3 November 2000

452. Upaya Konstitusional Penegakan Syari'at Islam

Pada hari Ahad, 30 Sya'ban 1421 H, 26 November 2000 M diselenggarakan Musyawarah Ummat Islam dalam rangka Pembentukan Komite Persiapan Penegakan Syari'at Islam (KPPSI) Makassar bertempat di Gedung Lestari 45. Keesokan harinya kita mengapresiasi, menikmati penegakan rukun keempat dari Syari'at Islam, yaitu puasa Ramadhan. Hari ini kita sedang bersaum memasuki hari yang ketujuh. Organsiasi-organisasi da'wah sebagai pressure group yang segera direspons secara positif oleh Pemerintah Kota, telah berhasil menciptakan iklim kondusif untuk melaksanakan rukun keempat ini. Suasana kondusif yang dimaksud adalah tempat-tempat maksiyat, yang juga menjadi pasar gelap transaksi narkoba, telah ditutup atas perintah (bukan himbauan) Pemerintah Kota. Penutupan tempat-tempat maksiyat itu di samping menciptakan iklim kondusif untuk melaksanakan ibadah puasa, menegakkan rukun keempat Syari'at Islam, juga membawa kelegaan bagi para isteri-isteri, meredakan pertengkaran (saya banyak menerima keluhan-keluhan pertengkaran itu) baik yang muslim maupun yang non muslim. Yaitu suami-suami mereka yang ketagihan ke night club, pemicu pertengkaran-pertengkaran rumah tangga itu, kini dapat bersantai-santai, berhandai-handai dengan anak isteri sepulang shalat tarwih (bagi yang muslim), ataupun sesudah makan malam (bagi yang non-muslim). Isteri-isteri itu tidak lagi kesal menunggu-nunggu suaminya pulang larut malam dari night club. Demikianlah suasana Ramadhan ini membawa pula himbas kerukunan dalam kehidupan berumah tangga bagi para non-muslim.

***
Dalam Musyawarah Ummat Islam dalam rangka Pembentukan Komite Persiapan Penegakan Syari'at Islam (KPPSI) Makassar seperti disebutkan di atas itu, saya adalah salah seorang penyaji dalam diskusi mengenai topik: Taktik dan strategi KPPSI Sulawesi Selatan Dalam Penegakan Syari'at Islam.
Saya mulai dengan mengemukakan dalam diskusi itu bahwa taktik dan strategi penegakan Syari'at Islam haruslah berpedoman pada Syari'at Islam itu sendiri, yaitu Firman Allah SWT (translitersi huruf demi huruf demi keotentikan):
-- WLTKN MNKM UMT YD'AWN ILY ALKHYR WY^MRWN BALM'ARWF WYNHWN 'AN ALMNKR (S. AL'AMRAN, 104), dibaca: waltakum mingkum ummatun yad'u-na ilal khayri waya'muru-na bilma'ru-fi wayanhawna 'anil mungkari (s. ali 'imra-n), artinya: Mestilah ada di antara kamu yang mengajak kepada kebajikan, dan memerintahkan berbuat baik serta mencegah kemungkaran (3:104). Syari'ah ini menunjukkan dua hal yang sifatnya berbeda, yaitu pertama mengajak dan kedua memerintahkan serta mencegah. Orang yang mengajak tidak mempunyai wewenang atau kekuasaan terhadap orang yang diajaknya. Ibarat di luar kantor oknum gubernur mengajak oknum bupati pergi mancing. Orang yang memerintahkan mempunyai wewenang atas orang bawahannya. Ibarat gubernur mempunyai wewenang untuk memerintahkan sesatu kepada bupati dalam batas wewenangnya.

Waltakum mingkum ummatun dalam ayat di atas menunjukkan ummat Islam harus membentuk kelompok ataupun organisasi dari jenis yang bersifat mengajak dan kelompok ataupun organisasi dari jenis yang memerintahkan serta mencegah. Pembentukan kedua jenis organisasi itu wajib hukumnya oleh karena ayat (3:104) dimulai dengan kalimah WLTKN (waltakun), yaitu terdapat lam alamr, huruf lam yang menyatakan perintah. Oleh sebab itu wajib hukumnya membentuk organisasi da'wah yang mengajak ummat manusia kepada kebajikan dan organisasi politik yang dapat memerintahkan ummat manusia untuk berbuat baik dan mencegah ummat manusia berbuat jahat.

Mengapa organisasi politik dikatakan dapat memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran oleh karena politik itu adalah macht vorming en macht aanwending, membentuk dan mempergunakan kekuatan. Dalam tatacara bernegara kekuatan politik diperoleh melalui Pemilu. Yang menang dalam Pemilu dapat membuat hukum-hukum positif dan "memaksakan" pelaksanaannya (law en"force"ment) top down.

Organisasi da'wah secara sendiri perlu tetapi belum cukup. Juga organisasi politik secara sendiri perlu tetapi belum cukup. Barulah perlu dan cukup jika kedua jenis organisasi itu bersinergi. Organisasi da'wah menempuh jalur dari bawah ke atas (bottom up), sedang organisasi poltik menempuh jalur dari atas ke bawah (top down). Keduanya bersua di tengah-tengah. Organisasi da'wah berupaya memasyarakatkan (mensosialisasikan) Syari'at Islam, sedangkan organisasi politik yang berdasarkan Islam berupaya menjadikan Syari'at Islam sebagai sumber hukum-hukum positif. Organisasi da'wah menjadi pressure group atas pemerintah dan pranata hukum, itulah taktik dalam menegakan Syari'at Islam. Adapun menjadikan Syari'at Islam sebagai sumber hukum-hukum positif, itulah strateginya.

Contoh-contoh di lapangan dalam segi upaya taktis sudah dapat kita lihat. Yaitu bagaimana organisasi masyarakat dalam wujud da'wah nahi mungkar seperti Forbes di Bantaeng, Bulukkumba dan Bone bersinergi dengan pranata hukum yang dalam hal ini kepolisian memerangi kejahatan dan bagaimana organsasi da'wah di kota Makassar ini bersinergi dengan Pemerintah Kota dalam menciptakan iklim kondusif untuk bersaum dengan menutup night club dalam bulan Ramadhan. Upaya organsisasi da'wah ini sebagai pressure group dapat dilanjutkan supaya Pemerintah Kota untuk seterusnya, bukan dalam bulan Ramadhan saja, menutup night club. Para pramuria dapat dialihkan kepada proyek-proyek JPS, seperti kita lihat sekarang banyak karyawati yang berkativitas dalam proyek-proyek JPS tersebut, sedangkan pengusaha night club mengalihkan usahanya kepada usaha-usaha positif yang tidak merusak moral anak-anak bangsa dan tidak menumbulkan pertengkaran dalam keluarga, karena para suami ibu-ibu itu ketagihan night club.

Sedangkan upaya strategis ialah bagaimana partai-partai politik Islam dapat meraup suara sebanyak-banyaknya sehingga cukup untuk dapat menimba dari Syari'ah untuk dijadikan hukum positif (baca: Perda) dalam Otoda nanti, dan selanjutnya dapat menjadikan Syari'ah sebagai sumber hukum-hukum positif dalam Otonomi Khusus yang harus diperjuangkan secara konstitusional kelak, insya-Allah. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.

*** Makassar, 3 November 2000