29 November 1992

057. Sekali Lagi Kriteria

Sebenarnya kriteria itu dalam bahasa asalnya criteria berbentuk jamak, yang bentuk tunggalnya criterium. Jadi semestinya kalau yang dimaksud itu tunggal, seharusnya ditulis kriterium. Namun setelah kata itu diserap ke dalam bahasa Indonesia, baik jamak maupun tunggal disebutlah kritria. Maka yang dimaksud dalam judul di atas adalah bentuk tunggal dan jamak.

Kita mulai dengan yang jamak dahulu. Sebenarnya dalam memajukan kriteria untuk apa saja tidak boleh terlalu cerewet, artinya jangan terlalu keliwat banyak menuntut kriteria. Ingat, manusia itu bukanlah superman. Superman hanya ada dalam cerita untuk anak-anak, sedangkan dalam alam realitas yang ada hanya Suparman.

Dalam Al Quran Allah mengisahkan kepada pembaca Al Quran kisah tentang Bani Israil yang terlalu cerewet tentang kriteria. Dengarlah FirmanNya: Wa Idz Qaala Muwsa- liQawmihi- Inna Lla-ha Ya^murukum an Tadzbahuw Baqaratan, ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu sekalian untuk menyembelih lembu (S. Al Baqarah 67). Dalam ayat berikunya dapat kita baca, yaitu mereka memajukan kriteria mengenai lembu itu. Qaaluw D'ulanaa Rabbaka Yubayyin laNaa Maa Hiya mereka berkata cobalah (hai Musa) meminta kepada Tuhanmu bagaimana tentang lembu itu, lalu Allah memberikan krieria: Innahaa Baqaratun Laa Faaridhun wa Laa Bikrun, sesungguhnya lembu itu tidak terlalu tua, namun tidak pula terlalu muda. Dalam ayat berikutnya dapat kita baca lagi mereka itu minta satu kriteria pula Maa Lawnuhaa, bagaimana warnanya. Kemudian Allah memberikan kriteria yang diminta itu, Innahaa Baqaratun Shafraau Faaqi'un Lawnuhaa Tasurru nNaazhiriyn, sesungguhnya lembu itu berwarna kuning, sangat kuning, menyenangkan bagi yang melihatnya. Dalam ayat yang berikut kita dapat baca pula bahwa mereka itu belum puas dengan kriteria yang telah dikemukakan tadi, mereka masih mengemukakan pula lagi tambahan krieria. Maa Hiya Inna lBaqara Tasyabaha 'Alaynaa. Bagaimana keadaan yang sebenarnya, karena buat kami (dengan kriteria yang tadi) masih belum jelas. Maka dalam ayat berikutnya Allah menambah beberapa kriteria lagi. Innahaa Baqaratun Laa Dzaluwlun Tutsiyru lArdha wa Laa Tasqi lHartsa Musallamatun Laa Syiyata Fiyhaa. Sesungguhnya lembu itu tidak pernah dipakai untuk mengolah lahan, tidak cacat dan tidak belang. Dan ayat itu ditutup dengan dan hampir saja mereka tidak dapat melakukannya.

Itulah sebenarnya apa yang terjadi jika terlalu cerewet minta terlalu banyak kriteria. Itu tidak berarti bahwa mengemukakan sejumlah kriteria tidak benar, melainkan kemukakanlah kriteria yang wajar-wajar saja. Ya, artinya jangan keliwat batas, jangan terlalu cerewet.

***

Terkadang dalam hal kriteria ini dibutuhkan satu saja dari sekian banyak kriteria. Maka mengambil salah satu di antaranya itulah yang disebut dengan memilih. Yaitu memilih yang terbaik di antara yang baik, yang akan dijadikan tolok ukur guna kepentingan evaluasi. Tetapi tidak selamanya pemilihan kriteria itu untuk dipakai sebagai tolok ukur. Dalam Hukum Islam kita kenal skala prioritas antara dua hal: Mengerjakan yang baik dengan menolak yang buruk. Kalau mesti mengadakan pilihan, artinya jika tidak memungkinkan untuk mengerjakan kedua kriteria itu sekali gus, maka yang mana mesti didahulukan? Dalam Hukum Islam menolak yang buruk lebih diprioritaskan ketimbang mengerjakan yang baik.

Di bawah ini akan diberikan contoh dari hasil liputan saya sendiri, jadi data primer. Boleh dikatakan setiap hari saya meliwati Jalan Sunu. Trotoarnya seperti juga dengan trotoar jalan-jalan yang lain kelihatannya indah. Ini memenuhi salah satu kriteria dalam Bersinar, yargon kotamadya kita itu. Sekarang menjelang musim hujan, Jalan Sunu dibenahi, ditinggikan. Maka tertutuplah lubang, semacam riool kecil untuk mengalirkan genangan air hujan dari jalan raya ke selokan. Jadi disain trotoar yang tinggi, yang indah itu, menyebabkan genangan air tidak dapat mengalir keselokan. Maka untuk menanggulangi permasalahan ini, trotoar mesti diubah disainnya Karena kalau tidak maka Jalan Sunu akan menjadi anak sungai pada waktu lebat-lebatnya hujan.

Jadi ada dua kriteria yang saling diperhadapkan, trotoar yang indah atau Jalan Sunu tidak rusak. Menolak yang buruk diprioritaskan ketimbang mengambil yang indah. Jadi menghindarkan Jalan Sunu menjadi sungai harus diprioritaskan ketimbang trotoar yang indah. Dan Jalan Sunu hanya sebuah sample, tentu masih ada di Kota Makassar ini yang bernasib seperti Jalan Sunu ini. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 29 November 1992