23 April 1995

173. Ibadah Haji, Napak Tilas Nabi Ibrahim AS

Barangkali tulisan ini ada manfaatnya utamanya bagi Jama'ah Calon Haji yang masih menunggu paspornya di asrama haji. Yaitu bacaan satu halaman tentang pengertian dan pelaksanaan Ibadah Haji.

Al Hajju sama artinya dengan Al Qasdu yang berarti pergi kepada seseorang atau suatu tempat dengan maksud tertentu. Sedangkan pengertian menurut Syari'at adalah seseorang pergi ke Tanah Haram (Makkah dan sekitarnya: 'Arafah, Mina) pada waktu yang telah ditetapkan untuk melaksanakan 'ibadah. Waktu tertentu yang dimaksud adalah: Asyhuru lHajji Syawwa-lun wa DzulQa'dati wa 'Asyrun min DzulHijjati, bulan-bulan Haji: Syawwal, DzulQa'dah dan 10 hari bulan DzulHijjah (R.B.). Rukun Haji yaitu: Ihram, Wuquf di 'Arafah, Thawaf Ifadhah, Sa'i dan bercukur.

Ihram adalah dalam keadaan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dikerjakan (termasuk berpakaian). Dalam keadaan Ihram tidak boleh berburu binatang dan tidak boleh memetik tumbuh-tumbuhan. Larangan yang terakhir ini adalah mu'jizat, karena mengandung pekabaran bahwa padang Arafah yang gersang itu, kelak di kemudian hari akan menghijau oleh pepohonan, seperti keadaannya dewasa ini.

Wuquf di Arafah yakni berada di Arafah pada 9 DzulHijjah. Thawaf adalah mengelilingi Ka'bah 7 kali, 3 putaran pertama dikerjakan dengan berlari-lari kecil dan 4 putaran terakhir dikerjakan dengan berjalan biasa. Sa'i adalah berjalan antara bukit kecil Safa dengan Marwah dan ada jarak tertentu ditempuh dengan berlari-lari kecil. Jika Thawaf terputus karena masuk waktu shalat wajib, maka sesudah shalat wajib dapat dilanjutkan dengan menambah jumlah putaran. Lain halnya dengan Sa'i, jika terputus harus mengulangi dari awal kembali, tidak boleh menambah.

Wuquf di 'Arafah mengingatkan kita akan bertemunya Kakek dan Nenek kita Adam dan Hawa setelah sekian lama berpisah. Keduanya bertemu kembali di Jabal Rahmah sebuah bukit yang terletak di Padang 'Arafah.

Thawaf 7 kali mengingatkan kita akan apa yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS dan Isma'il (belum menjadi Nabi). Pada waktu membangun kembali Ka'bah keduanya berkeliling 7 kali barulah selesai membangun. Ka'bah disebut pula Bayt al-'Atiyq (Rumah Antik), karena merupakan bangunan yang tertua di dunia ini. Dibangun oleh Kakek dan Nenek kita Adam dan Hawa, namun telah hilang tatkala banjir pada zamannya Nabi Nuh AS. Pada zaman Nabi Ibrahim AS hanya tinggal bekasnya berupa dasar Ka'bah. Nabi Ibrahim AS dapat mengetahui lokasinya atas petunjuk Malaikat Jibril AS, yaitu pada gundukan tanah yang lebih tinggi dari sekitarnya.

Dalam bertawaf mengelilingi BaituLLah, disunatkan pula mencium batu hitam (Hajar al-Aswad)(*). RasuluLah bersabda: "Sesungguhnya yang kulakukan (mencium Hajar al-Aswad) ini adalah apa yang pernah dilakukan oleh Ibrahim dan anaknya, janganlah kalian menjadikannya sebagai kewajiban dalam berhaji (HR Abu Dawud). Nama Hajar al-Aswad diberikan oleh Nabi Ibrahim AS. Memcium Hajar al-Aswad dapat dilakukan secara lamngsung ataupun dari jauh secara tidak kangsung, cukup dengan mencium jari-jari/telapak tangan kemudian lengan dijulurkan dengan menghadapkan telapak tangan ke arah Hajar al-Aswad. Mencium Hajar al-Aswad itu juga berupa napak tilas Nabi Ibrahim AS mencium batu hitam itu karena sukacita. Nabi Ibrahim AS menciumi batu tersebut dengan rasa suka dan gembira yang teramat sangat tatkala Ismail menceritakan kepada Nabi Ibrahim AS mengenai pertemuannya dengan seorang lelaki tampan dan gagah yang telah memberikan baru hitam itu kepadanya. "Tahukah engkau anakku," kata Nabi Ibrahim AS, "siapakah lelaki tampan yang memberikan batu ini kepadamu?, itulah Malaikat Jibril AS yang menjelma menyerupai manusia biasa, dan batu ini adalah sisa yang tertinggal dari Bait al-Atiq yang dibangun oleh kakek dan nenek kita Nabi Adam AS dan Sitti Hawa," menjelaskan Nabi Ibrahim AS lebih lanjut.(**)

Sa'i dari Safa ke Marwah 7 kali pulang balik mengingatkan kita akan Ibunda Hajar berlari-lari antara bukit Safa dan Marwah untuk mencari air dan melihat/mencari barangkali ada kafilah yang lalu. Ibunda Hajar tidak mendapatkan air di antara kedua bukit itu juga tidak melihat kafilah, melainkan air itu didapatkan keluar dari dalam tanah dekat tumit Isma'il yang masih bayi. Itulah air zam-zam yang kaya akan ion-ion mineral itu.

