1. Menyambut bulan suci Ramadan
Menyambut Ramadan mari meningkatkan iman dan taqwa kita. Begitulah kalimat yang saya baca dalam tulisan pada layar monitor TV yang disiarkan stasiun TV swasta. Kalimat yang saya kutip itu secara tersurat untuk menyambut Ramadhan, akan tetapi secara tersirat adalah iklan terselubung dari sebuah perusahaan makanan, karena pada akhir kalimat itu dibubuhkan nama perusahaan tersebut. Tujuan perusahaan itu pada hakikatnya bukan yang tersurat, melainkan yang tersirat. Oleh perusahaan makanan itu kita diajak menyambut Ramadan dengan persiapan meningkatkan iman dan taqwa terlebih dahulu, yang berarti bahwa iman dan taqwa ini sebagai modal dasar, sedangkan puasa adalah tujuan.
Apakah betul ajakannya itu? Bacalah Firman Allah:
-- Yaa ayyuha lladziyna aamanunw kutiba 'alaykumu shshiyaamu kamaa kutiba 'ala lladziyna min qablikum la'allakum tattaquwn (S. Al Baqarah, 2:183), artinya:
-- Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, mudah-mudahan kamu bertaqwa.
Cobalah tilik ayat itu dengan teliti. Puasa itu hanya diserukan kepada orang-orang beriman. Puasa itu tidak diserukan kepada semua manusia. Orang-orang beriman disuruh latihan spiritual puasa supaya meningkat menjadi orang yang bertaqwa. Beriman lebih rendah tingkatannya dari bertaqwa. Supaya dapat meningkat dari beriman menjadi bertaqwa, maka praktikkanlah latihan spiritual berpuasa. Jadi yang benar yang sesuai dengan ayat di atas, iman adalah modal dasar, puasa adalah upaya untuk mencapal tujuan dan taqwa adalah tujuan.
Apa itu iman? Ada 6 Rukun Iman. Karena umat Islam sejak TK telah diajarkan Rukun Iman itu, maka substansi ini tidak perlu dikemukakan lagi.
Apa itu taqwa? Firman Allah:
-- Ihdina shshiraatha lmustaqiym (S. Al-Fatihah, 1:6), artinya:
-- Tujunjukkanlah kepada kami Jalan Lurus.
Doa yang diucapkan dalam salat itu dijawab Allah:
-- Alif, Lam, Mim. Dzaalika lkitaabu laa rayba fiyhi hudan lilmuttqiyna (S.A!-Baqarah, 2:1-2). Artinya:
-- Alif, Lam, Mim. Al Kitab itu tidak ada keraguan di dalamnya petunjuk bagi orang-orang bertaqwa.
Alif, Lam, Mim adalah kode matematis, tidak dibahas sebab terlalu panjang pembahasannya. Siapakah orang-orang bertataqwawa itu? Bacalah ayat itu selanjutnya:
-- Alladziyna yu'minuna bilghaybi wayuqiymuwna shshalaata wamimma- razaqnaahum yunfiquwn (S. Al Baqarah, 2:3), Artinya:
-- Yaitu orang-orang yang beriman kepada Y/yang G/gaib, mendirikan salat dan dari sebagian yang Kami rezekikan kepada mereka diinfakkannya. (Dituliskan Y/y dan G/g, maksudnya Yang Gaib, yaitu Allah dan yang gaib maksudnya makhluk gaib ciptaan Allah. Gaib artinya yang tidak bisa dideteksi oleh kita punya panca-indra ataupun instrumen.
