22 September 1996

242. Antara Ibnu Khaldun dengan Silalahi dalam Konteks Berprilaku Ilmiyah

Dalam seri 241 hari Ahad yang lalu antara lain telah dikemukakan metodologi penelitian Ibnu Khaldun yang berpangkal pada Ayat Qawliyah dan mengadakan stratifikasi daerah penelitiaannya. Yaitu Ibnu Khaldun membagi daerah penelitiannya dalam lima daerah, yaitu daerah yang jauh ke selatan yang sangat panas, yang jauh ke utara yang sangat dingin daerah selatan yang dekat yang kurang panasnya, daerah utara yang dekat yang kurang dinginnya dan daerah pertengahan yang sedang panas dan dinginnya.

Walaupun Ibnu Khaldun hidup sangat jauh dari zaman didapatkannya ilmu statistik yang merupakan ilmu bantu yang sangat penting dalam penelitian baik dalam disiplin ilmu eksakta maupun non-eksakta, ia telah melakukan kegiatan ilmiyah, mengadakan stratifikasi daerah penelitiaannya, salah satu unsur ilmu statistik dalam prihal pengambilan sampel (sample, proefstuk).

***

Selanjutnya akan dikutip sebagian kecil dari seri 150 tertanggal 23 Oktober 1994 yang berjudul: Ujicoba yang Mubadzdzir. Seorang teknisi membuat ujicoba yang mubadzdzir. Ia melihat gampangnya saja. Ia merasa sudah cukup dengan melihat data input tekanan fluida kerja dan daya output yang dikonversikan oleh sebuah turbin air. Ia kemudian membuat turbin uap dengan data input dan daya output yang sama dengan data input dan daya output pada turbin air itu. Ia mempergunakan material turbin uap yang sama dengan material turbin air itu, sebab ia pikir data input dan daya outputnya sudah sama.

Apa yang terjadi, setiap selesai membuat turbin uap kemudian mengadakan ujicoba, hasilnya selalu gagal, sudu-sudunya patah. Apabila konstruksi turbin uap yang demikian itu disodorkan kepada seorang yang mengerti, yaitu sarjana teknik mesin, ia tidak akan mau mengadakan ujicoba. Kalau sarjana teknik mesin itu tahu sedikit tentang sastera, ia akan mengatakan:

Arang habis, besi binasa.
Tukang bekerja, penat saja.

Atau dengan bahasa Al Quran: Mubadzdzir. Ini dilarang Allah: wa La- Tubadzdzir Tabdziyran (S.Isra-, 26). Janganlah kamu
menghambur-hamburkan (tenaga, pikiran dan dana) secara boros (17:26).

Mengapa ujicoba itu selalu gagal? Turbin uap itu akan mengalami tegangan termal (thermal stress), sedangkan pada turbin air tidak, oleh karena keduanya beroperasi dalam kondisi suhu yang berbeda.

Dalam hal ujicoba lima hari kerja itu tidak ubahnya dengan perumpamaan di atas: turbin air dan turbin uap. Ujicoba lima hari kerja itu ternyata tanpa perhitungan cermat lebih dahulu, ibarat ujicoba yang dikerjakan oleh sang teknisi di atas tadi. Orang-orang yang diujicoba itu tak ubahnya sebagai material pada turbin itu. Yaitu orang-orang pada negara maju ibarat material pada turbin air. Orang-orang di Indonesia ibarat material pada turbin uap. Orang-orang di sini mengalami thermal stress, karena ruang kerjanya tidak ber-AC. Maka sesungguhnya tidaklah perlu mengadakan ujicoba, seperti sikap sarjana teknik mesin yang disodorkan padanya turbin uap dengan material yang sama dengan turbin air. Sebab insya Allah akan gagal, seperti gagalnya ujicoba yang dikerjakan oleh teknisi di atas itu. Sekian kutipan bagian yang dipersingkat dari seri 150 itu.

Baru-baru ini melalui media elektronik visual yang disebut televisi Menteri Silalahi secara resmi membantah pendapat umum yang beranggapan bahwa hari kerja lima hari itu sudah merupakan suatu keputusan. Ia meluruskan pendapat umum itu dengan omongan bahwa itu bukan keputusan, melainkan baru ujicoba. Setelah dievaluasi, demikian omongannya, ternyata hanya cocok di Jakarta saja. Artinya ujicoba itu menunjukkan kegagalan teori lima hari kerja, karena ternyata kinerja dan etos kerja PNS bukan bertambah seperti yang diharapkan, melainkan dalam kenyataannya menurun.

Kalau benar itu baru merupakan ujicoba ada yang patut disesalkan. Yaitu metode pelaksanaan ujicoba itu membawa akibat biaya tinggi, terjadi pemborosan. Mengapa seluruh populasi diujicoba. Memang ada pengecualian, yaitu sekolah-sekolah tidak diujicoba. Namun maksud Silalahi semula, betul-betul seluruh populasi, tidak terkecuali sekolah-sekolah. Urungnya sekolah-sekolah menjalani ujicoba itupun karena dilarang oleh Presiden atas saran para alim-ulama.

Silalahi telah mengabaikan salah satu aspek yang penting dalam pembangunan, yaitu modernisasi dalam konteks pemanfaatan ilmu dan teknologi dalam pembangunan. Ada yang terlecehkan dalam ujicoba itu. Yaitu untuk menghemat dana dan daya tidaklah perlu untuk mengujicoba seluruh populasi. Mengapa melecehkan ilmu statistik, yaitu mengapa populasi itu tidak diperciut dengan
mangambil sampel saja secara acak dengan stratifikasi terlebih dahulu? Mengapa Silalahi sampai hati untuk tidak menggubris ilmu bantu yang dapat menghemat biaya dan tenaga itu? Ataukah ungkapan ujicoba itu hanya sekadar kilah untuk menegakkan benang basah, mencoba membungkus kenyataan banyaknya dana dan daya yang terbuang percuma akibat "uji-coba" lima hari kerja itu?

Ada sedikit catatan tambahan, yaitu penggunaan ungkapan modernisasi di atas itu dengan modernisme dalam seri 241 yang lalu. Yang dimaksudkan dengan modernisasi adalah pemanfaatan ilmu dan teknologi dalam pembangunan untuk mendapatkan kinerja (efisiensi, efektivitas, produktivitas) yang lebih tinggi, dengan mengingat dalil dari kaidah agama:

WalalAkhiratu Khayrun Laka mina lUwlay (S. Adh Dhuhay, 4). Yang akhir itu lebih baik dari yang lalu (93:4).

Sedang yang dimaksud dengan modernisme adalah suatu aliran filsafat, bahkan di dunia barat banyak yang menganggapnya sebagai pandangan hidup. Modernisme berakar pada pencerahan (Aufklarung), artinya pencerahan adalah cikal bakal modernisme yang berintikan prinsip reasoning, yaitu empirisme dan positivisme. Ajaran Islam tidak menolak, bahkan sangat menekankan reasoning, menekankan empirisme dalam bingkai tertentu. Namun menolak positivisme yang mengabaikan bahkan menafikan Yang Ghaib dan alam ghaib, yang tak dapat dideteksi oleh pancaindera secara langsung, maupun yang melalui hasil deteksi oleh instrumen. Tegasnya ajaran Islam menolak sikap agnostik dan ateis. WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 22 September 1996