Ada dua macam zakat yaitu Zakat Fithri dan Zakat Harta. Zakat Fithri diberikan kepada fakir miskin berupa bahan makanan untuk dimakan dalam Hari Raya 'Iyd Al-Fithri. Para fakir miskin juga berhak untuk berpesta pada Hari Raya tsb. Jadi Zakat Fithri itu khusus diberikan kepada individu, tidak boleh diberikan kepada lembaga. Sedangkan Zakat Harta boleh diberikan baik kepada individu maupun kepada lembaga sesuai dengan Firman Allah:
-- ANMA ALShDQT LOLFQRAa WALMSKYN WAL'AMLYN 'ALYHA WALMWaLFt QLWBHM WFY ALRQAB WALGhRMYN WFY SBYL ALLH WABN ALSBYL FRYDht MN ALLH WALLH 'ALYM Hkym (S. ALTWBt, 9:60), dibaca:
-- innamash shadaqatu lilfuqara-I wal masa-ki-ni wal 'a-mili-na 'alaiha- wal muallafati qulu-bahum wafer riqa-bi wal gha-rimi-na wa fi- sabi-lilla-hi wabnis sabi-l- fari-dhatan minalla-hi walla-hu 'ali-mun hki-m, artinya:
-- Sesungguhnya sedekah-sedekah (zakat) itu hanyalah untuk orang-orang fakir, dan orang-orang miskin, dan amil-amil yang mengurusnya, dan orang-orang muallaf yang dijinakkan hatinya, dan untuk riqab (korban trafikking), dan yang berhutang, dan untuk sabiliLlah dan ibnussabil (yang keputusan belanja/beasiswa). (Ketetapan hukum yang demikian itu ialah) sebagai satu ketetapan (yang datangnya) dari Allah. dan (ingatlah) Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana.
Mengenai Zakat Harta akan dibahas Insya Allah pada nomor Seri 846 yang akan datang.
***
Konsekwensi syahadat Laa Ilaha IlaLlaah adalah tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah saja, sedangkan konsekwensi syahadat Muhammad Rasulullah adalah tidak menyembah Allah kecuali dengan cara-cara yang telah disyari'atkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Zakat fithri adalah ibadah mahdhah (ritual) menurut ijma kaum muslimin, dan semua ibadah mahdhah pada dasarnya tauqifi (mengikuti dalil atau petunjuk).
Zakat Fithri (dari akar Fa-Tha-Ra, makan makanan = berbuka), sebagaimana disebutkan di dalam hadits Rasulullah SAW. Makna zakat fithri atau shadaqah fithri adalah shadaqah yang wajib ditunaikan dengan sebab fithri dari puasa Ramadhan. Namun banyak orang menyebutnya dengan Zakat Fithrah (suci), juga berasal dari akar kata [Fa-Tha-Ra]. Sehingga keduanya boleh dipakai, tidak perlu menjadi masalah yang dipolemikkan, Zakat Fithri dalam konteks Mustahiq yaitu yang berhak menerima zakat {Huruf q yang dipakai, bukan k, karena itu merupakan ejaan baku yang resmi dipakai dalam undang-undang). Sedangkan Zakat Fithrah adalah dalam konteks Muzakki yaitu yang berkewajiban menunaikan zakat.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mensyari'atkan zakat fithri dengan Hadits yang Shahih : Satu sha' makanan, gandum atau kurma kering atau keju. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiallahu 'anhu yang berkata, yang artinya : Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithri dengan satu sha' kurma, atau gandum atas setiap Muslim yang merdeka ataupun budak baik laki mupun perempuan kecil ataupun besar"
Satu sha' adalah empat mud, sedangkan satu mud adalah ukuran sepenuh dua telapak tangan dari Muzakki.
Ternyata dalam Hadits tsb, tidak kita dapati penyebutan beras atau sagu sebagai bahan makanan pokok di negeri ini. Sehingga apakah kita harus mencari bahan-bahan yang tersebut yang dinyatakan dalam Hadits di atas untuk membayar Zakat Fithri kita? Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Sa'id Al-Khudry mengatakan: "Kami (para sahabat Nabi) memberikan zakat fithri di masa Nabi SAW berupa satu sha' makanan. Dan makanan kami pada saat itu adalah gandum, anggur kering, dan keju."
Riwayat ini menunjukkan bahwa makanan yang dibayarkan adalah makanan pokok yang paling banyak dibutuhkan oleh penduduk suatu negeri. Berdasarkan Hadits tsb, yaitu zakat fithri itu berupa makanan pokok, maka di Indonesia ini makanan pokok beberapa suku bangsa adalah beras, jagung, pisang, sagu dan umbi-umbian.
Dan Rasulullah SAW memerintahkan supaya zakat itu dilaksanakan sebelum orang keluar untuk melakasanakan shalat Idul Fitri.
Barangsiapa menunaikannya sebelum shalat ('Id), maka itu adalah zakat yang diterima. Dan barangsiapa menunaikannya setelah shalat (Id), maka itu adalah satu shadaqah dari shadaqah-shadaqah (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan an Nasai).
Inilah sunnah Rasulullah SAW dalam Zakat Fithri. Dan sudah diketahui bersama bahwa pensyari'atan dan pengeluaran zakat ini ditetapkan, di tengah kaum muslimin terutama penduduk Madinah sudah ada Dinar dan Dirham, dua mata uang yang utama kala itu namun Rasulullah SAW tidak menyebutkan keduanya dalam zakat fithri. Kalau seandainya salah satu dari kedua mata uang itu boleh dipakai dalam zakat fithri tentu hal itu sudah dijelaskan oleh Nabi SAW. Dan kalaulah hal itu pernah dikerjakan Rasulullah SAW tentu telah dikerjakan oleh para sahabat Radhiallahu 'anhum.
Ibadah mahdhah Zakat Fithri ini mempunyai keutamaan dan hikmah yang besar.Maka di antara hikmah dari zakat fithri adalah:
- Sebagai pembersih bagi orang-orang yang berpuasa di bulan Ramadhan, menyempurnakan kekurangan pahala puasanya di bulan Ramadhan oleh karena perbuatan sia-sia/ dosa.
- Sebagai bentuk rasa syukur yang ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, setelah mampu menyelesaikan ibadah Ramadhan dengan baik.
- Mempererat ukhuwwah antara kaum muslimin, di mana dengan pemberian Zakat Fithrah ini akan terjalin hubungan yang baik secara psikologis antara Mustahiq dengan Muzakki. Kaum dhu'afa (Mustahiq) tak lagi disibukkan dengan kerja keras banting tulang bahkan kadang terpaksa mengemis untuk memperoleh makanan yang akan dimakannya pada saat 'Iyd al-Fithri. Dengan demikian mereka akan turut bergembira dan merasakan kemenangan di hari tersebut. Ukuran volume mud (dua telapak tangan) mengisyaratkan bahwa bahan makanan itu diberikan langsung (sodoran telapak tangan) oleh Muzakki kepada Mustahiq. WaLlahu a'lamu bishshawab.
Makassar, 30 Ramadhan 1429 H / 30 September 2008