Berdasarkan ayat itu kita dapat menemukan rumus: Taqwa = Iman + Salat + Infaq. Infaq sukarela disebut sedekah, infaq wajib disebut zakat. Dari rumus itu sangat jelas, bahwa iman adalah salah satu komponen taqwa Jadi taqwa kedudukannya lebih tinggi dari iman, seperti yang telah dibahas dalam bahasan ayat tentang puasa diatas itu. Taqwa akar katanya terdiri dari tiga huruf: Waw-Qaf-Ya artinya terpelihara, ibarat orang menerobos semak-duri terpelihara dari tusukan duri-duri, atau ibarat berjalan/berkendaran di tengah-tengah hiruk-pikuk kesemrawutan lalu-lintas, terpelihara dari tabrakan. Jadi orang bertaqwa itu senantiasa terhindar dari malapetaka melalaikan yang wajib serta mengerjakan yang haram. Artinya orang yang bertaqwa itu senantiasa melakukan suruhan Allah dan senantiasa tidak melanggar larangan Allah yang ada dalam Nash (Al-Quran dan Hadits Shahih). Jadi sesungguhnya apa yang kita harus persiapkan dalam menyambut Ramadan?
Karena puasa itu hanya ditujukan kepada orang-orang beriman, maka fokus perhatian kita dalam menyambut Ramadan adalah mengevaluasi keimanan kita. Allah SWT sebagai Maha Pengatur telah mengatur bahwa dua bulan sebelum Ramadan, yaitu Rajab, terjadi peristiwa Isra-Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Sehubungan dengan perisitiwa ini Allah berfirman:
-- Wamaa ja'alna rru'ya llatiy araynaaka illaa fitnatan linnaasi (S. Bany Israaiyl, 17:60). Artinya:
-- dan tidaklah Kami jadikan penglihatan yang Kami perlihatkan kepadamu (hai Muhammad) melainkan sebagai fitnah bagi manusia.
Penglihatan yang diperlihatkan kepada Nabi Muhammad SAW ialah alam gaib tatkala be1iau Mi'raj, sedangkan fitnah dalam ayat ini bermakna ujian ataupun cobaan atas keimanan seseorang. Menurut ayat ini peristiwa Isra-Mi'raj merupakan tolok ukur bagi seseorang untuk mengevaluasi keimanannya. Yang harus kita kerjakan untuk menyambut Ramadan ialah mengevaluasi keimanan kita dengan tolok ukur: Besarnya dorongan hasrat kepuasan intelektual terhadap lsra-Mi'raj berbanding terbalik dengan tingkat keimanan.
Mengapa puasa hanya ditujukan kepada orang-orang beriman? Puasa sifatnya pasif, tertutup. Berbeda dengan keempat Rukun Islam yang lain. Kalimah Syahadatain diucapkan oleh mulut, dibenarkan oleh pikiran dan diyakinkan oleb qalbu. Karena diucapkan oleh mulut berupa bunyi maka sifatnya aktif, terbuka, yaitu dapat ditunjukkan kepada orang lain. Dapat saja diucapkan dimulut, tetapi tidak diyakinkan di qalbu. Artinya Kalimah Syahadatain dapat ditunjukkan proaktif kepada orang lain walaupun sebenarnya tidak beriman. Demikian pula shalat yang berupa gerak dan bacaan, zakat yang berupa gerakan, naik haji yang berupa gerak dan bacaan, keempat-empatnya hersifat terbuka, dapat ditunjukkan proaktif kepada orang lain, jadi dapat saja dikerjakan tanpa berlandaskan iman.
Puasa yang sifatnya tertutup itu tidak dapat ditunjukkan proaktif kepada orang lain. Yang dapat ditunjukkan secara proaktif hanya berpura-pura loyo, meludah-ludah secara demonstratif, dan berbuka puasa. Orang dapat saja menerima undangan berbuka puasa, tetapi ia sendiri tidak berpuasa. Yang tahu seseorang berpuasa hanya dirinya sendiri dan Allah SWT, artinya orang berpuasa itu mestilah ia beriman. Itulah sebabnya praktik berpuasa hanya ditujukan kepada orang-orang berman.
2. Kaitan Beriman Terhadap Bertaqwa
Jika menyebutkan bertaqwa, tidaklah perlu diikutkan pula kata beriman, oleh karena beriman sudah tercakup dalam bertaqwa. Lalu bagaimana pula dengan ungkapan Imtaq (iman dan taqwa) yang telah sangat popular itu? Rupanya Firman Allah di bawah yang dijadikan dasar:
-- walaw annahum aamanuw wattaqaw lamatsuwbatum min 'indillaahi khayrun law kaanuw ya'lamuwn (S. Al-Baqarah, 2:103). Artinya:
-- Sesungguhnya kalau mereka beriman "dan" bertaqwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui.
