Nasir al Husaini, koresponden Aljazirah di New York melaporkan pada hari Jum'at, 18 Maret 2005 sekelompok yang mengaku Muslim an Muslimah Amerika sekitar 90 orang melakukan ibadah Jum'at. Ini jum'atan asal-asalan, karena khatibnya merangkap imam serta muadzzin semuanya perempuan (lahir kosa-kata baru khatibah, imamah dan muadzzinah, padahal imamamh selama ini bukan berarti imam perempuan). Kosa kata baru ini insya-Allah akan mati "colli", tidak berumur panjang seperti "break dance" dahulu di Makassar ini. Khatib dan imam perempuan itu konon bernama Aminah Wadud, seorang doktor berpangkat Associate Professor dalam filosofi dan kajian agama di Virginia Commonwealth University, Richmond, VA dengan E-mail: awadud@vcu.edu. Sedangkan muadzzin perempuan itu bernama Suehyla el-Attar yang berucap kepada Al Jazirah bahwa itu berdasar atas ingatannya tatkala masih kecil yang didengarnya dari ayahnya sewaktu masih di Mesir. Parahnya lagi muadzzin perempuan ini betul-betul asal-asalan, karena berkepala telanjang alias tidak bertutup kain telekung. Brtul=betul liberal, liberte et egalite.
Jum'atan asal-asalan ini diselenggarakan oleh yang mengaku Progressive Muslim Union bertempat di aula Synod House at the Cathedral of St. John the Divine, an Episcopal church on 110th Street (maaf susah diterjemahkan). Khutbah doktor filosofi dan kajian agama ini juga asal-asalan karena, subhanaLlah, semoga Allah SWT tidak melaknat yang ikut terseret karena ketidak-tahuannya sehingga ikut juga jum'atan asal-asalan ini, karena, karena dalam khutbahnya doktor filosofi ini mempergunakan kata ganti He, She dan It untuk Allah, subhanaLlah. Landasan fiqhnya juga asal-asalan, katanya karena Nabi Muhammad RasuluLlah SAW pernah menunjuk Ummu Waraqah untuk mengimami isi rumah Ummu Waraqah yang ada juga laki-laki berstatus budak kasim (dikebiri). Tidak jelas, apakah cercaan demonstran yang dijaga ketat oleh polisi, yang membawa spanduk bertuliskan kalimat: "Mixed-Gender Prayers Today, Hellfire Tomorrow" (sembahyang campuran gender hari ini, api-neraka besok), sempat dilihat Aminah Wadud yang doktor filosofi tersebut.
Dalam ibadah yang ritual berlaku qaidah: Semua tidak boleh kecuali yang diperintahkan dan dicontohkan oleh Nash. Pada waktu Rasulullah SAW sakit tidak menyerahkan pimpinan shalat itu misalnya kepada Fatimah RA, atau Aisyah. Bahkan RasuluLlah SAW waktu sakit itu terlambat masuk masjid ikut shalat dan membiarkan Abubakar RA mengimami beliau. Perintah Nabi SAW kepada Ummu Waraqah, itu dirampatkan (generalized) oleh Aminah Wadud meluas keluar rumah dan shalat wajib biasa dirampatkan meningkat ke shalat Jum'at. Budak laki-laki yang dikebiri(*) sebagai mu'adzinnya dirampatkan melebar kepada laki-laki yang potensial. Siapakah yang menjadi pengganti Nabi SAW yang menunjuk doktor filosofi ini menjadi imam? Kemudian imam tu dirampatkan pula melebar ke khatib! Inilah dia doktor yang berilmu asal-asalan. Firman Allah:
-- TSM J'ALNK 'ALY SYRY'AT MN ALAMR FATB'AHA WLA TTB'A AHWA^ ALDZYN LA Y'ALMWN (S. ALJATSYT, 18), dibaca: tsumma ja'alna-ka 'ala- syari-'atim minal amri fattabi'ha- wala- tattabi' ahwa-al ladzi-na la- ya'lamu-n (s. alja-tsiyah), artinya: kemudian Kami jadikan engkau (hai Muhammad) atas syari'at di antara urusan, maka ikutilah syari'at itu dan janganlah engkau turut hawa-nafsu orang-orang yang tidak berilmu (45:18).
Aminah Wadud ini termasuk di antara sosok orang-orang yang merusak Islam dari dalam, musang berbulu ayam. Dan sosok-sosok seperti ini tentunya menjadi sasaran empuk yang dimanfaatkan oleh mereka yang tidak suka pada islam. Kerjasama antara musang dari luar dengan musang berbulu ayam dari dalam ini akan terjalin hingga Alloh menurunkan keputusanNya, baik melalui tangan makhlukNya atau atas kehendakNya sendiri. Maka ummat Islam berhati-hatilah terhadap aktivitas musang berbulu ayam ini yang berkecimpung menyelam di kawasan bersifat ukhrawi untuk tujuan duniawi, terkhusus dalam egalite (persamaan) gender yang kebablasan. WaLlahu a'lamu bisshawab.
-----------------------------
(*)
Budak laki-laki yang dikebiri ini adalah syaikh 'ajûz (lelaki tua renta), tidak berarti lelaki itu juga menjadi makmum Ummu Waraqah.
o Pertama, harus dipahami bahwa justru karena ada hadits yang melarang perempuan menjadi mu'adzin, maka syaikh 'ajûz tadilah yang kemudian menjadi mu'adzin.
o Kedua, tidak adanya riwayat yang mendukung bahwa lelaki tadi juga menjadi makmum Ummu Waraqah, sebaliknya hadits Nabi justru menyatakan: wa adzina lahâ an taumma nisâ'a ahli dârihâ, bahwa izin imamah shalat bagi Ummu Waraqah tersebut hanya diberikan untuk mengimami kaum perempuannya, sementara terhadap kaum prianya tidak.
*** Makassar, 27 Maret 2005