22 Februari 1998

311. Teori Relativitas Umum (1916)

Einstein kemudian memekarkan teorinya untuk keadaan gerak oleh pengaruh medan gravitasi. Itulah sebabnya teori yang dimekarkan ini disebut dengan Teori Relativitas Umum.

Pengalaman menunjukkan bahwa percepatan semua benda selalu sama dalam sebuah medan gravitasi tertentu. Misalnya semua jenis benda yang jatuh ke permukaan bumi akan mengalami percepatan yang sama besar, yaitu g. Karena itu perbandingan antara massa inertial dengan massa gravitasional akan sama untuk semua benda. Dan dengan pemilihan unit yang cocok, massa inertial akan sama dengan massa gravitasional. Alhasil dapatlah terungkap sebuah TaqdiruLlah, yaitu hukum kesetaraan antara massa inertial dengan massa gravitasional.

Hukum kesetaraan antara massa inertial dengan massa gravitasional di atas itu yang mengantar Einstein ke pangkal tolak dari Teori Relativitas Umum yang diperkenalkannya dalam tahun 1916. Pangkal tolak ini dikenal sebagai lift Einstein. Misalkan ada kotak lift yang bebas dari pengaruh medan gravitasi. Dalam lift itu terdapat dua orang pakar fisika dengan peralatan laboratoriumnya. Karena bebas dari pengaruh medan gravitasi, kedua pakar fisika dan peralatan laboratoriumnya itu melayang-layang dalam lift. Lalu tiba-tiba dalam lift itu semua isinya bergerak sejajar dalam arah yang sama ke "lantai" lift. Kedua pakar itu mempelajari gerak benda-benda dalam lift dengan instrumennya. Dan hasilnya ialah kedua pakar itu sepakat bahwa benda-benda itu bergerak ke arah "lantai" dengan percepatan a.

Mereka sepakat dalam hal hasil observasi, tetapi mereka berbeda dalam penafsiran. Yang satu mengatakan mereka sudah berada dalam daerah medan gravitasi yang besarnya a. Yang dia ukur tadi adalah massa gravitasional. Tetapi pakar yang satu lagi mengatakan bahwa sesungguhnya mereka tidak berada dalam medan gravitasi, melainkan lift mereka didorong ke atas dengan percepatan a. Benda-benda dalam lift sesungguhnya tidak bergerak, yaitu tunduk pada hukum inertia. Apa yang dia ukur adalah massa inertial. Tak seorang juapun di antara keduanya yang berhak mengatakan bahwa penafsirannyalah yang benar, oleh karena keduanya terkungkung dalam lift, tidak tahu situasi di luar lift.

Melalui lubang kecil pada dinding lift tampak sebuah benda lain datang bergerak berpapasan dengan lift. Keduanya mempelajari gerak benda itu dan sekali lagi mereka sepakat tetang hasil obseravasi mereka: Benda tersebut yang diluar lift bergerak dengan lintasan parabola. Akan tetapi penafsiran mereka itu berbeda lagi. Pakar yang satu mengatakan bahwa benda itu geraknya menurut lintasan parabola karena ditarik medan gravitasi ke bawah. Tetapi pakar yang lain mengatakan gerak benda di luar lift itu sesungguhnya bergerak menurut lintasan garis lurus, cuma kelihatannya saja sebagai parabola, karena lift mereka dengan seluruh isinya bergerak ke atas dengan percepatan a. Jika yang bergerak melintas itu adalah cahaya, maka kedua pakar itu akan sepakat pula tentang hasil observasinya. Namun berbeda pula penafsirannya. Pakar yang satu mengatakan bahwa cahaya itu geraknya menurut lintasan parabola karena ditarik medan gravitasi ke bawah, sedangkan pakar yang lain mengatakan gerak benda di luar lift itu sesungguhnya bergerak menurut lintasan garis lurus, cuma kelihatannya saja sebagai parabola, karena lift mereka dengan seluruh isinya bergerak ke atas dengan percepatan a. Penafsiran pakar yang pertama bahwa gravitasi "menarik" cahaya sangatlah asing atau "luar biasa" dalam mekanika klasik.

