28 Januari 1996

213. Makan dan Makan Harta

Ada sebuah ujar-ujar yang mempergunakan makan sebagai kriteria umum dalam hal apa yang termasuk dalam pengertian: sangat miskin, miskin, memadai, kaya dan sangat kaya. Kata ujar-ujar itu orang sangat miskin adalah orang ketika bangun pagi mempermasalahkan apa yang akan dimakan hari itu. Orang miskin, kata ujar-ujar itu, adalah orang yang mempermasalahkan apa yang akan dimakan besok. Adapun orang yang memadai tidak lagi mempermasalahkan apa yang akan dimakan, melainkan dengan siapa ia makan. Yaitu sebelum makan ia terlebih dahulu memilah-milah siapa yang akan diundang makan bersama ke rumahnya. Sedangkan orang kaya, menurut ujar-ujar itu, adalah orang yang mempermasalahkan di mana ia akan makan. Apakah dengan anak isteri di rumah kalau sempat, ataukah di restoran yang mana dengan relasi bisnis, ataukah di tempat peristirahatan dengan "gula-gula"-nya. Terakhir, menurut ujar-ujar itu, orang yang sangat kaya adalah orang yang memprogramkan siapa yang akan dia makan. Apakah relasi bisinisnya yang akan ia caplok, ataukah bank yang akan dia bobol dengan perangkat halus, atau gadis manis mana yang akan menjadi mangsanya, ataukah dengan kekayaannya itu mencoba meloncat kodok untuk mendapatkan popularitas dengan metode rekayasa pengurus tandingan.

Makan sebagai kriteria umum untuk golongan kaya dan sangat kaya itu mempunyai konotasi yang negatif. Kriteria itu diberi predikat umum, yang berarti bahwa itu pada umumnya. Tentu ada golongan khusus di antara orang kaya dan sangat kaya itu yang tidak demikian. Katakanlah yang dikenai kriteria itu adalah "main stream" sedangkan yang khusus itu dari golongan "pencilan".

Ujar-ujar perihal makan dijadikan kriteria itu, tidaklah jauh menyimpang dari realitas, kalau belum boleh dikatakan sesuai benar dengan realitas. Manusia terdiri atas komponen ruhaniyah yang immaterial dan komponen biologis yang dapat diindera. Secara biologis manusia itu digerakkan oleh iradah (naluri) mempertahankan dan meningkatkan kehidupan materialnya. Itulah yang disebut dengan Nafsun Ammarah dalam Al Quran. Pada binatang, nalurinya hanya sebatas mempertahankan hidup. Beruk pemetik kelapa misalnya kalau sudah diberi makan secukupnya, puaslah ia. Akan tetapi buruh pemanjat kelapa senantiasa ingin mendapatkan upah yang lebih tinggi. Konon kabarnya orang yang berpesta pora di kalangan petinggi kerajaan Romawi disediakan oleh tuan rumah bulu halus sejenis burung. Orang yang sudah kenyang menggelitik kerongkongannya dengan bulu burung itu sehingga ia muntah. Setelah itu ia dapat makan sepuasnya kembali, lalu menggelitik kerongkongan lagi, sehingga terjadilah proses makan dengan tidak puas-puasnya. Nanti berhenti kalau tidak sanggup menggelitik kerongkongan lagi, karena sudah menjadi tunasakring, artinya teler berat.

Pada waktu RasuluLlah SAW diisra'kan oleh Allah SWT, beliau menunggang buraq. Allah Maha Kuasa, tanpa menunggang buraqpun RasuluLlah dapat isra' dengan Kuasa Allah. RasuluLlah menunggang buraq dituntun oleh Jibril AS. Dari konfigurasi ini dapat kita menyimak suatu makna, bagaimana wahyu, akal dan naluri disinkronkan dalam satu sistem. Akal sebagai energi ruhaniyah mengendalikan naluri biologis yang bersifat hewani dan sementara itu akal dituntun oleh wahyu.

Berfirman Allah dalam Al Quran:

Syahru Ramadha-na Lladziy Unzila Fiyhi lQuran Hudan linNa-si waBayyinatin minalHuday walFurqa-ni (S. Al Baqarah, 185), bulan Ramadhan yaitu di dalamnya diturunkan Al Quran, petunjuk bagi manusia, penjelasan mengenai petunjuk itu dan pemisah (yang tegas mana yang baik, mana yang buruk) (2:185).

Ayat (2:185) itu berkaitan dengan perintah puasa agar orang beriman dapat meningkatkan dirinya menjadi taqwa (2:183). Ayat yang berhubungan dengan peningkatan diri secara ruhaniyah ini (2:183) telah dibahas dalam Seri 212 yang baru lalu. Dalam Seri yang baru lalu itu dibahas hubungan iman, digambarkan sebagai anak panah yang menancap pada dinding kotak sebelah kiri, dengan proses puasa, digambarkan dengan kotak, dengan taqwa yang digambarkan sebagai anak panah keluar dengan pangkal panah pada sisi kotak yang sebelah kanan.
Ayat (2:185) menjelaskan tentang kotak proses yaitu berpuasa. Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia, Hudan linNa-si, yaitu manusia yang terdiri atas komponen ruhaniyah dan jasmaniyah yang bersifat biologis. Dengan berpuasa terjadilah proses latihan pengendalian dalam diri nanusia, yaitu energi ruhaniyah yang memancar sebagai akal budi mengendalikan kekang mengendarai
naluri hewaniyah. Inilah konfigurasi RasuluLlah sebagai manusia menunggang buraq dituntun oleh Jibril AS pembawa wahyu, wahyu menuntun kemanusiaan yang selanjutnya kemanusiaan mengendalikan naluri hewaniyah mempertahankan dan meningkatkan kehidupan biologis dalam wujud: makan, minum dan sex untuk melanjutkan keturunan.

Al Quran memberikan pula penjelasan mengenai petunjuk itu, waBayyinatin minalHuday, memberikan penjelasan tentang tolok ukur supaya kita dapat mengevaluasi diri kita mengenai hasil perjuangan mengendalikan naluri hewaniyah ini. Allah berfirman pada ayat terkhir dari "paket puasa Ramadhan":

Wa La- Ta'kuluw Amwa-lakum Baynakum bilBa-thili wa Tudluw biHa ilay lHukka-mi liTa'kuluw Fariyqan minAmwa-li nNa-si bilItsmi wa Antum Ta'lamuwna (S. Al Baqarah, 188) . Dan janganlah kamu makan harta-harta di antara kamu dengan jalan batil, dan jangan pula mencari keuntungan dengan jalan membawa ke hadapan hakim agar kamu dapat melahap sebagian harta-harta orang lain dengan menempuh dosa, padahal sesungguhnya (dalam hati kecilmu) kamu mengetahuinya (2:188). WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 28 Januari 1996