saya hitung-hitung dengan mempergunakan rumus transformasi Lorentz, maka inilah hasilnya: Jika kecepatan Enterprise mencapai 200 000 km/detik, 100 tahun di bumi dalam Enterprise hanya 80 tahun. Mencapai 250 000 km/detik, 100 tahun menjadi 55,8 tahun, mencapai 290 000 km/detik, 100 tahun menjadi 24,5 tahun, 299 000 km/detik, 100 tahun menjadi 7,7 tahun. Demikianlah seterusnya jika kecepatan Enterprise mendekati kecepatan cahaya, waktu dalam Enterprise mendekati nol.
Tetapi ingat Enterprise dan semua isinya termasuk astronaut akan mengalami kontraksi dalam arah geraknya. Menurut hasil perhitungan saya, astronaut yang tingginya ketika di bumi 180 cm, dalam Enterprise yang melaju dengan kecepatan 299 700 km/det, jika astronaut itu dalam sikap membujur dengan arah gerak Enterprise ia akan menyusut sehingga tingginya akan menjadi menjadi 8,1 cm. Dan jika ia bersikap melintang maka tubuhnya akan menipis, katakanlah jika masih di bumi tebal tubuhnya 30 cm, maka dalam Enterprise tubuhnya akan menipis menjadi 1,35 cm. Jadi astronaut tidaklah mengecil secara proporsional. Jika ia bersikap membujur, tingginya menjadi 8,1 cm sedangkan tebal tubuhnya tetap 30 cm. Apabila ia bersikap melintang tubuhnya menipis menjadi 1,35 cm, namun tingginya tetap 180 cm.
Berapa besarnya gaya dorong mesin Enterprise untuk manuver hingga mencapai kecepatan mendekati cahaya? Menurut transformasi Lorentz yang diterapkan oleh Einstein terhadap massa, jika kecepatan suatu benda mendekati kecepatan cahaya, maka massanya akan mendekati tak terhingga besarnya. Gaya dorong mesin propulsi Enterprise besarnya tetap, sesuai dengan kapasitas dari disainnya. Kalau gaya dorong tetap, sedangkan massa mendekati tak terhingga, maka tambahan kecepatan (percepatan) mendekati nol.
Pembahasan dapat pula dilihat dari segi momentum (impuls), yaitu lamanya mesin propulsi itu bekerja. Gaya dorong tetap, sedangkan waktu mendekati nol maka momentum sebagai hasil kali antara gaya dengan waktu juga mendekati nol.
Nyatalah, baik dari segi pendekatan gaya dorong, maupun dari segi pendekatan momentum, walaupun mesin propulsi bekerja dengan kapasitas penuh, ternyata efeknya makin mengecil mendekati nol, jika kecepatan Enterprise mendekati kecepatan cahaya, yang berarti pemakaian bahan bakar makin boros, mendekati tak terhingga borosnya. Jadi walaupun Enterprise berbekal bahan bakar nuklir, akhirnya akan kehabisan bahan bakar.
Maka dengarlah Firman Allah dalam S. Ar Rahman 33: La- Tanfudzuwna illa- bi Sultha-nin! Tidaklah engkau dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan! Nya dalam ayat itu mengacu pada ayat sebelumnya, sehingga nya bermakna Aqta-ru sSamawa-ti, petala sejumlah langit, menembus ruang dan waktu. Jadi manuver Enterprise tidak dapat mencapai tujuannya karena kekuatan manusia terbatas baik kebudayaannya, maupun kondisi tubuhnya. Dari segi kebudayaannya, manusia tidak mampu membawa bahan bakar untuk mesin propulsi Enterprise dan dari segi kondisi tubuhnya, manusia tidak mampu menahan beban perubahan ukuran yang mengecil secara tidak proporsional.
Adapun manuver Enterprise tahap kedua yang dirangkaian dengan upaya menembus lorong waktu akan dibahas hari Ahad yang akan datang, insya Alah. WaLlahu A'lamu bishShawab.
*** Makassar, 11 September 1994
4 September 1994
[+/-] |
143. Betulkah Dichotomi Fisika Teori dengan Fisika Experimental, Benarkah Teori Einstein Ilmu Sesat? |
Saya mengikuti berturut-turut tulisan bersambung sampai habis (3x) pada halaman ini, yang bersebelahan dengan kolom yang saya asuh. Judulnya: Berjalan-jalan Menembus Lorong Waktu. Ada beberapa hal yang menarik minat saya untuk mengomentari: Teori Einstein (Albert Einstein, [1879 - 1955]) ilmu sesat yang sulit disentuh dan dibuktikan secara experimental, teori quantum bersandar pada teori relativitas umum Einstein (diucapkan ainsytain), terlempar ke masa silam jika bergerak melaju diatas kelajuan cahaya, dawai kosmis dengan medan gravitasi yang fantastis besarnya sehingga menyedot apa saja, yang dihubungkan dengan terjadinya lubang hitam, manuver kapal angkasa pada dawai kosmis dengan tujuan menembus lorong waktu dan membesar-besarkan dichotomi fisika teori dengan fisika experimental.
