14 Januari 1996

211. Kriteria Sebuah Tolok Ukur

Dalam Perang Dunia kedua kapal-kapal dagang dipakai pula untuk keperluan logistik. Kapal-kapal itu mengangkut perbekalan dalam konvoi. Pada kapal-kapal itu dipasang perlengkapan sistem pertahanan udara. Selang beberapa waktu formasi konvoi dengan senjata pada masing-masing kapal-kapal dagang itu dievaluasi, apakah efektif atau tidak. Untuk evaluasi perlu tolok ukur. Kriteria yang dipakai untuk tolok ukur itu ialah persentase yang mampu dirontokkan di antara kapal terbang musuh yang berani mendekati konvoi. Hasil observasi menunjukkan bahwa ternyata sangat sedikit pesawat musuh yang dapat dirontokkan. Alhasil formasi konvoi dengan sistem pertahanan udaranya dinilai tidak efektif.

Akan tetapi kemudian penilaian berubah. Setelah diteliti dengan jeli, ternyata kriteria yang dipakai untuk tolok ukur itu tidak benar. Dalam menentukan kriteria terlebih dahulu perlu dirumuskan tujuan sistem itu dengan cermat. Apakah benar bahwa tujuan konvoi pengangkut keperluan logistik itu adalah untuk merontokkan pesawat? Sama sekali tidak! Tujuan konvoi itu ialah untuk mengangkut logistik dengan selamat. Kriteria untuk tolok ukur itupun berubahlah menjadi persentase kapal-kapal pengangkut yang rusak atau tenggelam oleh pesawat terbang musuh. Dari data yang diperoleh tak sebuah juapun dari kapal-kapal pengangkut itu yang rusak apatah pula tenggelam oleh pesawat terbang musuh. Dengan kriteria yang telah diubah tersebut, maka sistem pengangkut itu dinilai efektif.

Dalam contoh di atas itu ternyata sangat perlu merumuskan dengan baik terlebih dahulu tujuan sesuatu barulah menentukan kriteria. Instalasi senjata dalam sistem pertahanan udara kapal-kapal dagang itu bukan untuk merontokkan pesawat musuh, melainkan untuk mengusirnya supaya tidak mendekat. Yang penting konvoi selamat tidak perduli apakah ada pesawat musuh yang dirontokkan atau tidak. Kurangnya persentase yang dirontokkan di antara pesawat musuh yang berani mendekati konvoi adalah akibat efektifnya sistem pertahanan udara konvoi itu dalam menghalau pergi pesawat terbang musuh. Merontokkan pesawat musuh bukanlah pekerjaan konvoi kapal-kapal logistik, melainkan tugas satuan tempur.

Betapa sulit untuk membuat kriteria tolok ukur, sedang itu baru mengenai hal-hal lahiriyah (tangible). Maka betapa pula sulitnya dalam membuat kriteria tolok ukur untuk hal-hal yang tersembunyi di dalam batin manusia. Dalam laut dapat diduga dalam hati siapa tahu, hanya Allah yang tahu. Akan tetapi itu tidaklah berarti bahwa kita tidak dapat sama sekali menemukan kriteria tolok ukur untuk menilai yang ada di dalam batin manusia. Yaitu di dalam batin yang terdalam di dalam diri kita yang disebut iman.

***

Kita sekarang sementara berada dalam bulan Sya'ban, bulan yang dapit oleh Rajab (sebelumnya) dengan Ramadhan (sesudahnya). Kedua bulan pengapit bulan Sya'ban itu masing-masing mengandung peristiwa penting. Dalam bulan Rajab terjadi peristiwa Isra-Mi'raj RasuluLlah SAW. Dalam bulan Ramadhan kita melaksanakan puasa wajib sebulan penuh. Adakah kaitan di antara kedua bulan pengapit Sya'ban itu?

Biasa kita dengar ucapan-ucapan, utamanya sambutan-sambutan dalam upacara peringatan Isra-Mi'raj, bahwa peristiwa Isra-Mi'raj itu sangat penting untuk lebih memantapkan iman kita. Apakah betul tujuannya demikian itu? Allah berfirman:

Subhana Lladziy Asray bi'Abdihi Laylan mina lMasjidi lHara-mi ilay lMasjidi lAqshha- Alladziy Barakna- Hawlahu liNuriyahu min Ayatina- Innahu Huwa sSamiy'u lBashiyru (S. Bany Isra-iyl, 1)
Mahasuci Yang mengisra'kan hamabaNya suatu malam dari Al Masjid Al Haram ke Al Masjid Al Aqsha, yang Kami berkati sekelilingnya untuk memperlihatkan sebagian dari ayat-ayat Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat (17:1).

Jelas sekali dalam ayat itu bahwa tujuan Allah mengisra'kan RasuluLlah SAW adalah untuk memperlihatkan sebagian dari ayat-ayat Allah, yang bukan hanya sekadar tanda-tanda akan tetapi lebih dari itu. Yakni ayat Kawniyah yang nyata dan yang ghaib. Diperlihatkan Allah kepada siapa? Yaitu kepada RasuluLlah SAW, bukan kepada kita. RasuluLlah yang menyaksikannya dengan mata kepala dan mata batin. Tujuan Isra-Mi'raj adalah untuk memantapkan batin RasuluLlah, bukan untuk memantapkan iman kita. Kita tidak melihat apa yang telah disaksikan oleh RasuluLlah SAW.

Ayat Qawliyah di atas itu dimulai dengan Subhana. Itu menunjukkan bahwa dalam hal ini kita berurusan dengan sesuatu di luar batas kemampuan akal. Untuk dapat mengetahui sesuatu kita harus mempergunakan akal. Akan tetapi akal itu berakar pada indera. Dengan demikian kerja akal itu tidak lain merupakan perpanjangan (extension) indera. Indera dan akal sifatnya biologis dan nisbi. Maka indera dan akal hanya mampu menggarap alam syahadah (physical world) secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil garapan akalpun bersifat nisbi. Maka kebenaran Isra-Mi'raj bukanlah urusan akal, melainkan urusan yang lebih tinggi dari akal yaitu iman. Itulah makna kalimah Subhana pada permulaan ayat Qawliyah (17:1) yang dituliskan di atas itu.

Alhasil peristiwa Isra-Mi'raj bukanlah untuk memantapkan iman, melainkan sebaliknya untuk menguji keimanan kita. Menerima kebenaran Isra-Mi'raj sepenuhnya dengan iman, itulah kriteria tolok ukur untuk menilai iman di dalam lubuk hati nurani kita. Yang menilainya adalah diri kita sendiri.Menilai keimanan diri sendiri itu sangat perlu dalam menghadapi bulan Ramadhan yang akan kita hadapi bulan depan.

Ya-ayyuha- Lladziyna Amanuw Kutiba 'Alaykumu shShiya-mu (S. Al Baqarah, 183). Hai orang-orang beriman telah ditetapkan atasmu berpuasa (2:183).

Perintah Allah SWT kepada hambaNya untuk berpuasa hanya ditujukan kepada orang-orang beriman, maka di sinilah letak kaitannya antara kedua bulan pengapit Sya'ban. WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 14 Januari 1996