Namun yang perlu mendapat perhatian, yaitu kata WA dalam bahasa Alquran tidak selamanya berarti DAN dalam bahasa Indonesia. Kata penghubung DAN menghubungkan kata ataupun penggalan kalimat yang termasuk dalam kategori skala nominal dan kategori skala ordinal.
Dalam skala nominal yang dihubungkan itu sederajat, seperti misalnya skala nominal jenis kelamin: laki-laki dan perempuan. Sedangkan dalam skala ordinal yang dihubungkan itu tidak sederajat melainkan berjenjang naik bertangga turun, seperti misalnya skala ordinal kepangkatan berjenjang naik dalam jajaran TNI: kapten, mayor dan overste.
Dalam bahasa Al-Quran skala ordinal di samping yang disebutkan di atas, kata WA dapat pula menyatakan skala ordinal dalam kategori proses, yaitu berarti TSUMMA (lalu), seperti Firman Allah:
-- fankihuw maa thaaba lakum mina nnisaai matsnaa watsulaatsa warubaa'a (S. An-Nisaa', 4:3). Artinya:
-- Maka nikahilah apa yang baik bagimu dari peempuan-perempuan, (yaitu) kedua, lalu ketiga, lalu keempat
Maka di sinilah terjadi salah kaprah, karena dalam bahasa Indonesia kata dan tidak pernah menyatakan skala ordinal dalam kategori proses, sehingga dalam bahasa Indonesia kata dan tidak pernah berarti lalu. Maka rangkaian iman dan taqwa dalam membaca terjemahan bahasa Indonesia, orang bisa terkecoh memahamkan iman sederajat dengan taqwa (skala nominal), ataupun iman tidak termasuk dalam taqwa (skala ordinal).
Yang perlu menjadi perhatian rangkaian iman dengan taqwa dengan kata WA dalam kategori ordinal proses, yaitu dari segi qiraat WATQWA (transliterasi huruf demi huruf) selalu diucapkan wattaqaw (qaf difatah A), bukan wattaquw (qaf didhammah U).
3. Tolok Ukur Keberhasilan Puasa Ramadan
Ayat (2:183) yang telah dituliskan di atas itu adalah ayat pertama dalam paket ayat-ayat menyangkut puasa, di mana di dalamnya ada termaktub mudah-mudahan kamu bertaqwa, itu menunjukkan tidaklah menjamin bahwa semua orang beriman setelah melakukan latihan spiritual bisa mencapai derajat taqwa.
Itulah sebabnya dalam kenyataan para koruptor (tidak terkecuali sebagian anggota DPR yang "terhormat") walaupun sudah beriman, bisa saja dijangkiti juga penyakit sosial korupsi itu. Tolok ukur keberhasilan latihan spiritual adalah Firman Allah yang berupa penutup dari paket ayat-ayat puasa:
-- Wa laa ta'kuluw amwaalakum baynakum bilbaathili wa tudluw bihaa ila lhukkaami lita'kuluw fariyqam min amwaali nnaasi bilitsmi wa antum ta'lamuwn (S. Al-Baqarah, 2:188). Artinya,
-- Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.
Oleh karena tidak semua orang beriman berhasil dalam latihan spiritual untuk meningkat menjadi bertaqwa, maka perlu mekanisme hukum, yaitu firman Allah:
-- Walsarqt Walsarqt Faqth'awa Aydyhma Jzaa Bma Ksba Nkla Mn Allh Wallh 'Azyz Hkym (S. ALMaDt, 5:38), dibaca:
-- wassaariqu wassaariqatu faqtha'uw aidiyahumaa Jazaaan bimaa kasabaa nakaalan minallaahi wallaahu 'aziyzun hakiym (S. Al-Maaidah, 5:38). Artinya:
-- Terhadap pencuri laki-laki dan pencuri perempuan, maka potonglah tangan keduanya sebagai balasan pekerjaan keduanya, dan sebagai siksaan dari Allah, dan Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.
*** Makassar, 3 Ramadhan 1429