Kita akan mulai dahulu mengomentari dichotomi fisika teori dengan fisika experimental, bersama-sama dengan ilmu sesat Einstein. Kemudian akan mengomentari berturut-turut hal-hal lainnya yang telah dikemukakan di atas dalam seri-seri kolom WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU yang selanjutnya, insya Allah.
Dalam tahun 1687 Sir Isaac Newton (1642 - 1727) memformulasikan sebuah teori yang dikenal dengan Prinsip Relativitas Newton, demikian bunyinya: Gerak benda-benda dalam suatu sistem akan sama keadaannya apakah sistem itu dalam keadaan diam atau dalam keadaan lurus beraturan. Newton menyertai teorinya ini dengan suatu keyakinan tentang adanya sebuah sistem yang diam secara mutlak yang menjadi pusat alam semesta, sebagai titik pusat koordinat mutlak. Dalam S.Yasin 40 Allah berfirman: ....waKullun fiy Falakin Yasbahuwna, ...dan tiap-tiap sesuatu berenang dalam falaknya. Menilik ayat tersebut dengan segera kita akan maklum bahwa usaha untuk mencari sistem yang diam secara mutlak yang ingin dijadikan Newton sebagai titik pusat sistem koordinat mutlak, adalah suatu perbuatan yang sia-sia. Dan memang itu ternyata dalam kurun waktu berikutnya, sehingga orang mengintoduser sebuah kerangka pemahaman baru, yaitu kumpulan sistem koordinat yang hubungannya dinyatakan dalam transformasi Galilei (Galilean domein, inertial frames), yang dapat menggantikan gagasan sistem koordinat mutlak dari Newton itu. Dalam tahun 1870 inertial frames ini diuraikan secara mendetail oleh Newman, dan dia memperkenalkannya dengan sebutan The Body Alpha.
Sejalan dengan perkembangan pemikiran dalam mekanika klasik tentang sistem koordinat ayang berakhir dengan introduksi inertial frames, pada pihak lain di bidang fisika klasik, terjadi pula proses pemikiran mengenai penafsiran cahaya. Tahun 1690 Christian Huygens (1629 - 1695) berteori bahwa cahaya itu adalah gerak gelombang yang menjalar pada hypothetische middenstof, zat perantara hipotetis, yang disebutnya aether. Pembuktian-pembuktian experimental sesudahnya menunjukkan bahwa pendapat Huygens itu benar. Lebih-lebih lagi makin diyakini orang kebenarannya setelah pada akhir abad ke-19 dicocokkan dengan persamaan elektromagnet dari James Clerk Maxwell (1831 - 1879). Persamaan Maxwell itu memenuhi persamaan gelombang. Dalam persamaan itu terdapat knstanta c yang menyatakan hubungan unit elektromagnet dengan elektrostatika dari muatan. Gangguan terhadap medan elektromagnet akan menjalar dengan laju c. Secara ekperimental konstanta c ini dapat dicari. Weber dan Kohlrauch (1856) mendapatkan harga c = 3,1 x 1010 cm/detik. Percobaan dengan alat yang lebih teliti oleh Curtis (1929) mendapatkan c = 2,99790 x 1010 cm/detik dan akhirnya Froome (1952) memperoleh c = 2,99792 x 1010 cm/detik, dan ini adalah laju cahaya di tempat vakum. Nyatalah bahwa riak aether tidak lain dari medan elektromagnet. Demikianlah teori gelombang dari Huygens, yang ditopang oleh persamaan Maxwell, yang diperkuat oleh hasil experimen Weber & Kohlrauch, Curtis dan Froome, menunjukkan keterkaitan (linkage) antara fisika teori dengan fisika experimental, bukan dichotomi di antara keduanya.
Keberhasilan mengidentifikasikan riak aether dengan medan elektromagnet, membangkitkan minat orang kembali untuk mengingat gagasan sistem koordinat mutlak dari Newton. Bukankah aether inilah yang dicari-cari oleh Newton, yang dihipothesekan oleh Huygens sebagai zat yang walaupun beriak, namun diam di tempat secara mutlak. Maka tahun 1881 Albert Abraham Michelson (1852 - 1931) mengadakan experimen, yang diulanginya kembali tahun 1887 bersama-sama dengan Morley, sehingga percobaannya itu dinamakan experimen Michelson - Morley. Tujuan experimen dengan alat yang disebut interferometer ingin mengetahui berapa kecepatan bumi terhadap aether. Jika seorang berenang melintasi kolam tegak lurus pulang-balik, kemudian berenang pula dengan kelajuan yang sama menyusur pinggir kolam pulang balik dalam jarak yang sama, maka tentu saja waktu yang dibutuhkan oleh kedua lintasan itu akan sama pula. Lain halnya jika bukan di kolam melainkan pada sungai yang ada arusnya. Lintasan menyeberang sungai pulang-balik akan berbeda waktu yang dibutuhkan dengan lintasan menyusur pinggir sungai ke hulu kemudian ke hilir dalam jarak yang sama.
