28 Maret 2004

618. Generasi Baru Etnik Bugis Makassar Terputus dari Masa Lalunya

Saya teringat sebuah buku bacaan bahasa daerah (Makassar) karya Ince Nanggong, yang umumnya berasal dari cerita rakyat (folklore), yang salah satunya berjudul I Jingkiriq. Folklore tersebut kalau disimak mengandung kritik sosial yang melawan arus pola pikir masyarakat waktu itu, yang sungguhpun sudah beragama Islam masih tenggelam dalam budaya tahyul, percaya pada ramalan peramal [Dicuplik dari Seri 136, Sang Peramal: I Jingkiriq, bertanggal 17 Juli 1994].

Saya mempunyai warisan yang tak ternilai harganya, yaitu sebuah "Handbook", berisi ilmu bertuliskan aksara Lontaraq dan huruf Arab, dituliskan oleh Kakek saya, Opu Tuan Imam Barat Batangmata, Selayar. Menurut hemat saya beliau mempunyai otoritas tentang ilmu yang direkam dalam "Handbook" itu, karena beliau sekitar 12 tahun menimba ilmu di AlMakkah AlMukarramah. "Handbook" itu diberikan kepada ayah saya, diteruskan kepada saya, .... Berikut ini saya kutip dari "Handbook" tersebut, dalam fasal Al'Abidu wa lMa'budu Wahidun. Kutipan dalam bahasa daerah (Makassar, dialek Selayar) bertuliskan aksara Lontaraq dan yang selainnya dalam huruf Arab.
"Iyaminni passala Al'Abidu wa lMa'budu Wahidun, tunyomba na turisomba assilennarang. Nubajiki pahanna. Inni paruntu' kananni gelepi gannaq. Riyeq tambana iyamintu: Tunyomba maqnassa atatonji, turisomba maqnassa karaengtonji, La- ila-ha illa Lla-h. Inilah fasal Al'Abidu wa lMa'budu Wahidun, penyembah dan Yang Disembah melebur. Camkan baik-baik. Kata-kata mutiara ini tidak lengkap, harus ditambah dengan: penyembah tetaplah hamba, Yang Disembah tetaplah Raja, La- ila-ha illa Lla-h [Dicuplik dari Seri 151, Manunggal Ing Kawula Gusti, bertanggal 2 November 1994].

Di antara buku-buku dalam Perpustakaan Pribadi saya ada Kitab Tapsere AKorang Maqbasa Ogiq (Tafsir Al Quran Berbahasa Bugis) diterbitkan oleh MUI Sulawesi Selatan. Ini saya cuplik (yang bertuliskan huruf kapital adalah huruf Al Quran, selebihnya dalam aksara Lontaraq): Waramparang Riaqbereangnge ANFAQ, Harta Benda yang Diberikan: Infaq.
-- LN TNALWA ALBR hTY TNFQWA MMA ThBWN WMA TNFQWA MN SYYa FAN ALLH BH 'ALYM. Bettuanna: Deq mullei maneng lolongengngi decengnge gangka mupalaonapa iyayana waramparang mupojie. Naagi naagi pada mupalao (mu ANFAQ) koromae seqdie seuwwa seuwwa, majeppu Puang AllataAla naissengngi koritu.

***

Firman Allah:
-- WLTNZHR NFS MA QDMT LGHD (S. ALHSYR, 18), dibaca: walTanzhur nafsun ma- qaddamat lighadin, artinya: Dan mestilah setiap diri menilik apa yang lalu untuk masa depan.

Dari tiga buah ilustrasi yang dicuplik di atas itu merupakan ma- qaddamat (apa yang lalu) yang sudah hampir terputus sama sekali bagi generasi muda Bugis Makassar. Bahkan beberapa anak muda/remaja yang sedang berkelompok komgkow di pinggir jalan saya tanyakan kepada mereka apa yang tertulis di kaca belakang peteq-peteq (kendaraan umum = oplet) yang hanya terdiri atas tiga huruf Lontaraq "tomaruq" (=orang Maros) tidak sanggup mereka baca.

Dalam kampanye Pemilu menyangkut isu pendidikan saya hampir tidak pernah mendengar atau membaca isu mengenai warisan budaya kita orang Bugis Makassar, budaya yang tak ternilai betapa pentingnya, yaitu aksara Lontaraq, warisan Daeng Pamatte Sabannaraq (Syahbandar) Kerajaan Gowa. Untuk itu perlu generasi muda (dan juga yang tua) yang terancam putus hubungan dengan masa lalunya,karena tidak sanggup membaca Lontaraq, dalam memberikan suaranya nanti perlu sekali memperhatikan siapa-siapa yang mempunyai kepedulian terhadap kurikulum pendidikan. Supaya di dalam kurikulum di daerah ini dimasukkan "muatan lokal" kebudayaan daerah etnik Bugis-Makassar yang bertujuan melanggengkan generasi muda dengan budayanya, dengan jalan, yaitu mempunyai kemampuan membaca naskah lama. Dan karena dalam naskah-naskah lama itu banyak berisikan substansi keIslaman, maka adalah suatu keniscayaan yang mempunyai kepedulian untuk memperjuangkan "muatan lokal" dalam kurikulum, adalah mereka calon-calon DPD dan Caleg Daerah yang kommit dengan Syari'at Islam. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 28 Maret 2004