21 Agustus 1994

141. Biarkanlah Rontok, Seperti Daun Dimakan Ulat!

Kemarin hari ke 12 bulan Rabiu lAwwal, adalah mawlid Nabi Muhammad SAW. Seperti diketahui, Nabi lahir pada hari bulan tersebut dalam Tahun Gajah, yaitu tahun yang ditandai dengan peristiwa serangan tentera bergajah (Asha-bu lFiyl), terhadap Ka'bah, Rumah 'Ibadah Tertua (alBaytu l'Atiyq), yang dibangun oleh Kakek dan Nenek kita Nabi Adam AS dan ibunda Sitti Hawa, yang kemudian dibangun kembali di atas bekasnya berupa tumpukan pelataran tanah yang ketinggian oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Isma'iyl 'Alaihima sSala-m, atas petunjuk Malaikat Jibril. Tentara bergajah itu dipanglimai oleh Abraha, seorang Amir (Gubernur) Yaman yang dibawah protekrorat Kerajaan Habasyah. Abd. Muththalib, nenek Nabi sebagai pemimpin Qabilah Quraisy, tidak mampu berbuat apa-apa untuk menahan pasukan bergajah Abraha itu, dan penduduk Makkah menyingkir berlindung di atas bukit-bukit. Dalam keadan kritis itu Allah mengirimkan burung berbondong-bondong yang menghancurkan seluruh pasukan itu, termasuk Abraha sendiri, seperti termaktub dalam Al Quran S. Al Fiyl, 3,4,5:

Wa Arsala 'alayhim Tayran Aba-biyla. Tarmiyhim bi Hija-ratin min Sijjiylin. Faja'alahum ka'Asfin Ma'kuwlin. Dan (Allah) mengirim ke atas mereka (pasukan bergajah) burung berbondong-bondong. Yang melempar mereka dengan batu kerikil yang penuh azab (dengan bibit penyakit, virus?,pen.). Maka jadilah mereka itu rontok ibarat daun yang dimakan ulat.

Ummat Islam sedunia senantiasa memperingatinya menurut cara dan tradisinya masing-masing. Secara hukum, Nabi Muhammad SAW tidak pernah menyuruh ummat Islam memperingati Mawlid Nabi, sehingga bagaimanapun ragam tradisi negeri-negeri Islam sebagai perwujudan kecintaan ummat Islam kepada Nabi, tidaklah pernah ada peringatan Mawlid Nabi yang menjurus pada upacara yang ritual. Seperti biasa dari tahun ke tahun thema sentral Peringatan Mawlid Nabi berupa penyampaian pesan-pesan nilai: Uswatun Hasanah, contoh-contoh yang baik dan Ramhmatan li l'A-lamiyn, rahmat bagi beberapa alam (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, batu-batuan dan mineral, alam sekitar, sumberdaya alam dan lingkungan hidup).

***

Dalam kolom ini kita akan berbicara sedikit di luar dari kedua thema sentral di atas itu. Kita akan menyimak makna prahara dramatis serbuan terhadap Ka'bah oleh pasukan bergajah yang dihancurkan Allah dengan azab penyakit, berupa virus yang melekat pada batu-batu kerikil yang dilontarkan oleh pasukan burung.

Sejak dahulu budaya ummat manusia sudah mengenal pelacuran. Namun dalam budaya kekinian, pelacuran itu sudah meningkat menjadi industri yang sudah menjadi rahasia umum mengadakan link and match dengan industri pariwisata, yang meramaikan bisnis import-export budak-budak sex (raqabah). Bahkan menurut Tumbu Saraswati, seorang pengacara, yang beromong melalui Majalah Sinar, terbitan 1 Agustus 1994, dalam forum pendapat, halaman 10, bahwa dari asalnya pelacuran bukanlah bentuk kejahatan. Karena dianggap tidak ada pihak yang dirugikan. Jadi prinsipnya suka sama suka. Ada uang, suka lalu bayar. Itu prinsipnya. Walaupun kemudian Saraswati mengaitkannya dengan UU Perkawinan dan KUHP, maka yang prisip tadi itu menjadilah kejahatan kesusilaan.

Pernah saya baca dalam sebuah buku, sudah lupa judul buku dan tak teringat juga siapa pengarang dan penerbit serta tempat dan tahun terbiatnya, karena buku itu saya baca telah lama berselang, bahwa menurut pola pikir budaya barat yang menjiwai peraturan perundang-undangannya, bahwa kekuasaan hakim sudah berakhir pada batas pintu kamar tidur. Maka pola pikir inipun masuk merasuk dalam KHUP kita, yang menganggap bahwa bermukah (overspel) hanyalah delik aduan belaka, yang sampai sekarang masih bercokol dalam pasal 284, tak pernah digubris untuk diperbaiki. Jadi berzina tidak melanggar hukum, yang melanggar hukum, adalah bermukah, perzinahan khas, yaitu oleh pasangan yang telah diikat tali perkawinan, itupun hanya berupa delik aduan. Maka budaya kekinian dengan pola pikir seperti di atas itu turut brtanggung jawab dalam hal meningkatnya secara global industri jasa pelacuran yang mengadakan link and match dengan industri jasa pariwisata, yang meramaikan bisnis import-export budak-budak sex, sehingga mengakibatkan musykilnya memberantas pelacuran.

Contoh soal kecil yang masih aktual adalah bisnis Hartono, yang secara profesional berhasil mengelola bisnisnya. Sukarlah Hartono ini untuk dapat dituntut, oleh karena undang-undang kita hanya menyangkut larangan bermukah, itupun berupa delik aduan.

Syahdan, demikianlah prahara angin puting beliung yang menerjang budaya ummat manusia kekinian. Inilah terjangan budaya jahiliyah (biadab) modern, yang sukar dilawan dalam bentuk upaya apapun. Lalu di mana manusia sudah tidak berdaya lagi, seperti Abd.Muththalib yang tak berdaya melawan pasukan bergajah, maka Allah SWT mengirim pasukanNya: Wa Arsala 'alayhim Thayran Aba-bila. Demikian pula halnya ummat manusia yang beradab, yang kewalahan menghadapi situasi prahara, serbuan industri jasa pelacuran yang sudah menggoyahkan sendi-sendi nilai-nilai wahyu dan nilai-nilai luhur budaya manusia, khususnya nilai kemanusiaan yang beradab, maka Allah SWT mendatangkan azab penyakit AIDS, yang dikirim dengan perantaran "burung-burung" milik "tentera bergajah" itu sendiri. Tidaklah perlu mengeluarkan biaya begitu banyak, seminar-seminar, menyuruh pakai alat pelapis karet sintetis yang disebut kondom, biarkanlah sang penyerbu itu rontok sendiri ibarat daun dimakan ulat. WaLlahu a'lamu bisshawab

*** Makassar, 21 Agustus 1994