1 Desember 2002

552. 1 Syawal 1423 H

'An Abiy Hurayrata yaquwlu qaala nNabiyyu Sh M shuwmuw liru'yatihi wa afthuruw liru'yatihi fain ghubbiya 'alaykum fakmiluw 'iddata sya'baana tsalaatsiyn (RB), artinya: Dari Abu Hurayrah (ia) berkata: Nabi SAW (telah) bersabda puasalah kamu apabila melihatnya (al Hilal) dan berbukalah apabila kamu melihatnya dan jika bulan tertutup atasmu maka sempurnakanlah bilangan Sya'ban tiga puluh (diriwayatkan oleh Bukhari).

Ahlu rRu'yah (dari Ra, Alif,Ya, melihat) yang mempergunakan pendekatan tekstual memahamkan bulan sabit (al Hilal) baru spb: Timbulnya al Hilal baru apabila setelah matahari terbenam, al Hilal dapat diru'yah, yaitu berdasar atas 'ainulyaqin. Al Hilal barulah dapat diru'yah, jika tingginya di atas ufuk antara 3.4 - 4 derajat, karena saat itu mata ataupun instrumen tidak silau lagi oleh sinar matahari. (Karena matahari bergeser ke utara dan selatan, maka jarak titik terbenam bulan dengan titik terbenam matahari bervariasi. Untuk jarak paling dekat, al Hilal baru dapat dilihat jika tingginya 4 derajat untuk jarak terdekat, dan 3.4 derajat untuk yang terjauh). Demikianlah Ahlu rRu'yah memakai prinsip ainulyaqin, atau legitimasi formal.

Ahlu lHisab (dari ha,Sin,Ba, menghitung) yang mempergunakan pendekatan kontekstual memahamkan al Hilal baru spb: Timbulnya al hilal baru apabila setelah matahari terbenam, al Hilal sudah ada di atas ufuk, walaupun al Hilal tidak dapat diintizhar (dipantau) karena mata ataupun instrumen masih silau walaupun matahari telah terbenam. Pendekatan kontekstual ini ditopang oleh ayat:
-- FMN SYHD MNKM ALSYHR FLYSHMH (S. ALBAQRT, 185), dibaca: fa man syahida mingkumush shayra falyashumhu, artinya maka barang siapa menyaksikan "asysyahr", maka mestilah mempuasakannya (2:185). Syahr(un) tidak diterjemahkan, sebab tidak ada bahasa Indonesianya. bahasa Inggrisnya ialah month. Menurut ayat (2:185) syahr (month) itu disaksikan (syahida). Jadi sabda Nabi Muhammad SAW: shuwmuw liru'yatihi, berpuasalah karena melihatnya, hendaklah dipahamkan dalam konteks ayat syahida mingkumusy syahra, menyaksikan asysyahr (month). Syahr (month) tidak dapat dilihat dengan mata kasar, karena itu bukan benda kasar, melainkan "hitungan bulan", maksudnya Ramadhan, yang hanya dapat disaksikan dengan hisab. Demikianlah, ahlu lHisab memakai prinsip ilmulyaqin, atau legitimasi faktual.

Jadi Ahlu rRu'yah memfokuskan pada teks "melihat" al Hilal, sedangkan Ahlu lHisab memfokuskan pada konteks "menyaksikan" asysyahr dengan perhitungan (hisab), yaitu al Hilal di atas ufuk. Yang menjadi masalah sejak dahulu sampai dewasa ini ialah legitimasi formal dengan faktual itu belum dapat dipertemukan, masih dalam status quo. Lalu sebagai realitas status quo itu, bagaimana seharusnya kita bersikap supaya tidak kebingungan?

Pada tempat-tempat di permukaan bumi di mana matahari dan bulan terbenam pada detik yang sama, artinya tinggi al Hilal tatkala matahari terbenam adalah 0 derajat, maka tempat-tempat tersebut merupakan daerah perbatasan antara akhir bulan Ramadhan dengan permulaan bulan Syawwal. Tempat-tempat perbatasan tersebut berupa kurva (garis lengkung).

Setiap mathla' di globa ini akan mendapat giliran secara adil dilalui oleh garis batas itu. Di sebelah timur garis batas itu baru merupakan akhir Ramadhan, baik menurut hisab maupun menurut ru'yah, karena al Hilal masih di bawah ufuk tatkala matahari terbenam dan dengan sendirinya pula tidak dapat diru'yah. Karena dilihat dari bumi pada bola langit, gerak matahari lebih cepat dari bulan, maka sebelah barat garis batas itu matahari lebih dahulu terbenam mendahului bulan, artinya bulan sudah di atas ufuk tatkala matahari terbenam. Bagi daerah yang setelah matahari terbenam tinggi al Hilal 3.4 - 4 derajat ke atas, maka akan terjadilah kecocokan antara ru'yah dengan hisab.

Lalu bagaimana yang di sebelah barat garis batas dimana tatkala matahari terbenam tinggi al Hilal antara 0 dengan 3.4 - 4 derajat, yaitu terjadi perbedaan antara ru'yah dengan hisab, berhubung al Hilal sudah di atas ufuk namun tak mungkin diru'yah karena mata ataupun instrumen masih silau oleh sinar matahari? Tidaklah perlu bingung. Resepnya, pahamkanlah secara rasional latar belakang perbedaan itu. Kemudian PULANGKAN KE QALBU KITA MASING-MASING, pilihan mana yang kita rasakan paling menenteramkan (liyuthma'inna Qalby), seperti ungkapan Nabi Ibrahim AS. Saya sendiri memilih legitimasi faktual ('ilmulyaqin), karena hal itu lebih menentramkan qalbu saya.

***

Data hasil iqra medan gravitasi bagian dari TaqdiruLlah yang menggerakkan bumi mengorbit matahari, bulan mengorbit bumi yang berotasi pada sumbunya, seperti berikut:
Ijtima' (conjuction) terjadi pada hari Rabu, 4 Desember 7:35:27 Terrestrial Dynamic Time = 15:34:15 Local Time untuk Makassar.

Maka pada 4 Desember 2002 di:
MAKKAH
Matahari terbenam: 17:37:52 Local Time
Tinggi al Hilal: 1 derajat 33' 27"
MAKASSAR:
Matahari terbenam: pukul 18:05:46 Local Time
Tinggi al Hilal: 0° 5' 16"
JAKARTA:
Matahari terbenam: pukul 17:56:49 Local Time
Tinggi al Hilal: 0° 30' 19"
TOKYO:
Matahari terbenam: 16:27:28 Local Time
Tinggi al Hilal: -1° 24' 00" → al Hilal di bawah ufuq
Ahlu lHisab dan Ahlu rRu'yah lebaran Jum'at 6/12 - 2002
HONOLULU:
Matahari terbenam: 18:49:03 Lokal Time
Tinggi al Hilal: 7° 21' 46" → bisa diru'yah
Ahlu lHisab = Ahlu rRu'yah lebaran Kamis 5/12 - 2002.

WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 1 Desember 2002