Struktur Pemerintahan Khilafah diperkembang dari Sistem Negara Islam Madinah seperti telah dikemukakan dalam Seri 681 yang baru lalu. Rasulullah SAW memerintahkan kaum Muslimin agar melantik ketua negara untuk mereka, yang akan menjadi khalifah atau imam dalam mengetuai Negara Islam. Perintah ini dapat dikaji dalam hadits-hadits yang memerintahkan perlantikan seorang khalifah atau imam, sebagaimana hadits dari Abu Hurairah yang menyatakan:
-- "Bani Israel dahulu telah diurus oleh para nabi. Apabila seseorang nabi (Bani Israel) wafat, maka digantikan oleh nabi yang lain. Sedangkan tiada seorang nabipun setelah saya. Dan akan ada (yang menguruskan urusan umat ini) para khalifah, dan mereka banyak.' Mereka (sahabat) bertanya: 'Apakah yang Tuan perintahkan kepada kami?' Rasulullah saw. bersabda: 'Penuhilah baiah pertama, dan (berpeganglah) yang pertama. Berikanlah kepada mereka haknya.'" [Al-Bukhari, Shahih, hadits no. 3196, Muslim, Shahih, hadits no. 3429]
Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda:
-- "Imam (khalifah) tiada lain adalah perisai, yang (umat Islam) akan berjihad di belakangnya, dan dengannya (umat Islam) berlindung." [Al-Bukhari, Shahih, hadits no. 3737, Muslim, Shahih, hadits no. 3428]
Tidak semua yang dilakukan oleh Nabi SAW dalam menjalankan fungsi sebagai ketua negara dapat digolongkan dalam "struktur". Ini karena "struktur" merupakan mekanisme yang tetap dan senatiasa ada sepanjang hayat baginda SAW yang kemudian diteruskan oleh para sahabat. Adapun bentuk yang berubah-ubah, dapat dikelompokkan dalam bahagian dari "struktur" dan bukan merupakan "struktur" yang tersendiri. [Abu Yusuf, Muqaddimah ad-Dustur, hlm. 111-112]
Seperti telah dikemukakan dalam Seri 681 yang baru lalu bahwa pada zaman Nabi SAW pentadbiran Diwan yang masih sederhana mengalami perkembangan pada zaman al-Khulafa al-Rasyidun kemudian Khaliafah 'Umar ibnu Khattab RA memperluas pentadbirannya menjadi Sistem Diwan. Yaitu antara lain Diwan al-Insya' (urusan pembukuan), Diwan al-Jaysy (urusan ketenteraan), Diwan as-Si'ayah (urusan accounting) dan Diwan al-Kharaj (urusan perbendaharaan negara). Yang terakhir ini diperkembang dari bagian Diwan di zaman Nabi SAW, yang bertanggung-jawab dalam hal mencatat ghanimah, hasil perolehan pertanian, harta sedekah, bilangan tanah yang diagihkan, dan sebagainya. Sehubungan dengan ini Khalifah Umar membagi harta benda dalam benda yang bergerak dan tidak bergerak. Inspirasi ini ditimba Khalifah pada zaman Nabi SAW tatkala menaklukkan lembah Khaibar, pusat gerakan konspitasi Yahudi dan qabilah-qabilah Arab dalam membentuk pasukan konfederasi Quraisy, Ghatafan dan Yahudi Banu Nadhir dari lembah Khaibar dengan kekuatan di antara 18.000 hingga 20.000 orang yang mengepung Madinah dalam Perang Khandaq. Dari lembah Khaibar ghanimah (benda bergerak) dibawa pulang ke Madinah sedangkan tanah lahan pertanian (benda tidak bergerak) diagihkan kepada Negara.
Di samping memperkembang Diwan dibentuklah pula status Pegawai Negara, yang terdiri dari khalifah, para anggota Majlis Syura, wali, kadi, juru tulis dan sebagainya, yaitu semua orang yang bekerja untuk kepentingan negara dan hal-ihwalnya, dan kepada mereka dipenuhi keperluannya oleh santunan negara. Semua keperluan asas dan sekunder mereka dijamin oleh negara. Siapa-siapa yang masih perjaka, tidak mempunyai wang untuk mahar, maka negara akan memberinya mahar dari Baitulmal, dan menikahkannya. Siapa-siapa dari mereka yang memerlukan rumah, negara mengusahakan rumah khas untuknya ataupun sejumlah wang yang boleh digunakan untuk membangun rumah.
Adapun Pegawai Negara yang ditugaskan untuk melakukan urusan umum, antara lain adalah duta, wali, ketua daerah, kadi, orang yang bertugas mengambil sumpah, guru, juru tulis, muadzin, peronda, penjaga sempadan, pengawal, pembuat senjata, juru kira penghasilan tanaman dan pertanian, amil zakat, pengumpul zakat, penjaga Baitulmal, penyembelih hewan kurban dan sebagainya.
Para Pegawai Negara mendapat imbalan yang cukup untuk mencegah mereka melakukan korupsi. Abu Dawud telah menyusun bab dengan tajuk: Bab fi Arzaq al-'Ummah (Nafkah untuk Para Pegawai). Beliau menyebutkan tiga hadits. Salah satunya adalah dari Buraydah dari bapanya, dari Nabi SAW yang bersabda:
-- Barang siapa yang kami lantik untuk melaksanakan perkerjaan tertentu, kemudian kami berikan kepadanya bayaran, maka apa yang diambil olehnya lebih daripada itu adalah ghulul." [Abu Dawud, Sunan, hadits no. 2942]
Untuk mengusut korupsi Khalifah Umar membuat gagasan yaitu prinsip "Anna Laka Hadza" (dari mana kau dapatkan ini), yang dewasa ini dikenal dengan "pembuktian terbalik". Jadi bukan penuntut yang harus membuktikan, tetapi yang tertuduhlah yang harus membuktikan kebersihan dirinya dari korupsi. Metode ini meringankan pekerjaan jaksa penuntut umum, kalau sudah menjadi hukum positif (yang sekarang ini belum). Hendaknya DPR sekarang ini membuka arsip lama dan membicarakan serta memutuskan metode pembuktian terbalik ini, yang Rancangan UU-nya telah diserahkan kepada DPR oleh Almarhum Baharuddin Lopa pada waktu pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.
Sesuai dengan qaidah: Dalam urusan mu'amalaat semua boleh dikerjakan asal tidak dilarang oleh Nash, Struktur Pemerintahan Khilafah ini diperkembang terus. Kalau pada permulaan sistem Khilafah, Khalifah bertanggung-jawab kepada Allah, akhirnya berkembang menjadi bertanggung-jawab kepada Allah dan Majlis Syura. Sultan Abd Hamid Khalifah kedua yang terakhir dari Khilafah dicopot oleh Majlis Syura, kemudian Majlis Syura mengangkat Sultan Abd. Majid dan inilah Khalifah yang terakhir, karena Khilafah dihapuskan oleh Mustapha Kemal pada 3 Maret 1924. WaLlahu a'lamu bissahawab.
*** Makassar, 26 Juni 2005