Pada hari Senin, 22 November 1995 ada dua hal yang menimpa diri saya yang perlu digaris bawahi. Pertama pada waktu bangun untuk shalat subuh kaki kanan saya bengkak dan hampir-hampir tidak dapat menopang berat tubuh saya, karena ternyata penyakit kronis encok mulai menyerang lagi. Yang kedua setelah membaca koran di pagi hari, terpampang berita bahwa Prof.DR H.M.Syuhudi Ismail telah berpulang ke RahmatuLlah. Inna- liLlahi wa inna- ilayhi ra-ji'uwn. Sesungguhnya kita semua adalah milik Allah dan sesungguhnya kita semua berpulang kepada (Rahmat dan Keadilan)Nya.
Makin tinggi matahari serangan encok makin menjadi-jadi. Kaki makin sakit dan makin tidak kuat menopang tubuh, sehingga memerlukan bantuan tongkat. Keinginan untuk pergi menjenguk jenazah dan mengantarnya ke tempat peristirahatan terakhir, hanya tinggal keinginan belaka. Tulisan dalam kolom ini adalah sebagai substitusi, namun nilainya tentu jauh tidak sebanding dengan mengantar jenazah almarhum.
Itulah sebabnya maka apa yang saya janjikan pada hari Ahad sepekan yang lalu tentang pertanyaan benarkah dalam kejadian sesungguhnya Nabi Sulaiman AS dapat bercakap-cakap dengan burung dan semut, ditunda dahulu, dan insya-Allah akan dibahas dalam seri sepekan yang akan datang.
Allahu Yarham H.M.Syuhudi Ismail adalah sahabat saya dan salah seorang di antara guru-guru saya. Pengetahuan saya yang ala kadarnya tentang seluk-beluk Hadits saya peroleh selain dari membaca, juga utamanya atas jasa almarhum dan dari seorang lagi yang tak mungkin saya lupakan, yaitu Allahu Yarham DR S.Majidi.
Cara berguru saya kepada kedua Allahu Yarhamhuma guru saya itu dalam hal berkomunikasi berbeda. Dengan Allahu Yarham S.Majidi secara tradisional, yaitu mendatangi rumahnya bersama dengan dua orang atau bertiga, bertatap muka secara langsung, layaknya seperti orang mengaji menghadap gurunya. Sedangkan dengan Allahu Yarham H.M.Syuhudi Ismail saya berguru tidaklah bertatap muka secara langsung melainkan melalui telepon.
Walaupun keduanya berbeda dalam hal berkomunikasi, akan tetapi proses peralihan ilmu dari guru kepada murid tidaklah berbeda, yaitu secara mujadalah, bertukar pikiran. Pola pikir kedua guru saya itu tentang Hadits terdapat perbedaan.
Allahu Yarham S.Majidi masih menyeleksi Hadits Shahih, sehingga bagi orang luar yang belum betul mengenal pola pikir almarhum, timbul kesan pada mereka bahwa almarhum menolak Hadits. Allahu Yarham S.Majidi menyeleksi Hadis Shahih dengan memperhadapkannya pada Al Quran. Sedangkan Allahu Yarham M.Syuhudi Ismail seperti umumnya ulama lain menerima Hadits Shahih tanpa reserve. Terhadap Hadits Shahih itu almarhum membahasnya dengan memakai pendekatan tekstual dan kontekstual, dengan menggolongkannya dalam klasifikasi yang ruang lingkupnya bersifat universal, temporal dan lokal.
Sebagai contoh akan saya kemukakan sebuah Hadits Shahih yang sangat populer dikemukakan setiap bulan Ramadhan. Idza- Ja-a Ramadhana Futtihati Abwa-bu lJannati waGhulliqat Abwa-bu nNa-ri waShuffidati sySyaya-tiyn. Apabila telah tiba Ramadhan pintu-pintu surga terbuka, pintu-pintu neraka terkunci dan setan-setan dibelenggu. Saya bertanya kepada almarhum bagaimana menjelaskan Hadits itu karena saya mendapat berondongan pertanyaan utamanya dari para mahasiswa. Mereka mengemukakan kenyataan bahwa dalam bulan Ramadhan utamanya di kota-kota pemerintah menganjurkan agar kemaksiatan di kelab-kelab malam jangan dilakukan secara demontratif untuk menghormati orang berpuasa. Pencurian, perampokan, perkosaan dan pembunuhan tetap ada dalam bulan Ramadhan.
Menurut almarhum, hendaknya Hadits itu tidak dipahami secara tekstual, melainkan secara kontekstual. Dalam bulan Ramadhan orang-orang beriman menahan diri secara spiritual dan secara biologis, mengintensifkan ibadah sunnat, mengaji Al Quran. Maka pintu-pintu surga terbuka, pintu-pintu neraka terkunci dan setan-setan dibelenggu terhadap mereka itu. Akan tetapi bagi mereka yang tidak beriman, maka pintu-pintu surga tertutup, pintu-pintu neraka terbuka dan setan-setan berlepas ria mendorong mereka untuk berbuat maksiyat.
Maka pemahaman secara kontekstual almarhum mengenai Hadits tersebut ruang lingkupnya bersifat parsial, hanya berlaku bagi orang-orang yang beriman. Alhasil elok kiranya jika klasifikasi almarhum tentang ruang lingkup ditambah satu lagi sehingga menjadi universal, temporal, lokal dan parsial.
Itulah sekadar sekapur sirih untuk guru saya Allahu Yarham M.Syuhudi Ismail yang kini bersemayam di alam barzakh. Sekali lagi saya ucapkan Inna- liLlahi wa inna- ilayhi ra-ji'uwn. Sesungguhnya kita semua adalah milik Allah dan sesungguhnya kita semua berpulang kepada (Rahmat dan Keadilan)Nya. WaLlahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 26 November 1995