14 Februari 2010

910. Bermain Poker di Facebook

Saya terima e-mail melaui Japri (jalur pribadi), begini bunyinya (dipadatkan):


Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Ustadz..

terima kasih atas tulisan ustadz di harian fajar yang saya ikuti, dan alhamdulillah ulasan yang menyatukan wahyu dan akal - iman dan ilmu memberikan semangat bagi saya dalam menimba ilmu agama saya yang masih minim... Insya Allah, amin.

Ustadz, saya ingin menanyakan pandangan ustadz mengenai memaraknya permainan poker di dunia maya (facebook) dilingkungan masyarakat kita khususnya di makassar saat ini, dan dijadikan sumber pendapatan (transaksi chip maya yang diuangkan). Apakah bisa dibahas bagaimanakah kira-kira hukumnya menurut Hukum Islam? Mungkin pembahasan di media terbuka dapat memberikan pencerahan kepada ummat. Terima kasih ustadz atas penjelasannya.

Penanya anonymus.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


***

Bagaimana hukum facebook? Maka jawabnya bahwa hukum asal facebook adalah sama dengan yang pakai e-mail dalam internet seperti milis (mailing list), situs (laman) dan blog, serta alat-alat teknologi komunikasi lainnya seperti telefon / handphone, radio dan televisi.

Qaidah ushul fiqh:
Hukum asal untuk perkara ibadah mahdhah (ritual) adalah terlarang dan tidaklah disyari'atkan sampai Allah dan Rasul-Nya (Nash) mensyari'atkan. Singkatnya: Semuanya dilarang kecuali yang diperintahkan oleh Nash.

Hukum asal untuk perkara 'aadat (non ritual) adalah mubah (dibolehkan) dan tidak diharamkan sampai Allah dan Rasul-Nya melarangnya. Singkatnya: Semua boleh asal tidak dilarang Nash.

Facebook, dan yang pakai e-mail dalam internet seperti milis, situs dan blog, serta alat-alat teknologi komunikasi lainnya seperti handphone, radio dan televisi masuk kategori non-ritual. Jadi hukumnya mubah karena tidak ada larangan oleh Nash.

Yang mubah itu ada dua macam. Ada yang dibolehkan dilihat dari substansinya dan ada pula yang menjadi wasilah (perantara) kepada sesuatu yang diperintahkan atau sesuatu yang dilarang.

Apabila yang dibolehkan itu dapat pula mengantarkan kepada hal-hal yang baik maka dia dikelompokkan dalam hal-hal yang diperintahkan (wajib). Apabila yang dibolehkan itu mengantarkan pada hal yang jelek, maka dia dikelompokkan dalam hal-hal yang dilarang (haram).

Alhasil, hukum facebook dari segi substansinya tidaklah haram, namun tergantung digunakan untuk apa. Kalau dipakai seperti dalam kasus Prita Mulayasari, maka facebook itu merupakan wasilah yang mengantar pada kebaikan, yaitu melawan ketidak-adilan sehingga hukumnya wajib. Akan tetapi jikalau facebook itu dipakai untuk berjudi main poker dengan transaksi chip maya yang diuangkan, daa dalam kasus penculikan(?) Nova, maka jenis penggunaan facebook yang demikian itu hukumnya haram, karena dipakai sebagai wasilah untuk berjudi dan penculikan.

Firman Allah:
-- ANMA YRYD ALSYYTHN AN YWQ'A BYNKM AL'ADAWT WALBGHDHA^ FY ALKHMR WALMYSR WYSHDKM 'AN DZKR ALLH W'AN ALSHLWT FHL ANTM MNTHWN (S. ALMA^DT, 5:91), dibaca: innama-yuri-dusy syaytha-nu ay yu-qi'a baynakumul 'ada-wata walbaghdha-a fil khamri walmaysiri wayashuddakum 'an dzikriLla-hi wa'anish shala-ta fahal antum muntahu-na, artinya:
-- Sesungguhnya setan itu tidak menghendaki, melainkan menghunjamkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui al- khamr dan al-maysir, serta memalingkan kamu dari mengingat Allah dan shalat. Apakah kamu mau berhenti?

Al-maysir atau al-qimar adalah permainan undian di zaman Arab jahiliyah yang dimainkan oleh 10 orang pemain, sehingga ada 10 kupon berupa anak panah. Ada tujuh kupon yang bernilai berturut-turut 1, 2, dst hingga 7 dan ada tiga kupon yang bernilai kosong. Ke-10 kupon itu dimasukkan ke dalam sebuah kantung kulit, kemudian diserahkan kepada orang yang dipercaya sebagai bandar yang bukan pemain untuk mengocoknya. Sebelum bandar mengocok dan memberikan kupon itu kepada tiap-tiap pemain, disembelilah seekor unta jantan. Kemudian unta jantan yang telah disembelih itu dibagi menjadi (1 + 7) x 7/2 = 28 bagian. Pemain mendapatkan nasibnya sesuai nilai kupon yang ditariknya. Sedangkan ketiga pemain terakhir yang mendapatkan nasibnya kupon yang bernilai kosong, harus membayar harga unta jantan yang disembelih. Yang mendapat kemenangan setelah mengambil bagiannya masing-masing, harus mereka berikan kepada fakir miskin, tidak boleh dimakan sendiri.

Jadi al-maysir itu punya fungsi sosial, itu lebih ringan dari judi yang murni nasib-nasiban, seperti judi permainan poker di facebook itu. Sedangkan al-maysir yang punya fungsi sosial itu dilarang, betapa pula judi permainan poker di facebook itu. Lagi pula secara psikologis, judi itu menyebabkan orang mabuk waktu dan ketagihan, jadi mempunyai karakteristik yang sama dengan al-khamr. Itulah latar belakangnya mengapa al-khamr dan al-maysir selalu digandengkan menyebutnya dalam Al Quran. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 14 Februari 2010