10 September 2000

440. Aryanti – Gus Dur

Dalam kalangan orang-orang kampung generasi saya ke atas, di daerah asal saya (Selayar), saya tidak tahu bagaimana menurut orang-orang di daerah lain, ada pendapat yang mengatakan, bahwa dalam hal sex ada tiga golongan yang tidak dapat dipercaya betul: uru-uruna tupanrita, makaruana tutoa, makatalluna, tuampa abbakka', pertama ulama, kedua orang tua dan ketiga ABG. Mengapa tupanrita, oleh karena setan anak buah iblis yang menggodanya berpangkat jinarala (jenderal), lagi pula tupanrita itu mempunyai ilmu penghapus dosa. Mengapa tutoa, oleh karena golongan ini mencari biasanya. Mengapa tuampa abbakka', oleh karena kalangan ABG ini mau coba-coba. Itu adalah pendapat the man on the street, teori kampungan yang kebenarannya masih diragukan, seperti kebenaran teori Id. Seperti diketahui menurut Sigmund Freud (disebutkan froid), Id itu bagian dari psyche, sumber energi instinktif yang disebut libido yang berkarakteristik sexual. Teori kampungan, digeneralisasikan dari sejumlah kecil kasus di kampung, demikian pula teori Id dari Freud digeneralisasikan dari kasus-kasus pasien Sigmund Freud. Sedangkan menurut kenyataan generalisasi yang ditarik oleh Sigmund Freud sampai sekarang belum diuji-coba dengan penelitian statistik, sehingga sampai sekarang tidak dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiyah, hanya taken for granted belaka, apatah pula teori kampungan tiga golongan tupanrita, tutoa, dan tuampa abbakka' tersebut.

Kasus Aryanti - Gus Dur memang pelik untuk memilih salah satu dari tiga kemungkinan yang berikut:

Kemungkinan yang pertama, Gus Dur difitnah untuk tujuan politik. Apabila ini yang benar, maka yang berwajib harus membawa Aryanti ke pengadilan karena mencemarkan nama baik seorang Presiden, atau sekurang-kurangnya Gus Dur harus menutut Aryanti secara pribadi. Kalau memang pengadilan dapat membuktikan Gus Dur difitnah, maka hakim tentu akan memvonis Aryanti. Namun lembaga peradilan kita yang sangat merosot di mata masyarakat, akan dengan sinis ditanggapi sebagai pengadilan sandiwara. Maka dalam hal ini Gus Dur serba salah, tidak menuntut Aryanti dikatakan mesti memang ada apa-apanya mengapa tidak menutut, jika menuntut dan Aryanti divonis, orang akan mengatakan pengadilan sandiwara. Itulah sebabnya barangkali mengapa Gus Dur hanya mengatakan, serahkan saja kepada masyarakat. (Beberapa ibu rumah tangga tamu isteri saya yang datang bertamu di rumah secara tidak bersamaan, yang melihat print out dari internet mengenai foto dan cerita Aryanti - Gus Dur berkomentar bahwa memang foto itu enak dilihat dan ceritanya enak dibaca, namun ibu-ibu itu tidak yakin akan kebenarannya secara intuitif keibuan).

Kemungkinan kedua, Haji Sulaiman sekongkol dengan Aryanti berbohong kepada Gus Dur bahwa Aryanti sudah janda. Maka dalam hal ini dari pihak Gus Dur tidak dapat disalahkan oleh karena untuk menikahi janda cukup dengan dua orang saksi, karena janda tidak memerlukan wali lagi. Jika kemungkinan ini yang benar, apakah foto mereka berdua asli atau rekayasa teknologis montage tidak ada permasalahan, karena dari pihak Gus Dur sendiri menganggap bahwa berfoto secara mesra itu adalah dengan isteri yang telah dinikahinya.

Kemungkinan ketiga, memang keduanya bermukah (overspel, sekarang populer dipakai istilah selingkuh). Ini juga sangat sukar dibuktikan dalam pengadilan. Foto yang mesra itu, yang diprint out dari internet menjadi bahan perbincangan ibu-ibu tamu-tamu isteri saya di rumah. Bayangan di bawah dagu Aryanti lebih panjang dari bayangan di bawah dagu Gus Dur, dan arah bayangan di bawah dagu keduanya itu mencurigakan dari sumber penerangan yang sama. Sedangkan foto yang diprint out dari internet telah diragukan oleh ibu-ibu yang bukan expert, maka akan menjadi lebih runyam jika foto dari klise yang asli diperdebatkan pula oleh para expert dalam sidang pengadilan.

Dalam hal yang demikian itu ada penggarisan dalam Syari'at Islam: YAYHA ALDZYN AMNWA AN JA^KM FASQ BNBA FTBYNWA AN TSHYBWA QWMA BJHALT FTSHBHWA 'ALY MA F'ALTM NADMYN (S. ALHJRAT, 6), dibaca: ya-ayyuhal ladzi-na a-manu- iny ja-kum fa-siqum binabain fatabayyanu- an tushi-bu qawman bijaha-latin fatushbihu- 'ala- ma- fa'altum na-dimi-n (s. al hujura-t), artinya: Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang-orang fasiq dengan annaba', maka lakukanlah tabayyun, jangan sampai kamu tanpa pengetahuan menimpakan musibah kepada suatu kaum, lalu kamu menyesal atas perbuatanmu (49:6).

Tabayyun adalah bahasa Al Quran yang dibentuk oleh akar kata yang terdiri dari 3 huruf: BA, YA, NUN, artinya "jelas". Tabayyun bermakna mengusut, mencari kejelasan tentang suatu ALNBa^ (dibaca: annaba-'). Dalam bahasa komunikasi politik kontemporer annaba' disebut "bisikan-provokasi" dan tabayyun disebut "klarifikasi".

Jadi bagaimanapun juga menurut Syari'at Islam harus dilakukan klarifikasi mengenai heboh Aryanti - Gus Dur tersebut. Namun ada dua persyaratan yang harus dipenuhi supaya yang berwajib berkewajiban melakukan klarifikasi. Syarat yang pertama, ke-7 kata dari Piagam Jakarta dimasukkan ke dalam Pasal 29 Batang-Tubuh UUD-1945. Syarat yang kedua, citra lembaga peradilan sudah baik di mata masyarakat. Sebelum kedua syarat ini dipenuhi jangan harap akan ada penyelesaian secara tuntas atau sekurang-kurangnya klarifikasi yang jernih.

Dari ibu-ibu rumah tangga tamu isteri saya yang datang bertamu dirumah terasa elok kiranya disampaikan kepada khalayak pembaca kolom ini. Bahwa Aryanti sangatlah mencoreng martabat perempuan, bukan karena kesediaannya membeberkan fotonya bersama dengan Gus Dur, melainkan adalah perbuatan nista, menjijikkan tanpa malu-malu menyatakan bahwa dirinya yang masih berstatus sah isteri orang lain telah melakukan hubungan intim layaknya suami isteri dengan Gus Dur yang dimulai sekitar bulan Oktober 1995 di Bali. Tanggapan ibu-ibu tersebut memperkuat bahwa Aryanti tergolong dalam salah seorang di antara orang-orang fasiq yang datang membawa annaba', seperti yang dimaksud dalam ayat (49:6) yang dikutip di atas itu. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.

*** Makassar, 10 September 2000