Newton sebagai peletak dasar ilmu mekanika melihat alam ini secara mekanis. Gravitasi merupakan gaya, sehingga dalam mekanika klasik diajarkan cahaya tidak dapat ditarik oleh gravitasi. Namun Einstein berdasar atas fenomena kesetaraan massa inersial dengan massa gravitasional dengan ilustrasi "lift Einstein" mempunyai pandangan yang lain sama sekali. Einstein tidak melihat alam ini secara mekanis, melainkan secara matematis, yaitu gambaran: kontinuum ruang-waktu (space-time continuum) berdimensi empat. Bentuk ruang-waktu ditentukan oleh materi. Di sekitar materi geometri ruang-waktu ini lengkung. Gravitasi adalah manifestasi lengkungnya geometri ruang-waktu. Disekitar materi terbentuk "alur" yang disebut dengan "geodesic line". Semua benda termasuk cahaya bergerak mengikuti alur geodesic line tersebut. Inilah gambaran baru gravitasi, menurut Einstein.

Dengan gambaran baru tentang gravitasi itu, Einstein memanfaatkan peralatan dan fasilitas yang telah tersedia, yaitu kalkulus tensor, geometri Minkowsky dan geometri Riemann untuk dapat menghasilkan hukum baru tentang gravitasi. Dengan kalkulus tensor, Einstein mendapatkan Persamaan Medan Einstein (Field Equation of Einstein). Dari persamaan medannya itu Einstein menghisab sudut penyimpangan cahaya bintang-bintang akibat gravitasi matahari, besarnya 1.75". Ini harus dibuktikan dengan observasi atau ru'yah.

Hisab Einstein tentang penyimpangan cahaya 1.75" ini diuji-coba dengan ru'yah Eddington cs tatkala gerhana matahari penuh pada tanggal 29 Mei 1919 di Sobral (Brazilia) dan di pulau Principe (Afrika Barat). Mengapa ru'yah itu dilaksanakan ketika gerhana penuh, ialah karena pada saat itu instrumen yang meru'yah cahaya bintang-bintang tidak silau oleh terangnya matahari, karena langit gelap di siang hari. Hasil ru'yah menunjukkan bahwa teori Einstein tentang pengaruh medan gravitasi terhadap cahaya terbukti benar. Walaupun secara kuantitatif terdapat sedikit penyimpangan antara hisab Enstein dengan ru'yah Eddingto cs, namun penyimpangan itu tidaklah signifikan.

Catatan:
Terlepas dari tujuan ujicoba hisab Einstein, pada gerhana matahari penuh itu terikutlah pula difoto pinggir matahari yang disebut corona. Pada bagian paling luar corona itu nampak zat yang disedot oleh matahari dari ruang sekelilingnya. Artinya ruang antar bintang itu tidak hampa, melainkan diisi oleh dukhan: Tsumma Staway Ila- sSma-i waHiya Dukhanun (S. Fushshilat, 41:11 ), artinya: Kemudian (Allah) menyempurnakan (urusanNya) ke langit yang dia itu dukhan. Dalam ayat tersebut as Sama-u dalam bentuk mufrad (singular) sehingga yang dimaksud bukanlah benda-benda langit, melainkan ruang antar bintang yang berisi dukhan, yaitu zat antar bintang, zat interstellair. Demikianlah sisi lain dari hasil observasi gerhana matahari penuh tersebut, yaitu dukhan sudah dapat difoto. Dan karena ruang antar bintang itu tidak hampa, maka pada hakekatnya benda-benda langit itu berenang. Itulah makna berenang, Yasbahuwna, dalam S. Yasin 40, yang telah dikutip dalam Seri 309. WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 22 Februari 1998