22 Oktober 2006

750. Masalah Berlebaran Bersama dan Sekali lagi Al-Muaqaththa’aat

Di Makassar 29 puasa Ahad petang 22 Oktober, matahari terbenam 17:55:25 LT dan bulan pada 17:56:50 LT, beda waktu 1 menit 25 detik, tinggi titik pusat Al-Hilal 2'51" ('=menit busur, "=detik busur), ijtima' pada 13:15:08 LT. Al-Hilal tidak bisa diru'yah, sedangkan secara hisab, mutasyabihat, remang-remang, karena data itu menunjukkan Makassar pada wilayah bidang batas Ramadhan dengan Syawwal. Di sebelah barat bidang batas itu baik ru'yah maupun hisab jelas sudah halal mengakhiri puasa pada hari Senin, namun di sebelah timur bidang batas itu masih haram mengakhiri puasa pada hari Senin. Al-halalu bayyinun, walharamu bayyinun wa bainahuma mutasyabihat. Yang halal jelas, yang haram jelas dan di antara keduanya remang-remang. Di dalam Hadits Shahih riwayat Muslim dinyatakan bahwa masing-masing kawasan adalah dengan rukyahnya sendiri-sendiri (Hadits nomor 1087). Oleh sebab itu tidak berlebaran bersama dalam hari yang sama itu keniscayaan, dan itu bukan perpecahan namanya, itu tidak relevan dengan isu persatuan dan kesatuan ummat. Maka secara pribadi saya putuskan menggenapkan puasa 30 hari, Senin masih berpuasa. inal-'Aaidiyn wal-Faaiziyn, TaqabbalaLla-hu Minnaa waMinkum.


***

Dalam Seri 749 ybl telah diperlihatkan Al-Muqaththa'aat adalah salah satu dari Mu'jizat Nabi Muhammad SAW. Pendekatan numerik Al-Muqaththa'ah/Al-Muqaththa'aat itu menunjukkan bahwa tidak mungkin ada manusia sampai kiamatpun yang mampu menyusun buku dengan kata-kata yang jumlah huruf-hurufnya terkait dengan sistem kelipatan 19 itu. Al-Muqaththa'ah/Al-Muqaththa'aat yang sinkron dengan sistem 19 itu melemahkan semua hasil kajian orientalis yang memutar otaknya memakai hermeneutika menentang dengan menyatakan bahwa Al-Quran itu "man made" dan Orientalis bersama antek-anteknya Orientalis berupa pseudo-Muslim yang menentang keotentikan teks Mushhaf 'Usmaniy. Satu huruf saja yang tidak otentik, maka keterkaitan data numerik Al-Muqaththa'aat itu tidak akan sinkron dengan sistem 19. Apa yang diperlihatkan hasil lacakan/obesrvasi menganai data numerik itu dengan telak melemahkan ('ajaza, Mu'jizat) semua upaya yang sia-sia dari para Orientalis dan antek-anteknya pseudo-Muslim itu. Mu'jizat Nabi Muhammad SAW itu dapat disaksikan di mana saja, kapan saja dan oleh siapa saja.


***

Kemudian dari pada itu saya terima e-mail Japri oleh Usamah yang menanyakan atas dasar apa angka 19 dipilih, apakah karena 19 terdiri atas kombinasi single digit terendah (1) dan single digit tertinggi (9), ataukah diambil dari 12 bulan setahun dan 7 hari seminggu: 12 + 7 = 19. Saya sudah kirim e-mail Japri kepadanya, dan saya pikir tentu tidak kurang pembaca yang seperti Usamah yang belum mengikuti secara sinambung Serial WAHYU DAN AKAL – IMAN DAN ILMU ini, sehingga saya merasa perlu menuliskan jawaban saya itu kepadanya dalam Seri 750 ini.

***

Al-Walid ibn Al-Mughirah pernah berkata: Al-Quran itu tidak lain hanya perkataan manusia. Ucapan Al-Mughirah itu terpateri dalam Al-Quran:
-- AN HDZA ALA QWL ALBSYR (S. ALMDTSR, 74:25),
dibaca:
-- in ha-dza- illa- qaulul basyari (tanda - memanjangkan),
artinya:
-- Ini tidak lain hanya perkataan basyar.

Maka kepada Al-Mughirah yang dahulu, dan semacam Al-Mughirah dewasa ini serta yang akan datang, yang bervisi Al-Quran itu "man made", Allah memberikan "sengatan", dalam FirmanNya:
-- LWAht LLBSYR (S. ALMDTSR, 74:29),
dibaca:
-- lawwa-hatul lilbasyar,
artinya:
-- Sengatan bagi basyar.

Berupa apa itu sengatan? Untuk itu silakan dibaca Surah al-Muddatstsir ayat-ayat (24-30) yang berikut (hanya artinya saja untuk menghemat ruangan):
(24)Lalu dia berkata: Ini tidak lain dari sihir yang dipelajari.
(25)Ini tidak lain hanya perkataan basyar.
(26)Aku akan memasukkannya ke dalam Saqar.
(27)Tahukah kamu apakah Saqar itu.
(28)Tidak meninggalkan dan tidak membiarkan.
(29)Sengatan bagi basyar.
(30)Padanya sembilan belas.

Apa itu basyar? Kalau Al-Quran dijadikan sebagai kamus, yaitu prinsip ayat menjelaskan ayat, maka dari 37 ayat yang mengandung kata basyar, dapatlah didefinisikan kata basyar tsb, yaitu: manusia yang berdarah daging yang makan dan minum, berkembang biak, mempunyai keturunan dan berkeluarga yang masih hidup di atas muka bumi ini. Jadi basyar itu tidak disentuh oleh neraka Saqar, karena hanya manusia yang sudah mati saja yang akan menghuni neraka Saqar. Jadi "Sengatan bagi basyar" dalam ayat (29) tidaklah menunjuk pada ayat sebelumnya, tidak menunjuk kepada Saqar, melainkan menunjuk pada ayat sesudahnya, yaitu ayat:
-- 'ALYHA TS'At 'ASYR (S. ALMDTSR, 74:30),
dibaca:
'alaiha- tis'ata 'asyara,
artinya:
Padanya 19.

Jadi sengatan itu berupa bilangan interlock yang mengontrol Al-Mushhaf bil-Rasm Al-'Utsmaniy (Teks Al-Quran Ejaan 'Utsmani), yaitu sistem keterkaitan matematis angka 19. Ayat (74:30), adalah satu-satunya ayat dalam Al-Quran yang menyebutkan bilangan tanpa substansi. Sehingga jumlah 19 bisa mengenai apa saja dalam Al-Quran, pokoknya yang bergender perempuan, sebab HA adalah dhamir ghaybah (kata ganti ketiga gender perempuan). Jadi bisa investigasi dilakukan pada Surah, atau pada ayat samada berupa kalimat, berupa kata, atau berupa huruf, termasuklah Al-Muqaththa'ah/Al-Muqaththa'at.

Alhasil, pemilihan angka 19 itu adalah atas petunjuk Allah SWT dalam S. Al-Muddatstsir ayat 30, sebagai mekanisme untuk memelihara keotentikan Al-Quran, seperti FirmanNya:
-- AN NhN NZLNA ALDzKR WANLH LhFZhWN (S. ALhJR, 15:9),
dibaca:
-- inna- nahnu nazzlnadz dzikra wa inna- lahu- laha-fizhu-n,
artinya:
-- Sesungguhnya Kami turunkan Adz-Dzikr (nama lain dari Al-Quran) dan sesungguhnya Kami memeliharanya.
WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 22 Oktober 2006