4 Desember 1994

156. Teknologi Tiruan dari Mekanisme Binatang

Kelelawar adalah binatang yang mencari rezekinya di malam hari. Binatang ini tidaklah mempergunakan matanya untuk melihat, melainkan menghandalkan telinganya. Ia mencicit mengeluarkan suara, kemudian ia menangkap kembali gema suaranya yang dipantulkan oleh benda di depannya. Manusia mempelajari cara kelelawar ini "melihat" sasarannya, kemudian membuat alat yang disebut dengan (Ra)dio (D)etection (A)nd (R)anging disingkat radar, yang berarti melacak dan menentukan jarak dengan radio. Inilah yang disebut bionika, yaitu mempelajari seluk beluk mekanisme binatang, kemudian mebuat rancang bangun peralatan elektronika berdasar atas prinsip kerja mekanisme binatang tersebut. Kalau kelelawar memanfaatkan gema gelombang udara, maka radar memanfaatkan gema gelombang radio, yaitu gelombang elektromagnet. Tidaklah semua yang dipelajari dari mekanisme binatang itu menghasilkan rancang bangun peralatan elektronika, yang disebut bionika itu.

***

Allah SWT berfirman dalam S.AlMuluk,19:
-- Awalam Yaraw ilay thTahayri Fawqahum Sha-ffa-tin wa Yaqbidhna, Tidakkah mereka lihat burung-burung di atas mereka bersaf-saf dan menguncupkan?
Burung-burung yang bersaf-saf artinya dalam keadaan terbang dan sementara terbang itu menguncupkan. Apa yang dikucupkan? Yaqbidhna berbentuk mutsanna (dual), jadi ada dua yang dikuncupkan, yaitu kedua sayap burung itu. Jadi makna ayat itu: Tidakkah mereka lihat burung-burung di atas mereka itu sedang terbang bersaf-saf dan sementara itu menguncupkan kedua sayapnya? Ada dua hal yang dapat dipelajari dalam hal ini.

Yang pertama menyangkut organisasi formasi terbang. Bagaimana cara mereka berkomunikasi baik dalam hal mekanisme komunikasi maupun bahasa komunikasi sehingga gerak setiap burung dalam formasi itu kecepatannya sama, artinya laju terbangnya sama besar dan arah terbangnya tetap sejajar antara satu dengan yang lain, baik sedang dalam manuver bergerak lurus maupun membelok. Dalam hal ini kita dapat menyimak ilmu pengetahuan menurut Islam adalah tidak dapat bersifat otonom, melainkan tidak dapat dipisahkan dari nilai Tawhid, yaitu Allah SWT memerintahkan kita untuk mempelajari seluk beluk teknik berkomunikasi burung-burung yang sedang melakukan manuver, terbang dengan formasi yang indah.

Yang kedua menyangkut kinerja terbang. Hingga kini walaupun teknologi pesawat terbang sudah demikian canggihnya, namun masih kalah dibandingkan dengan burung. Dilihat dari sudut aerodinamika (ilmu terbang di udara) kemenangan burung itu terletak dalah hal efisiensi terbang. Burung dapat mengubah posisi sayapnya sementara terbang, yakni dapat membuka dan menguncup. Inilah yang diperintahkan Allah SWT dalam S.AlMuluk,19 supaya kita memperhatikan burung yang sementara terbang menguncupkan kedua sayapnya. Sayap burung membuka apabila memerlukan gaya angkat dan gaya dorong, menguncup jika sedang terbang dalam kecepatan tinggi dan menukik. Sekali lagi kita lihat aplikasi aerodinamika pada burung yang terbang tidak lepas dari nilai Tawhid, yaitu Allah SWT memerintahkan kita untuk memperhatikan sayap burung yang menguncup sementara terbang. Tak ubahnya dengan burung, pesawat terbangpun membutuhkan sayap untuk naik (take off) dan terbang dengan kecepatan dibawah kecepatan bunyi (subsonic). Akan tetapi jika kecepatan di atas kecepatan suara telah dicapai (supersonic), sayap yang lebar hilang peranannya, malahan menyusahkan. Pesawat itu dapat terbang secara efisien, sehingga dapat lebih laju, jika sayapnya dilipat ke dalam.

***

Pesawat terbang yang terbang seperti burung itu baru dibuat dalam tahun 1951, disebut model X5, yang menjadi cikal bakal pesawat terbang yang terbang ibarat burung, yaitu sementara terbang sayapnya dapat dilipat ke dalam. Model X5 ini ternyata tidak stabil sehingga sukar dikendalikan. Fasalnya terletak dalam hal sistem mekanisme penggerak sayap. Mekanisme itu mengubah posisi sayap dengan jalan menggeser bagian dalamnya. Pangkal sayap bergerak kemuka dan sayap berubah posisinya, sudut sikap sayap lebih lancip dan keping sayap menjadi lebih dekat pada badan pesawat (fuselage). Akan tetapi celakanya, mekanisme penggeser pangkal sayap terlalu berat dan besar. Bukan itu saja dan ini yang paling penting, apabila pangkal sayap bergeser ke depan, maka titik berat (center of gravity) dan titik pusat tekanan (center of pressure) dari pesawat terbang itu berubah pula. Maka menjadilah ia tidak stabil sehingga sukar dikendalikan.

William J. Afford dan Edward C. Tolhamus mendapatkan hak paten mengenai mekanisme untuk mengubah posisi sayap tanpa mengubah titik berat dan titik pusat tekanan dari pesawat terbang. Mekanisme itu pada prinsipnya berupa persendian yang diletakkan pada sayap agak jauh dari fuselage. Pangkal sayap tidak bergerak, jadi tidak seperti pada model X5 di atas itu. Pesawat terbang itu seakan-akan mempunyai siku pada sayapnya, sehingga pilot dapat melipat sayap itu ke dalam badan pesawat, jika lajunya mencapai kelajuan supersonic. Sayap yang mempunyai siku itu sudah hampir menyerupai sayap burung. Grumman Aircraft dan General Dynamics Corporation yang mula pertama memperoduksi pesawat yang dapat terbang seperti burung dengan mekanisme menurut rancang bangun dari Alford dan Tolhamus itu. Pesawat itu diberi bernama Tactical Fighter Experimental - TFX - Angkatan Udara Amerika Serikat memberi nama F-111A dan Angkatan Laut memberikan nama F-111B.

Tatkala saya pulang ke tanah air 21 tahun lalu saya bawakan oleh-oleh untuk kedua anak laki-laki saya, Muhammad Iqbal AR dan Muhammad 'Abduh AR, pesawat terbang main-mainan (tidak dapat terbang), yang sayapnya dapat menguncup, kalau sedang melaju (di lantai). WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 4 Desember 1994