1 September 1996

239. Idola

Orang sekarang, utamanya para remaja mempunyai idola. Bahkan ada beberapa psikolog yang berpendapat bahwa orang pada umumnya dan remaja khususnya memerlukan seseorang sebagai idolanya untuk menimbulkan motivasi baginya untuk meniru idolanya itu. Generasi saya sewaktu masih remaja dahulu belum mengenal apa yang disebut idola ini. Paling-paling yang ada adalah bintang faforit, bintang kesayangan, apakah itu bintang ilmuan, bintang olah raga, bintang film dan bintang-bintang yang lain. Saya masih ingat beberapa tahun yang lalu dalam suatu diskusi di Islamic Centre (IMMIM), Husni Jamaluddin pernah pula menyatakan bahwa sewaktu remajanya tidak ada yang disebut idola-idolaan. Yang ada ialah Nabi Muhammad SAW yang dijadikan tokoh panutan.

Sesungguhnya apa yang disebut idola itu? Kata asalnya dari idol, berasal dari bahasa Inggeris, yang berarti: an image as a statue or other material object, worshiped as a deity, patung berhala atau obyek materi yang lain yang disembah sebagai tuhan, dan di dalam Bible kata idol berarti: a deity other than God, tuhan selain Allah. Idolater berarti: a worshiper of idols, hero worshiper, penyembah patung-patung berhala, penyembah pahlawan. Oleh sebab itu pendapat para psikolog yang mengatakan para remaja perlu mempunyai idola, dan trendi para remaja yang memuja orang yang di-"image"-kan sebagai idolanya perlu diluruskan, karena ini menyangkut aqidah.

Salah satu thema sentral ceramah-ceramah Mawlid atau Mawlud Nabi Muhammad SAW adalah ayat: Laqad Ka-na Lakum fiy RasuwliLlahi Uswatun Hasanatun (S. Al Ahza-b, 21), sesungguhnya pada Rasul Allah adalah ikutan yang baik bagimu (33:21).

(Catatan: di atas dituliskan Mawlid atau Mawlud, artinya kata Mawlid tidak sama betul pengertiannya dengan Mawlud. Di mana dan bilamana mawlidnya? Siapa yang mawlud?)

Jadi para remaja kita itu janganlah meng-"image"-kan orang sebagai idolanya (baca berhala dalam wujud orang), melainkan jadikanlah RasuluLlah SAW sebagai ikutan atau panutannya. Bahkan RasuluLlah SAW tidak boleh dipuja sebagai idola. Untuk menghindarkan RasuluLlah SAW diangkat menjadi idola, maka di belakang RasuluLlah SAW selalu ditambah ucapan salawat atas beliau: ShallaLlahu 'Alayhi wa Sallam (SAW), salawat dan salam atasnya. Mengucapkan salawat atas Nabi Muhammad SAW adalah perintah Allah SWT kepada orang-orang beriman. Perintah Allah SWT ini sifatnya unik, karena Allah SWT melakukan sendiri dahulu, baru memerintahkan kepada hambaNya untuk melakukannya pula: InnaLlaha wa Malaikatahu Yusalluwna 'Alay nNabi. Ya-ayyuha- Lladziyna A-manuw Shalluw 'Alayhi, sesungguhnya Allah dan para malaikatya salawat atas Nabi. Hai orang-orang beriman salawatlah atasnya. Pahala shalawat kita limpahkan atas Nabi Muhammad SAW, namun karena RasuluLlah saw ibarat "bejana" yang penuh dengan pahala, maka pahala yang kita limpahkan atas beliau, akhirnya terpantul kepada kita kembali. Jadi ada dua manfaat yang kita petik, pertama kita mendapatkan pantulan pahala yang kembali kepada kita dan kedua kita terhindar dari mengidolakan atau mengkultuskan beliau, karena kita melimpahkan pahala shalawat atas beliau.

