5 September 2004

641. Jaringan Islam Liberal Pembela BCG

Rabu dan Kamis akhir pekan bulan lalu ada pertemuan di Jalan Utan Kayu 68H, Jakarta (markasnya JIL -HMNA-), dimana disepakati bahwa perlu ada gerakan bersama memprotes penarikan film "Buruan Cium Gue!" pekan sebelumnya. Riri Riza, sutradara film "Eliana! Eliana" dan "Ada Apa Dengan Cinta," membacakan pernyataan ini didampingi Ulil Abshar Abdalla dari Jaringan Islam Liberal, Andy Budiman dari radio 68H (milik JIL -HMNA-), dll. Inilah inti isi dari pernyataan mereka:

"Maka kami menentang langkah sejumlah pihak, antara lain Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Majelis Ulama Indonesia, dan KH Abdullah Gymnastiar, yang menyatakan sikap mereka terhadap film Buruan Cium Gue melalui tekanan, bahkan ancaman, dan penghakiman sepihak, dengan mengatasnamakan 'moral bangsa'. Kami juga menyesalkan langkah Lembaga Sensor Film maupun Raam Punjabi dari Multivision, yang dengan gampang menyerah pada tekanan dan ancaman itu. Kami percaya bahwa pemberangusan terhadap Buruan Cium Gue akan membuka jalan bagi kembalinya represi dan kesewenangan terhadap dunia kreativitas seperti yang sering terjadai pada zaman Orde Baru."

Pernyataan ini ditanda-tangani oleh sejumlah orang-orang JIL, di antaranya orang dari daerah kita ini Rizal Mallarangeng (bukan saudaranya Alfian Mallarangang -HMNA-)

Saya kutip dari internet (dua orang sudah cukup) yang menantang pernyataan itu.

Teguh Priatno: Mari kita galang kesatuan. Sekarang adalah saatnya peperangan akhir jaman antara dua kelompok besar yaitu kebenaran vs kebatilan. Ini perang urat syaraf. Ini perang dingin dan siapa saja yang mampu meraih simpati masyarakat dialah yang meraup kemenangan. Ini mungkin juga saatnya menghancurkan para munafik seperti Ulil Abshar Abdalla dengan Jaringan Islam Liberal-nya.

Harry Sufehmi: Yang terbaru dari di Jaringan Islam Liberal. Mungkin kebanyakan mereka belum punya anak, sehingga tidak tahu bagaimana prihatinnya para orang tua menghadapi tayangan film dan TV masa kini. Takutnya nanti seperti kasus Cak Nur, ikonnya JIL, yang bilang tidak apa-apa nikah beda agama, tapi kemudian Cak Nur kebingungan begitu anaknya ingin menikah dengan lelaki Yahudi. (Sudah terlaksana perkawinan itu, Nurcholis Madjid telah bermenantukan laki-laki Yahudi -HMNA-).

***

Dalam diskusi bulanan yang diselenggarakan DPP Ikatan Masjid Mushalla Indonesia Muttahidah (IMMIM) di Makassar pada 5 Sya'ban 1423 H / 12 Oktober 2002 M, saya menjadi pemakalah bersama-sama dengan seorang tokoh JIL, Drs. Taufiq Adnan Amal MA. Seri 545 yang lalu diambil dari sebagian makalah saya itu yang berjudul "Islam Liberal(?) dan Jaringan Islam Liberal(?)" Ini sedikit cuplikan dari makalah saya itu.

Misi Firqah Liberal (Firlib) dengan pranatanya Jaringan Firqah Liberal (JFL) adalah untuk menghadang gerakan Islam yang mereka sebut "fundamentalis". Dalam situs [www.islamlib.com] mereka menulis: "sudah tentu, jika tidak ada upaya-upaya untuk mencegah dominannya pandangan keagamaan yang militan itu, boleh jadi, dalam waktu yang panjang, pandangan-pandangan kelompok keagamaan yang militan ini bisa menjadi dominan. Hal ini jika benar terjadi, akan mempunyai akibat buruk buat usaha memantapkan demokratisasi di Indonesia. Pandangan-pandangan keagamaan yang terbuka (inklusif) plural, dan humanis adalah salah satu nilai-nilai pokok yang mendasari suatu kehidupan yang demokratis."

