30 April 1995

174. Istilah yang Sudah Memasyarakat Sukar Diubah, dan Metode Permutasi

Pada hari Kamis, 27 April 1995 yang lalu berlangsung ujian meja mempertahankan skripsi mahasiswa calon sarjana teknik pada Jurusan Mesin Fakultas Teknik UMI. Cerita ini bersumber dari Ruang Ujian A Jurusan Mesin dan sidang ujian dipimpin oleh Prof.Dr Ir H.Arifuddin Ressang, yang juga adalah Dekan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar. Waktu giliran saya untuk menguji saya bertanya dari segi bahasa:

  • Ini gambar apa?
  • Radiator Pak.
  • Heat transfer dari mesin ke alat ini dan dari alat ini ke udara luar dengan cara bagaimana? tanya saya lagi.
  • Begini Pak, dari mesin ke radiator dengan aliran fluida air pendingin dan dari radiator ke udara dengan aliran fluida udara.
  • Heat transfer dengan aliran fluida, itukah yang disebut radiasi? tanya saya lagi.
  • Bukan radiasi Pak, melainkan konveksi, sela mahasiswa itu dengan cepat.
  • Bagus, tetapi mengapa kau namakan alat ini dengan radiator, mengapa bukan konvektor?
Mahasiswa itu tertegun sejenak, kemudian dengan sikap yang kurang bersemangat ia menjawab:
  • Anu Pak, dalam buku-buku teks disebutkan radiator, saya cuma ikut saja.
Demikianlah dalam adat-isitiadat berbahasa. Walaupun ternyata istilah yang dipergunakan untuk suatu benda atau pemahaman sebenarnya salah, akan tetap dipakai, apabila istilah itu telah memasyarakat. Seperti misalnya Gerakan Non Blok (GNB) sudah tidak relevan lagi sejak bubarnya Uni Sovyet, karena tidak ada lagi dua kutub blok: Blok Amerika vs blok Uni Sovyet. Akan tetapi karena pemakaian ungkapan Non Blok ini bukan hanya sekadar memasyarakat melainkan sudah lebih dari itu, sudah menginternasional, maka walaupun sudah tidak relevan lagi, tetap dipakai terus.

Bukan dalam bahasa Indonesia saja yang demikian. Dalam bahasa Belanda ada kata-kata: paarde kracht dan levende kracht. Kalau diterjemahkan secara kata demi kata ke dalam bahasa Indonesia akan berbunyi gaya kuda dan gaya hidup. Kedua istilah itu tidak benar, tetapi orang Belanda memakainya terus. Gaya adalah besaran vektor. Pada hal paarde kracht dan levende kracht adalah besaran-besaran skalar, karena yang dimaksud dengan paarde kracht adalah daya kuda dan levende kracht adalah energi. Daya dan energi keduanya adalah besaran skalar, keduanya dihubungkan dengan faktor waktu: energi = daya x waktu.

Mungkin karena dianggap orang bahwa nama ataupun istilah yang dipakai itu tidak lain hanyalah untuk identifikasi suatu benda, atau suatu pengertian. Tidak perlu ada hubungan logis atau hubungan maknawi antara istilah dengan bendanya. Pokoknya hanya untuk sekadar identifikasi, habis perkara. What is in a name?, menurut William Shakespeare (1564 - 1616) dalam Romeo dan Juliet (1595).

Betulkan demikian? Istilah hanya sekadar untuk identifikasi suatu benda atau pemahaman? Tidak perlu ada kaitan logis ataupun maknawi di antara keduanya?

Sesungguhnya dalam bahasa Arab tidak demikian halnya. Dalam bahasa Arab ada kaitan logis yang maknawi antara istilah dengan bendanya. Ambillah misalnya telur, rumah, dan burung, egg, house dan bird (Inggeris), ei, huis dan vogel (Belanda), tamango, uci dan tori (Jepang). Dalam bahasa-bahasa itu betul-betul kata-kata itu hanya sekadar untuk identifikasi saja, tidak lebih dari itu. Bagaimana dalam bahasa Arab? Telur dalam bahasa Arabnya adalah baydh. Istilah itu menyatakan bahwa benda yang dimaksud putih warnanya dan lonjong bentuknya, sebab putih dalam bahasa Arab adalah abyadh (mudzakkar, jantan) atau baydha-' (muannats, betina), sedangkan lonjong dalam bahasa Arabnya ialah baydha'. Rumah bahasa Arabnya ialah bayt. Istilah itu menyatakan bahwa benda yang dimaksud berfungsi untuk tempat bermalam, sebab bermalam dalam bahasa Arabnya ialah baata. Burung bahasa Arabnya thayr. Kata ini menunjukkan sesuatu yang dapat terbang, sebab terbang dalam bahasa Arabnya thaara.

Bahkan ada kata-kata yang menyatakan kaitan logis yang maknawi dengan bendanya yang sangat teperinci, jika diaplikasikan perlakuan secara matematis yaitu permutasi. Kata itu seperti misalnya khubz yang berarti roti. Khubz dibentuk dari akar kata yang terdiri dari tiga huruf: kha, ba dan zay. Dari ketiga huruf ini terbentuklah kata khabaza dengan permutasi khazaba dan bazakha. Khabaza berarti mengubah cepat-cepat sesuatu dengan tangan, khazaba berarti menjadi gembung dan bazakha berarti memukul-mukul sesuatu. Dan kesemuanya itu menggambarkan proses pembuatan roti: adonan roti itu diberi bubuk supaya terjadi gas yang menyebabkan adonan itu menggembung, adonan itu dibanting-banting dan diubah cepat-cepat dengan tangan.
Dengan metode permutasi ini kita dapat mengerti dengan baik makna ayat yang berikut:

Kullun fiy Falakin Yasbahuwn (S.Yasin,40), masing-masing (benda-benda langit) berenang dalam falaknya (36:40). Yasbahuwna berasal dari akar kata yang dibentuk oleh huruf-huruf sin, ba dan ha.

Sabaha artinya berenang dengan permutasi: sahaba artinya menarik, habasa artinya mengurung, kata bendanya habs artinya penjara dan hasaba artinya menghitung. Berenang ialah bergerak dalam air atau fluida. Benda-benda langit berenang dalam fluida yang halus yang disebut dukhaan menurut Ayat Qauwliyah (S. Fushshilat 11), atau fluida interstellair menurut Ayat Kawniyah. Fluida interstellair itu dapat dilihat dan difoto dengan teleskop pada waktu gerhana matahari penuh. Dalam foto itu dapat dilihat bahwa matahari dibungkus oleh lapisan yang disebut corona. Pada lapisan terluar dari corona itu terdiri atas fluida interstellair yang ditarik dan dibawa serta oleh matahari. Benda-benda langit itu pada waktu berenang saling tarik-menarik, dan sementara itu terkurung dalam falak yaitu jalur geodesik dari space-time continuum dan gerak benda-benda langit itu dapat dihitung dengan rumus-rumus antara lain rumus Newton maupun rumus Einstein. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 30 April 1995