28 Mei 2000

425. Usul Pencabutan Tap MPRS No.XXV/MPRS/1966 Tidak Perlu Diagendakan dalam SU MPR

Dalam dialog yang dipandu oleh Muhammad Sobary (LKBN) dan Ari Purnomo Adji (TVRI) di Istana Merdeka Gus Dur mengemukakan ia tidak akan ngotot supaya usulnya diterima oleh MPR mengenai pencabutan Tap MPRS No.XXV/MPRS/1966, namun dalam pada itu Gus Dur tetap ngotot mengusulkan pencabutan Tap itu kepada MPR.

Ada 4 buah pikiran Gus Dur yang menarik untuk ditanggapi:
Pertama, menurut Gus Dur Tap MPRS No.XXV/MPRS/1966 itu bertentangan dengan UUD-1945, oleh karena dalam UUD kita itu tidak ada dicantumkan pelarangan komunisme. Jika cara berpikir Gus Dur ini yang diperturutkan, maka orang dapat pula berkata bahwa dalam UUD-1945 juga tidak dijumpai Pancasila. Coba cari di mana dalam UUD-1945 ada disebutkan Pancasila. Yang ada adalah substansi Pancasila pada Pembukaan, alinea ke-4. Maka demikian pula pelarangan komunisme secara substantif ada berturut-turut pada alinea ke-4 pada Pembukaan dan dalam Psl.29 UUD-1945, yaitu dalam substansi Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar negara. Artinya menjadi tugas negara cq eksekutif untuk melarang gerakan radikal komunisme yang bertumpu pada buah pikiran marxisme (Untuk selanjutnya ungkapan ini dipendekkan menjadi marxisme-komunisme).

Dalam Seri 420 yang berjudul Pandangan Marxisme Tentang Agama, telah dijelaskan bahwa marxisme, yaitu kekafiran materialisme versi Marx, menolak semua eksistensi di luar materi, kafir akan eksistensi Tuhan dan berspekulasi bahwa Tuhan tidak lain dari refleksi kekuatan misterius di belakang sistem sosial-ekonomi kelas borjuis, yaitu kekuatan ragam produksi. Dan bahwa agama tidak lain dari obat bius yang disuntikkan oleh kelas atas untuk mengisap kelas bawah, sehingga marxisme memberikan karakteristik pada agama sebagai candu bagi rakyat.

Kedua, menurut Gus Dur jika negara sampai melarang suatu paham dia dapat pula melarang paham-paham lain dan itu berarti menentang HAM. Gus Dur perlu diperingatkan bahwa menurut alinea ke-4 UUD-1945 salah satu tugas pemerintah ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Maka dalam rangka melindungi itu pemerintah berkewajiban melarang marxisme-komunisme, yang sangat berbeda dari paham-paham yang lain. Yaitu, dari segi teoritis, marxisme bukan hanya sebagai buah pikiran tok. Marx berkata: The philosopher have only interpreted the world; the point is however to change it. Dalam "Communist Manifesto", yang juga biasa disebut dengan "Worker's Declaration of Independence", Marx-Engels berkata: aims can only be achieved by the violence overthrow of the whole contemporary social order. Demikianlah Karl Marx mengeritik semua buah pikiran para filosof yang hanya menafsirkan dunia. Pada pokoknya buah pikiran itu menurut marxisme harus diupayakan untuk dibumikan dalam dunia nyata dengan gerakan revolusioner yang radikal untuk mengobrak-abrik menumbangkan tatanan sosial secara menyeluruh. Kemudian dari segi empiris, sambaran kilat agitasi "Communist Manifesto", membuahkan gerombolan marxis-komunis sudah dua kali menyulut fitnah di bumi Indonesia, yaitu pemberontakan Madiun dan Gestapu. ALFTNT ASYD MN ALQTL (S. ALBQRT, 191), dibaca: al fitnatu asyaddu minal qatli (s. albaqarah), artinya: Fitnah itu lebih keras dari pembunuhan (2:191).

Sebab itu melarang marxisme-komunisme yang sangat berbeda dari paham-paham lain, yang sangat membahayakan segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, tidaklah melanggar HAM. Memang HAM mempunyai wawasan internasional, namun dalam wawasan luas itu terdapat pula wawasan spesifik dan prioritas untuk setiap negara dan bangsa, dan bagi bangsa Indonesia, yang spesifik dan prioritas pertama tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD-1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ketiga, menurut Gus Dur PKI itu harus dilawan dengan tindakan bukan dengan Tap MPRS. Uraian teoritis serta fakta-empiris yang tersebut dalam butir dua, menunjukkan gunanya Tap MPRS No.XXV/MPRS/1966. Tap tersebut adalah sebagai rencana tindakan yang diamanahkan kepada pemerintah untuk menindak lanjuti pelarangan PKI. Jadi seharusnya Gus Dur berucap: PKI itu harus dilawan dengan tindakan sesuai dengan amanah Tap MPRS No.XXV/MPRS/1966, MPRS sebagai perencana dan pemerintah sebagai pelaksana melarang marxisme-komunisme.

Keempat, menurut Gus Dur pencabutan suatu Tap MPR bukanlah sesuatu yang menakutkan. Memang itu benar, siapa mesti takut! Namun secara teknis mencabut Tap MPRS No.XXV/MPRS/1966 bukanlah pekerjaan sederhana. Sebab Tap MPR No.V/MPR/1973 tentang peninjauan beberapa Tap MPRS telah mengukuhkan tetap berlaku Tap MPRS No.XX, XXV, XXIX/MPRS/1966. Jadi ibarat pohon karena akar-akarnya telah terjalin, jika pohon Tap MPRS No.XXV/1966 dicabut, haruslah pula dicabut Tap MPR No.V/1973. Namun jika Tap MPR No.V/1973 dicabut akan berakibat tercabutnya pula Tap No.XX dan XXIX/1966, sebaliknya akan tertanam (baca: berlaku) kembali Tap-Tap yang dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Tap MPR No.V/1973 tersebut, yaitu Tap MPRS No.XII, XXI, XXIII, XXIV, XXVII XXVIII dan XXXII, semuanya tahun 1966. Jadi secara teknis sangat rumit.

Lagi pula Gus Dur harus juga mengusulkan kepada DPR supaya UU No.27 thn 1999 direvisi, karena UU tersebut dengan tegas menyatakan melarang penyebaran, pengembangan marxisme-komunisme atau bentuk perwujudan lainnya (Psl.107a), serta menegaskan bahwa dipidana penjara 15 tahun barang siapa yang mendirikan yang diketahui atau patut diduga menganut ajaran komunisme/marxisme-leninisme dalam segala bentuk perwujudannya, barang siapa yang mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada organisasi, baik di dalam maupun di luar negeri, yang diketahui berasaskan marxisme-komunisme dalam segala bentuk dan perwujudannya (Psl.107e).

Walhasil, demi efisiensi dalam SU MPR tahun 2000 ini tidak perlu diagendakan Tap MPRS No.XXV/MPRS/1966. Ini adalah penegasan ulang, seperti telah ditegaskan dalam Seri 418, tanggal 9 April 2000. Walaupun tiap-tiap tahun berikutnya Tap tersebut tetap diusulkan dalam SU MPR, tetap tidak usah diagendakan. Anjing menggonggong kafilah lalu, demikian kata pepatah. SU MPR jalan terus dari tahun ke tahun tanpa mengagendakan usulan tersebut. WaLlahu A'lamu bi Al Shawa-b.

*** Makassar, 28 Mei 2000