Kegiatan JFL ini sepenuhnya didukung oleh LSM Asing The Asia Fondation, yaitu sebuah LSM asal Amerika, yang khusus menyediakan dana untuk kegiatan demokratisasi di Asia. Mereka melihat, Islam fundamentalis membahayakan kehidupan demokrasi. Selain The Asia Foundation ada pula Ford Foundation mendanai mereka.

Markas besar pertahanan AS, Pentagon, dikabarkan melakukan propaganda rahasia yang bertujuan untuk mempengaruhi opini publik dan pembuat kebijakan di negara-negara "yang bersahabat" dan netral. Demikian dilaporkan surat kabar New York Times (16/12-02). Apa yang dilaporkan oleh New York Times itu sesungguhnya adalah bagian dari Agenda Imperialisme Global. Ada dua perkara yang mengisyaratkan hal itu:

Pertama, tampak bahwa ada kesejajaran "misi propaganda rahasia" AS di atas seirama dengan gagasan-gagasan Firqah Liberal. Intinya, baik "misi propaganda rahasia" AS (yang sebetulnya bukan rahasia lagi) maupun gagasan-gagasan Firqah Liberal di Dunia Islam, khususnya di Indonesia adalah bagian dari agenda imperialisme global AS yang dilancarkan atas Dunia Islam. Kalangan intelektual Muslim yang menyuarakan gagasan-gagasan Firqah Liberal hanyalah corong yang memang dibutuhkan AS untuk mendesakkan ide-ide kapitalisme-liberalisme-sekulernya. Sebagai sebuah ideologi (mabda'), kapitalisme mempunyai paradigma dan ide-ide cabang yang dibangun di atasnya. Paradigma kapitalisme adalah pemisahan agama dari kehidupan politik (sekulerisme). Sekulerisme membatasi perannya pada aspek ritual; tidak mengatur urusan kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial, dan sebagainya .

Kedua, bukan suatu kebetulan jika kedua kasus di atas terjadi di tengah berbagai upaya AS untuk terus memerangi Islam dan kaum Muslim di balik jubah bernama "Perang Melawan Terorisme." Meskipun telah melakukan banyak hal, yaitu mulai dari intervensi militer seperti yang terjadi atas Afganistan dan Iraq, memaksa dibentuknya UU Antiterorisme di berbagai negara, mendesak para rezim penguasa negara-negara yang menjadi agennya untuk menangkapi tokoh-tokoh "Islam garis keras", melakukan provokasi atas Islam dan kaum Muslim melalui lidah para petinggi di sejumlah negara yang menjadi agen AS (di lingkungan Asia antara lain diwakili oleh para pejabat Australia seperti John Howard dan Singapura seperti menteri senior Lee Kuan Yew dan PM Goh Tjoh Tong), di Indonesia oleh Mathori Abd.Djalil dll. Namun demikian, AS tampaknya masih memerlukan tangan-tangan lain, yaitu para intelektual dari kalangan Muslim yang telah tersekulerkan untuk melawan Islam dan kaum Muslim. Semua itu ditempuh AS karena adanya ketakutan AS akan kebangkitan Islam dan kaum Muslim yang dipandang, sebagaimana diakui oleh Samuel Huntington dan sejumlah intelektual Barat lainnya, akan menjadi ancaman potensial bagi hegemoni AS dan dominasi ideologi kapitalisme-liberalisme-sekuler.

Sekian cuplikan tersebut. Maka sikap kita: "Anjing menggonggong kafilah lalu. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 5 September 2004