Dalam experimen Michelson-Morly itu, orang berenang adalah cahaya, air sungai yang mengalir adalah bumi yang bergerak dan daratan yang diam adalah aether. Hasil percobaan itu diluar dugaan: Waktu yang dibutuhkan cahaya untuk kedua macam lintasan yang tegak lurus itu adalah sama besarnya, jadi ibarat kolam yang tenang airnya, bukan air sungai yang mengalir. Artinya bumi sama sekali tidak bergerak terhadap aether, ibarat air kolam yang tidak bergerak terhadap pelataran kolam renang. Para pakar fisika terperanjat, kecewa bahkan ada yang kebingungan ingin kembali ke faham lama, geosentris, bumi sebagai pusat alam. Menjelang akhir abad ke-19 ilmu fisika menemui jalan buntu (impasse).
Selama seperempat abad dunia ilmu fisika gelap. Tahun 1905 muncullah Einstein di panggung ilmu fisika. Menurut Einstein penyebab kebuntuan itu adalah postulat menurut pandangan lama, yang seperti berikut:
- Interval waktu (jarak waktu) di antara dua peristiwa tidak tergantung dari sistem yang diobservasi.
- Interval ruang (jarak) di antara dua titik tidak tergantung dari sistem yang diobservasi.
- Kecepatan cahaya invarian, tidak terpengaruh oleh gerak sistem yang diobservasi.
- Jarak waktu dan jarak ruang relatif, tergantung pada keadaan gerak sistem yang diobservasi.
Rumus kesetaraan Einstein itu baru dapat dibuktikan secara experimental setelah Otto Hahn (1879 - ?) bersama-sama dengan Lise Meitner (1878 - ?) dalam tahun 1939 berhasil memecahkan inti atom dalam laboratorium Institut Kaiser Wihelm di Berlin. Dengan diungkapkannya proses transformasi nuklir hasil gempuran partikel-partikel alpha, proton, deuteron dan sinar gamma, expressi E = mc2 telah terbukti secara experimental dengan kadar ketelitian yang tinggi.
Einstein memekarkan teorinya 11 tahun kemudian, bukan lagi dalam kawasan inertial frames, melainkan ditingkatkannya ke dalam kawasan medan gravitasi, sehingga ia memberikan nama: The General Theory of Relativity. Karena Einstein tidak percaya akan adanya sistem yang diam secara mutlak (walaupun ia barangkali tidak pernah membaca: kullun fiy Falakin Yasbahuwna?), maka ia tidak terpaku pada pihak Newton yang melihat appel jatuh. Ia meninjau kedua belah pihak, yaitu kini tiba gilirannya untuk mendengarkan pula bagaimana appel yang menganggap dirinya diam, sedangkan Newton yang "jatuh" pada appel. Inilah yang dikenal dengan lift Einstein.
Dalam mekanika klasik dikenal sebuah hukum: inertial mass sama besar dengan gravitational mass, yaitu hasil experimen Galilei. Ini ditingkatkan Einstein bahwa inertial mass bukan hanya sekadar sama besar gravitational mass, melainkan lebih dari itu: inertial mass setara dengan gravitational mass. Walhasil Einstein mengubah pandangan fisika klasik yang menganggap alam semesta ini secara mekanis menjadi sebuah bentuk persamaan matematis ruang-waktu (space-time continum), dengan kalkulus tensor. Benda-benda langit bergerak bukanlah karena ditarik gravitasi. Gravitasi menurut Einstein adalah alur (falak) geodesic yang dilalui benda-benda langit yang semuanya senaniasa bergerak. Bahkan cahayapun menjalar melalui alur geodesic itu.
Dengan kalkulus tensor Einstein mendapatkan expressi penyimpangan lintasan cahaya oleh medan gravitasi matahari seperti berikut:

k = konstanta universal = 6,66 x 10-8 dyne cm2 g2
m = massa benda yang medan gravitasinya membelokkan lintasan cahaya tersebut
R = jarak lintasan cahaya dari titik pusat sistem koordinat
Rumus di atas itu telah diuji secara experimental pada waktu gerhana matahari penuh di Sobral (Brazilia) dan pulau Principe (Afrika) pada 29 Mei 1919 oleh Royal Society dan Royal Astronomical Socity. Yang terlibat dalam expedisi ilmiyah itu adalah para pakar Eddington, Cottngham, Crommelin dan Davidson. Untuk matahari, rumus di atas itu menghasilkan sudut penyimpangan 1,75", dan ini sesuai dengan pengujian experimental tersebut, dalam arti ada penyimpangan yang tidak signifikan.
Demikianlah romantika sejarah perkembangan ilmu fisika, romantika keterkaitan (linkage) fisika teori dengan experimental, serta pengujian experimental secara kuantitatif dari Teori Relativitas Einstein baik yang special maupun yang general. WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 4 September 1994