Kita semua sudah sering mendengar ungkapan proses output-input, juga tidak salah jika dibalik, proses input-output dan akan lebih tepat jika dikatakan input-proses output. Ungkapan yang sering dipakai dalam fenomena sosial ini berasal dan teknik mengatur. Ada suatu metode berpikir yang efisien, yaitu membuat gambaran dalam pikiran, seakan-akan melihatnya dalam kenyataan. Bayangkanlah sebuah anakpanah mendatar, ujungnya sebelah kanan, menancap pada titik tengah bagian sisi kiri dari sebuah segi empat yang juga mendatar. Berikut sebuah anak panah pula yang mengarah ke kanan, pangkalnya bermula dari titik tengah sisi kanan gambar segi empat itu. Maka anak panah sebelah kiri melambangkan input, segi empat melambangkan proses dan anak panah sebelah kanan melambangkan output. Kalau input berupa kopra maka proses berupa pabrik minyak dan output berupa minyak kelapa. Kalau input berupa lulusan SMA, proses berupa aktivitas belajar-mengajar dalam lembaga perguruan tinggi, maka output bèrupa sarjana.
Lalu bagaimana kàlau anak panah sebelah kiri, atau input itu adalah informasi? Maka segi empat atau proses itu adalah proses olah otak yang disebut berpikir, dan anak panah sebelah kanan atau output itu berupa keputusan yang berwujud hasil pemikiran. Kalau informasi itu berupa Al Quran dan Hadits dan keadaan berupa budaya setempat, maka proses berpikir itu disebut Yatafaqqahu fly dDiyni, dan keputusannya adalah fatwa tentang hukum. Makin lengkap informasi yang didapatkan makin bermutu fatwa yang diberikan.
Adakalanya fatwa seorang faqih (pakar hukum Islam) berubah, seperti misalnya fatwa lmam Syafi'i. Ada yang dikategorikan dengan Qawlu IQadiym, ucapan atau fatwa lama dan Qawlu iJadiyd, fatwa baru. Imam Syafi'i sebagai pakar sosiologi hukum (jadi sudah sejak zaman mujtahid yang faqih, para peletak dasar sistem Ilmu Fiqh sudah mengenal sosiologi hukum) dalam ber-yatafaqqahu fiy ddiyni, memakai informasi yang berwawasan sosial-budaya sebagai informasi tambahan dari Al Quran dan Hadits. Maka fatwa Imam Syafi'i yang dikategonikan dalam fatwa lama disebabkan oleh keadaan sosial-budaya pada tempat yang lama di Iraq berbeda dengan keadaan sosial-budaya pada tempat yang barn di Mesir, yang menghasilkan fatwa yang dikategorikan dalam fatwa barn.
Dalam Simposium Evolusi yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Biologi Universitas Hasanuddin pada hari Sabtu, tanggal 18 Desember 1993 yang lalu, ada informasi yang baru didengar bagi orang yang tidak berkecimpung benar-benar dalam Biologi, khususnya perihal Embriyologi. Saya sendiri terus terang terperanjat mendengarkan informasi tersebut yang saya belum pernah dengar sebelumnya, yaitu salah satu penjelasan tentang pemahaman mekanisme kerja spiral. Selama ini saya menyangka bahwa mekanisme kerja spiral memperpanjang jalur sperma dalam rahim sehingga sperma yang tiba di ujung saluran indung telur sudab lemas tidak cukup tenaga lagi untuk menembus sel telur guna mengadakan proses pembuahan. Singkatnya spiral itu mencegah pembuahan. Adapun informasi yang baru saya dengar dalam simposium itu adalah demikian. Spiral yang dimasukkan dalam rahim itu adalah benda asing yang bergetar karena ujungnya bebas. Tubuh manusia akan bereaksi terhadap spiral, benda asing yang bergetar itu, yang dalam hal ini yang mengadakan reaksi adalah dinding bahagian dalam dari rahim mengadakan gerakan kontraksi. Akibat gerakan kontraksi itu maka sel yang telah dibuahi dan melekat pada dinding rahim akan terlepas dan lembaga yang embriyo itu tidak tumbuh ber-evolusi menjadi janin atau bayi. Jadi mekanisme kerja spiral yang baru saya dengar infonmasinya ini adalah: Membunub emriyo, bibit janin yang telah dibuahi, bukan mencegah pembuahan.
Informasi mi perlu diketahui oleh para aiim ulama sebagai infonmasi atau bahan tambahan dalam ber-yatafaqqahu fiy ddiyni, untuk menghasilkan fatwa yang berkategon Qawlu lJadiyd. Saya mempunyai asumsi bahwa para ulama kita belum mendapatkan infonmasi tentang hal ini. Mengapa saya punya asumsi itu? Jawabannya adalah pentanyaan pula. Mengapa fatwa tentang penggunaan spiral dibolehkan? Mengapa berbeda dengan fatwa melanang penyedotan isi rahim? Apa bedanya menyedot isi rahim dengan melepaskan sel telur yang telah dibuahi dan dinding rahim, karena memasukkan spiral?
WaLlahu a'lamu bishshawab
*** Makassar, 26 Desember 1993