9 September 2001

491. Syari'at Islam vs Sekularisme

Demi keotentikan, sebagai pertanggung-jawaban kepada Allah SWT, dalam kolom ini setiap ayat Al Quran ditransliterasikan huruf demi huruf. Bila pembaca merasa "terusik" dengan transliterasi ini, tolong dilampaui, langsung ke cara membacanya saja.

Syari'at Islam (selanjutnya disebut Syari'ah) diklasifikasikan atas: 'aqidah (ikatan), hukum-hukum Syari'ah dan akhlaq. Klasifikasi menurut Al Hadits: iman, islam dan ihsan. Kalau kedua cara klasifikasi itu digabungkan, maka menjadilah: 'aqidah/iman, hukum-hukum Syari'ah/Islam dan akhlaq/ihsan.

'Aqidah/iman tercakup dalam S. Al Fatihah, ayat 1 s/d 4, hukum-hukum Syari'ah/Islam tercakup dalam S. Al Fatihah, ayat 5, dan akhlaq/ihsan tercakup dalam S. Al Fatihah, ayat 6 s/d 7.

Catatan: Islam dalam pengertian sangat luas, yaitu semua mkhluq ciptaan Allah, tunduk terhadap taqdiruLlah (QS Ali 'Imraan, 23). Islam dalam pengertian luas, yaitu semua agama yang dibawakan oleh para Rasul sejak dari Nabi Adam AS sampai kepada Nabi Muhammad SAW (QS AlBaqarah, 136 dan S. Ali 'Imraan, 19). Islam dalam pengertian khusus yaitu Risalah yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW S. Al Maaidah, 3). Islam dalam pengertian sangat khusus ialah Rukun Islam (Hadits, R. Bukhari). Adapun pengertian Islam dalam klasifikasi di atas itu ialah dalam pengertian yang sangat khusus, yaitu Rukun Islam.

Dalam Syari'ah tidak dikenal dengan apa yang disebut dengan sekularisme (akan dijelaskan di bawah). Hukum-hukum Syari'ah, yaitu SunnatuLlah, bukan hanya sekadar menyangkut peribadatan ritual, tetapi menyangkut semua aspek dalam kehidupan individual, bermasyarakat dan bernegara. Itulah yang disebut Kaffah (totalitas). Contoh: sistem perekonomian harus di atas paradigma:
-- KY LA YKWN DWLT BYN ALAGHNYAu MNKM (S. ALhSYR, 7) dibaca: kay la- yaku-na du-latan baynal aghniya-i minkum(s. alhasyr), artinya: supaya kedaulatan (ekonomi) tidak hanya (beredar) diantara orang-orang kaya di antara kamu (59:7). Dalam proses pengembilan keputusan politik: WAMRHM SYWRY BYNHM (S. ALSYWRY, 38), dibaca: wa amruhum syura- baynahum (s. asysyu-ra-), artinya urusan mereka dimusyawarakan di antara mereka (42:38). Syura sudah diadopsi menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia yaitu musyawarah. Sudah menjadi kosa kata bangsa kita, tetapi secara rasa bahasa belumlah diapresiasi. Syura dibentuk oleh akar kata Syin, Waw, Ra, artinya mengambil madu dari sarang lebah. Dengan rasa bahasa ini, maka jiwa musyawarah dalam proses pengambilan keputusan bukanlah setengah di tambah satu. Jiwa musyawarah menurut rasa bahasa asalnya ialah bagaimana keputusan diambil secara arif bijaksana sehingga keputusan itu tidak mengandung potensi konflik di belakang hari (baca: sengatan lebah).

Sekularisme difahamkan seperti berikut. Secularism (Lt, saeculum = world): a system of political philosophy that reject all forms of religious faith. Orang-orang yang tidak beragama terdiri atas kelompok atheist, agnostik dan deist. Atheist bersikap menolak Tuhan, agnostik bersikap indiferent, ada atau tidak adanya Tuhan sama saja, kedua kemungkinan itu tidak dapat dibuktikan. Deist percaya akan adanya Tuhan, tetapi menolak adanya komunikasi antara Tuhan dengan manusia, jadi tidak percaya kepada nabi-nabi. Para deist hanya percaya kepada Tuhan sebagai pencipta, sedangkan hasil ciptaan Tuhan dibiarkan begitu saja layaknya arloji otomatis. Maka logislah jika atheist, agnostik, deist penganut sekularisme karena tidak percaya akan Tuhan, ragu akan Tuhan dan tidak percaya adanya wahyu.

Bagi orang-orang yang beragama, yaitu theist (percaya adanya Tuhan dan wahyu) yang agamanya hanya menyangkut peribadatan ritual yang sifatnya pribadi, yaitu hanya menyangkut hubungan antara manusia dengan Tuhan, tidak mempunyai konsep tentang aspek kehidupan bermasyarakat berpolitik berekonomi dan bernegara, maka sekularisme bagi mereka adalah suatu keniscayaan. Ambillah contoh misalnya: "Geeft dan den Keizer wat des Keizers is, en Gode wat Gods is (Marcus 12:17)", berikanlah kepada Kaisar yang milik Kaisar, dan berikanlah kepada Tuhan apa yang miliknya Tuhan. Dari Marcus (12:17) ini diturunkanlah paradigma sekularisme yang terkenal dalam sejarahnya orang barat: "Scheiding tussen staat en kerk", pemisahan atau dikhotomi antara negara dengan gereja.

Sekularisme dalam dunia politik dan kenegaraan yang mendikhotomikan antara negara dengan agama, kita jumpai pula dalam dunia ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang berlandaskan paradigma positivisme, juga mendikhotomikan antara ilmu dengan agama. Positivism is a philosophical system concerned with positive facts and phenomena. Positivisme menolak semua yang tidak dapat dideteksi oleh pancaindera baik secara langsung maupun tidak langsung dengan bantuan instrumen.

Syari'ah dengan prinsip kaffah mencakup pula dalam hal kelengkapan informasi dalam proses mengilmu. Yang dimaksud dengan kelengkapan informasi sebagai input bagi proses mengilmu ialah ayat qawliyah (Al Quran) dan ayat kawniyah (alam syahadah, physical world). Sebagai contoh sederhana tentang definisi sekuler mengenai mati: Seseorang dikatakan sudah mati jika otaknya sudah tidak berfungsi lagi. Definisi sekuler mengenai mati ini dianut pula oleh para dokter-dokter Muslim. Definisi kaffah tentang mati: Seseorang dikatakan sudah mati kalau ruh sudah meninggalkan jasadnya. Ini dapat dideteksi dari phenomena otaknya sudah tidak berfungsi lagi. Saya belum pernah mendengarkan seorang dokterpun yang mendefinikas mati secara kaffah ini. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.

*** Makassar, 9 September 2001