2 April 1995

171. Nabi Muhammad SAW Bukan Diktator! Tidak Perlu Sri Bintang Tergugah Membela Permadi

Malam Jum'at beberapa hari yang lalu, sesudah Dunia Dalam Berita, melalui tayangan RCTI saya menonton film kungfu yang berjudul: The White Haired Devil Lady. Saya sudah pernah membaca ceritanya, yang berjudul Pek Hoat Mo Lie. Pek artinya putih, hoat artinya rambut, mo artinya setan dan lie artinya dara (tanpa h). Jadi berarti Dara Setan Berambut Putih.

Seperti biasanya cerita dari versi buku tidak seluruhnya sama betul dengan versi film, tidak terkecuali cerita PHML tersebut. Namun dalam hal yang pokok, cerita PHML ini tidak ada perbedaan antara versi buku dengan versi film. Mo Lie ini sesungguhnya perangainya tidaklah seperti setan. Dia sangat ditakuti dan dibenci oleh para pejabat korup yang suka memeras rakyat. Para pejabat koruplah yang memberikan predikat Mo kepadanya. Maka tidaklah benar jika dirumuskan bahwa Dara Berambut Putih itu adalah setan yang baik. Tidak ada setan yang baik, pemberian predikat setan kepada Dara itu yang tidak benar.

***

Dalam Harian Fajar, Edisi Minggu, 26 Maret 1995 pada halaman 12 dapat kita baca judul berita: Bintang Siap Bela Permadi. Berita itu menunjukkan bahwa informasi tentang pernyataan Permadi yang menghebohkan itu bagi Sri Bintang adalah sebagai data primer. Akan saya kutip berita itu sebahagian:

Bintang juga mengakui bahwa dirinya berada dalam forum yang sama ketika Permadi memberikan pendapatnya tentang kepemimpinan Nabi Muhammad SAW sebagai kepemimpinan diktator yang baik. Menurutnya, pernyataan Permadi itu untuk menyanggah pernyataan Adnan Buyung Nasution tentang model kepemimpinan diktator.
"Jadi memang saat itu Mas Permadi sedang menyerang teori dan pernyataan Adnan Buyung tentang gaya kepemimpinan diktator yang dikatakan salah semua. Tetapi menurut Permadi gaya kepemimpinan Nabi Muhammd SAW merupakan bentuk gaya diktator yang baik. Jadi semata-mata menyerang Buyung, tidak yang lain, apalagi berniat menghujat Nabi, tidak sama sekali," ujar pria kelahiran Tulung Agung 25 Juli 1945 itu. Garis bawah dari saya.

Ada sifat dasar Sri Bintang yang baik yaitu senantiasa menunjukkan keinginannya untuk membela yang lemah dan terpojok. Ia melihat bahwa Permadi sekarang sedang terpojok, dan ia menganggap bahwa terpojoknya Permadi itu hanya karena kesalahpahaman belaka. Khusus mengenai kasus Permadi ini, Sri Bintang berpendapat bahwa kesalah-pahaman itu terletak dalam hal kurang lengkapnya informasi yang diperoleh.

Namun di samping sifat yang baik itu ada sifat Sri Bintang yang dapat menjerumuskannya pada sikap yang tidak cermat, yaitu perangai Sri Bintang yang impulsif, sehingga tidak sempat terpikir olehnya bahwa kita tak dapat menilai orang dari niatnya. (Lihat yang digaris bawahi pada kutipan di atas). Dalam laut dapat diduga dalam hati orang tak tahu. Maka niat Permadi itu sifatnya rahasia, yang mengetahuinya hanya Allah SWT dan Permadi sendiri. Sebab itu Permadi (dan semua orang) hanya dapat dinilai atas ucapan dan perbuatannya.

***

RasuluLlah SAW sekali-kali bukan diktator (dengan atau tanpa kata baik di belakang diktator). Dalam proses pengambilan keputusan, corak kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, yang menjadi uswatun hasanah bagi ummatnya, adalah corak kepemimpinan terbuka. Hal ini telah saya tulis dalam seri 16, tanggal 2 Februari 1992, yang berjudul Manajemen Terbuka, Manajemen Partisipatif. Akan saya kutip sebagian intinya:

Setelah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah dibentuklah Negara Islam Madinah, yang rakyatnya terdiri atas orang-orang Islam, orang-orang Arab yang bukan Islam dan orang-orang Yahudi yang tinggal di benteng-benteng. Tatkala RasuluLlah SAW menerima informasi bahwa tentara Makkah sudah siap untuk menyerbu Madinah guna membalas kekalahan mereka dalam Perang Badar, maka beliau sebagai Kepala Negara dan Panglima Perang mengumpulkan penduduk Madinah untuk bermusyawarah. Dalam musyawarah itu Rasulullah SAW mengeluarkan tawaran bagaimana kalau bertahan dalam kota saja. Sesudah itu beliau memberi kesempatan kepada penduduk Madinah untuk lobying antara satu dengan yang lain.

Hasilnya ialah pada umumnya penduduk Madinah tidak sependapat dengan gagasan Rasulullah SAW. Dengan Hamzah sebagai juru bicara dikemukakanlah alasan mengapa mereka tidak sependapat. Kota Madinah tidak terlindung seluruhnya untuk menghadapi serangan frontal. Memang ada benteng Yahudi dan jajaran pohon-pohon kurma sebagai benteng alam terhadap pasukan berkuda, akan tetapi ada pula bagian/lini yang terbuka. Akhirnya diputuskanlah bahwa pasukan Quraisy dari Makkah harus dihadang di luar kota dengan posisi bukit Uhud sebagai benteng alam yang melindungi pasukan Madinah dari belakang.

Tawaran RasuluLlah SAW untuk bertahan dalam kota bersifat memancing. Rakyat Madinah yang dilibatkan dalam proses musyawarah pengambilan keputusan itu merasa bahwa keputusan bertahan di luar kota itu adalah dari gagasan mereka sendiri. Walhasil timbullah partisipasi mereka dalam pelaksanaan dan pengamanan keputusan yang telah diputuskan itu. Itulah corak kepemimpinan yang partisipatif dari RasuluLlah SAW.

Corak kepemimpinan RasuluLlah SAW dalam proses pengambilan keputusan menunjukkan bahwa beliau bukanlah diktator. Tidaklah benar pemberian predikat diktator oleh Permadi terhadap RasuluLlah SAW, walaupun dikemas dengan label baik. Seperti pula tidak benarnya pemberian predikat setan kepada Pek Hoat Mo Lie oleh para pejabat yang korup pemeras rakyat.

Tidaklah dapat dijadikan alasan bahwa Permadi mengeluarkan pernyataannya itu hanya sekadar dalam rangka menanggapi floor, yaitu semata-mata untuk menyerang pendapat Buyung. Walhasil, dengan asumsi kejujuran Sri Bintang menyampaikan informasi, jelas tidak dapat diragukan lagi: Permadi menurunkan derajat RasuluLlah SAW menjadi diktator, ia menghujat Nabi Muhammad RasuluLlah SAW. Tidaklah perlu Sri Bintang tergugah hatinya untuk membela Permadi.

*** Makassar, 2 April 1995