23 Januari 2005

660. Korban, Kurban dan Qurban

Korban, yaitu manusia yang ditimpa musibah, bahasa Inggrisnya disebut victim. Penjelasan yang paling efektif adalah memberikan contoh. Dalam peperangan tentara yang mati dan cedera di kedua belah pihak tidak biasa, bahkan tidak pernah disebut korban. Yang tidak dibidik tetapi kena, artinya kena pelor kesasar, itulah yang disebut korban. Walaupun tidak mati, tidak cedera, tetapi mereka yang rumahnya hancur di Palestina, Afghanistan dan Iraq kena rudal para imperialis Israel, Amerika dan Inggris, juga disebut korban. Yang syahid, cedera dan rusak rumahnya oleh tsunami di Aceh, pun disebut korban. Perlu dicatat dalam perjuangan kemerdekaan yang proaktif menyongsong maut, yang dalam ungkapan etnik Makassar "kayu pappallu", kayu bakar, seperti Korban 40.000, yang diperingati baru-baru ini, 11 Desember 2004, sesungguhnya nilainya lebih tinggi dari sekadar sebagai korban, melainkan masuk kategori pahlawan. Alhasil kata korban hanya diperuntukkan bagi manusia.

Selanjutnya giliran kata kurban. Pada waktu mulai dibangun Kampus Unhas Tamalanrea diadakan upacara ritual "accera'" (mengucurkan darah). Yaitu darah yang mengalir dari leher kerbau dan kepalanya yang telah dipenggal dimasukkan ke dalam sebuah lubang kemudian ditimbun, yang seiring dengan itu mulut sanro (dukun klenik, medicine man) komat-kamit mengucapkan mantera sayup-sayup sampai. Menurut mandor yang tidak setuju dengan upacara khurafat itu rumus-rumus sihir (istilah yang dipakai mandur itu untuk mantera) boleh jadi sastra kuno dalam bahasa bissu. Membuka hutan, membangun jalan, bangunan dan jembatan berarti mengusik patanna butta (yang empunya wilayah), jadi harus minta izin kepada hantu-hantu penguasa itu dengan melakukan upacara ritual "persembahan", berupa binatang sembelihan, yang daging dan darahnya untuk disantap dan diminum oleh para hantu penguasa itu.

Huitzilpochtli adalah seorang dewa yang menjelmakan dirinya dalam wujud matahari. Dewa ini adalah dewa bangsa Aztec, penduduk asli Mexico (diucapkan mek-khiko). Pekerjaan Huitzilpochtli adalah bertempur terus menerus dengan dewa Malam, dewa Bintang-Bintang dan dewi Bulan. Hasil pertempuran itu selalu seri yang berwujud dalam fenomena alam yaitu siang dan malam. Pada waktu Huitzilpochtli menang terjadilah siang, dan waktu lawan-lawannya menang terjadilah malam. Karena Huitzilpochtli dikeroyok, kekuatannya lama-kelamaan akan tidak seimbang, dan akhirnya akan kalah. Dan itu berarti terjadinya malam terus-menerus. Untuk itu bangsa Aztec harus membantunya, agar tetap tegar bertempur melawan musuh-musuhnya. Caranya membantu Huitzilpochtli ialah dengan menyuguhkan jantung manusia.

Kepala kerbau, jantung manusia itu disebut kurban, suguhan, offering (Ing.).

Perhatikan puisi berikut:
I know that I hung
on the windy tree
For nine whole nights
Wounded with the spear
dedicated to Odin
Myself to myself


Kutahu aku digantung
pada pohon bermandi angin
Dilukai tikaman lembing
Selama sembilan malam suntuk
dipersembahkan kepada Odin
Diriku untuk diriku

Bangsa Viking dahulu kala mendiami jazirah Skandinavia, bangsa pelaut dan perompak yang telah menemukan benua Amerika berabad-abad sebelum Columbus dilahirkan. Orang Inggris menyebut mereka dengan orang-orang utara (Northmen). Bangsa Viking menyembah Odin, dewa perang. Sambil memegang pedang dalam keadaan sekarat prajurit Viking menyebut nama Odin, supaya dapat masuk ke dalam Valhalla yang disediakan Odin, demikian keyakinan mereka. Bangsa ini mengadakan upacara ritual mencucui dosa berupa persembahan yang sakral dengan mengucurkan darah manusia, yaitu seorang pendeta yang dianggap penjelmaan Odin. Upacara ritual mencuci dosa ini digambarkan oleh puisi di atas itu. Persembahan yang sakral dengan mengucurkan darah manusia itu juga disebut kurban, sesajen yang sakral, sacrifice (Ing.).

Alhasil kata kurban berarti suguhan (offering) dan sesajen yang sakral (sacrifice), dan itu dapat saja terdiri dari manusia, binatang dan makanan.

***

Kata qurban adalah bahasa Al Quran yang dibentuk oleh akar kata yang terdiri dari huruf-huruf: Qaf-Ra-Ba [QRB], dengan pola Fa-'Ain-Lam-Alif-Nun [F'ALAN], fu'laan, menjadi [QRBAN] qurbaan, artinya dekat. Jika ditasrifkan menjadi Taqarrub berarti mendekatkan diri. Qurban ini telah diserap ke dalam bahasa Indonesia dalam bentuk korban dan kurban. Akan tetapi kata-kata korban dan kurban dalam cita-rasa bahasa Indonesia sudah menyimpang dari makna "dekat" menjadi korban = victim, sedangkan kurban = suguhan (offering) dan sesajen yang sakral (sacrifice). Namun dalam pada itu apabila [QRB] dalam bentuk qarib, yang diserap ke dalam bahasa Indonesia dalam ungkapan sahabat karib, serta bentuk tafdhil (superlatif) qarib yaitu aqrab dalam ungkapan pergaulan yang akrab, masih terasa maknanya yang asli. Kedua kata karib dan akrab tersebut masih kental cita-rasa makna bahasa asalnya, "dekat".

Firman Allah:
-- FADZA WJBT JNWBHA FKLWA MNHA WATH'AMWA ALQAN'A WALM'ATR , LN YNAL ALLH LHWHMA WLA DMA^WHA WLKN YNALH ALTQWY MNKM (S. ALHJ, 22:36-37), dibaca: Faidza- wajabat junu-buha- fakulu- minha- wa ath'imul qa-ni'a walmu'tar , Lay yana-lal la-ha luhu-muha wala- dima-uha- wala-kiy yana-lut taqwa- minkum (alhaj), artinya: Apabila rebah tubuhnya, maka makanlah daripadanya dan beri makanlah orang-orang miskin yang tidak mau meminta dan peminta-meminta. Tidak sampai kepada Allah daging-dagingnya dan tidak darah-darahnya, melainkan yang sampai kepada-Nya ketaqwaan kamu.

Alhasil, binatang-qurban disembelih, dagingnya untuk dimakan sendiri dan untuk diberikan kepada orang miskin sebagai fungsi sosial, sedangkan darahnya dibuang, karena haram hukumnya untuk dimakan, sama sekali tidak sakral. Secara tekstual binatang-qurban itu betul-betul disembelih, dan secara kontekstual, yaitu dalam konteks 'Ilm al Nafs (psikologi), bermakna metaforis menyembelih nafsun ammarah, binatang dalam Nafs (diri) manusia, sehingga dapat taqarrub, mendekatkan diri kepada Allah SWT. Allahu Akbar, Allahu Akbar, la ilaha illaLlahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa liLlahi lHamd. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 23 Januari 2005