Sesungguhnya dalam hal apa kita jadikan RasuluLlah SAW sebagai panutan seperti ayat (33:21) yang dikutip di atas itu? Yang harus kita teladani dari Nabi Muhammad SAW adalah akhlaq beliau. Pernah seorang sahabat bertanya kepada Sitti 'Aisyah RA mengenai akhlaq beliau. Maka Sitti 'Aisyah RA menjawab bahwa akhlaq Nabi Muhammad SAW adalah Al Quran. Hakikat ucapan Sitti 'Aisyah RA itu adalah akhlaq RasuluLlah SAW dibentuk oleh nama-nama Allah SAW yang terbaik, Al Asma-u lHusnay.

Berikut ini sejumlah 9 di antara 99 Al Asma-u lHusnay yang akan kita kemukakan. (Nomor yang dituliskan di belakang ism di bawah ini adalah nomor urutnya dalam tata-susunan asma-asma Allah yang 99 itu).

  • Ar Rahman, ism (no.1) ini membentuk akhlaq Nabi Muhammad SAW mengasihani hamba-hamba Allah yang lalai dengan memalingkan mereka dari jalan kelalaian kepada jalan Allah serta membantu kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi.
  • Ar Rahiym, ism (no.2) ini membentuk akhlaq Nabi Muhammad SAW suka menolong orang-orang miskin dan bersikap belas kasihan terhadap hamba-hamba Allah semuanya, baik yang taat maupun yang tidak taat.
  • Al Ghaffa-r, ism (no.15) ini membentuk akhlaq Nabi Muhammad SAW merahasiakan aib orang.
  • Al 'Adl, ism (no.30) ini membentuk akhlaq Nabi Muhammad SAW senantiasa adil dalam menghukum, berprilaku dan bersikap.
  • Al Lathiyf, ism (no.31) ini membentuk akhlaq Nabi Muhammad SAW senantiasa bersikap lemah lembut kepada hamba-hamba Allah SWT, bersikap ramah dalam menyeru kepada jalan Allah, memberi petunjuk tanpa merendahkan, tanpa bersikap kasar dan tanpa bertengkar.
  • Al Haliym, ism (no.33) ini membentuk akhlaq Nabi Muhammad SAW bersikap sabar dan suka memaafkan kesalahan orang lain dan membalas kejahatan orang dengan kebaikan.
  • Al 'Azhiym, ism (no.34) ini membentuk akhlaq Nabi Muhammad SAW bersikap rendah hati dan merasa selalu butuh kepada Allah SWT.
  • Al Syakuwr, ism (no.36) ini membentuk akhlaq Nabi Muhammad SAW senantiasa bersyukur atas ni'mat yang telah dianugerahkan Allah SWT.
  • Al Mujiyb, ism no.(45) ini membentuk akhlaq Nabi Muhammad SAW menyambut segala yang diperintahkan Allah SWT, menyambut hamba-hamba Allah SWT dengan memenuhi semua permintaan orang-orang yang meminta sesuai dengan kemampuan beliau dari semua yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada beliau. Dan menolak permintaan orang dengan kata-kata halus apabila tidak mampu memenuhi permintaan orang yang minta tolong kepada beliau.
Itulah sebahagian akhlaq Nabi Muhammad dalam Al Quran yang terbentuk oleh 9 yang kita kemukakan di antara 99 Al Asma-u lHusnay, asma-asma Allah yang terbaik.

Hendaknya pendidikan agama atas anak-anak kita oleh guru-guru dan dosen-dosen agama difokuskan pada menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai teladan dari segi akhlaq. Mengarahkan terhapusnya dalam benak mereka model trendi beridola kepada sesama manusia. Sehingga diharapkan anak-anak remaja kita terhindar dari perbuatan negatif, seperti menyiksa Maba, tawuran, mengekstasi, menarkotik, serta tingkah-laku negatif lainnya. WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 1 September 1996