Al 'Umratu berasal dari 'AMaRa yang berarti seseorang pergi mengunjungi suatu tempat. Pengertiannya menurut Syari'at berkunjung ke Makkah pada setiap waktu dan pada bulan Haji merupakan salah satu rangkaian ibadah Haji. Rukun 'Umrah ialah Ihram, Thawaf 'Umrah, Sa'i dan bercukur.

Bercukur/memotong rambut adalah simbol bayi yang baru lahir di aqiqahkan, karena orang yang sudah melakukan ibadah hajinya sama dengan bayi yang baru lahir, bersih dari dosa.

Aplikasi rangkaian Haji dengan 'Umrah ada tiga: Haji dahulu baru 'Umrah (Ifrad), 'Umrah dahulu baru Haji (Tammatu') dan Haji dan 'Umrah dilakukan sekaligus (Qiran). Kedua aplikasi yang terakhir kena dam (denda).

Pelaksanaan ibadah Haji dimulai pada Yawmu lTarwiyah yaitu pada 8 DzulHijjah. Disebut demikian karena pada hari itu RasuluLlah SAW dalam perjalanan beliau ke Arafah melepaskan dahaga (Tarwiyah) di Mina. Azh Zhahra wa l'Ashra Yawma tTarwiyati biMinay, shalat Zhuhur dan 'Asar pada hari Tarwiyah di Mina (R.B.). Sebelum Hari Tarwiyah yang mengambil Haji Tamattu' dan Qiran harus lebih dahulu membayar harga kambing 2 ekor di bank di Makkah. Seekor untuk dam dan seekor untuk hewan qurban. Yang akan mengambil Haji Ifrad hanya membayar harga seekor kambing untuk hewan qurban.

Menyembelih hewan qurban mengingatkan kita akan peristiwa Isma'il yang tidak jadi diqurbankan, melainkan diganti dengan dengan domba, suatu hal yang ditekankan oleh Allah SWT bahwa manusia dan kemanusiaan tidak boleh dikurbankan untuk tujuan apapun juga.

Pada 9 DzulHijjah, yang disebut Yawmu l'Arafah, jama'ah Wuquf di 'Arafah, itulah inti ibadah Haji. Di 'Arafah jama'ah menjama' shalat Zhuhur dan 'Asar, mendengarkan Khuthbah dan membaca do'a. Yajma'uwna bayna zhZhuhri wa l'Ashari fiy Sunnah, menjama' shalat Zhuhur dan 'Asar menurut Sunnah (R.B.).

Kemudian jama'ah meninggalkan 'Arafah menuju Mina, singgah mabit (bermalam, prakteknya menunggu hingga liwat tengah malam) di Muzdalifah. Di sini shalat Magrib dijama' dengan 'Isya. Jama'a Nabiyyu Sh.'A.W. bayna lMaghribi wa l'Isya-i, Nabi SAW menjama' shalat Magrib dan 'Isya (R.B.). Malam itu sejak matahari terbenam, masuklah 10 DzulHijjah.

Sesudah memungut batu kerikil jama'ah meneruskan perjalanan ke Mina untuk melontar Jumrah 'Aqabah. Sesudah bercukur maka sudah dihalalkan (tahallul) melakukan perbuatan yang dilarang selama dalam keadaan ihram, kecuali bercampur suami isteri. Tahallul yang masih dilarang bercampur itu disebut tahallul awwal.

Adapun Jama'ah yang keadaan fisiknya masih segar sesudah melontar Jumrah Aqabah dapat ke Makkah untuk Thawaf Ifadhah, Sa'i, dan bercukur kalau belum sempat bercukur di Mina. Setelah itu sudah dibolehkan bercampur, keadaan ini disebut tahallul tsani. Bagi yang masih sempat dapat melaksanakan shalat sunnat 'Iyd al-Adhha. Sesudah itu harus tiba kembali di Mina sebelum matahari terbenam.

Pada hari-hari 11, 12, 13 DzulHijjah, yang disebut Ayya-mu lTasyriq, hari-hari Tasyriq, jama'ah bermalam dan melempar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah di Mina. Jama'ah yang mengambil nafar awwal (rombongan pertama), yaitu yang melempar jumrah hanya dua hari tasyriq (11 dan 12), melontarkan 49 biji kerikil dengan perincian 7 lontaran pada Jumrah Aqabah pada 10 DzulHijjah,
ditambah 3 x 7 = 21 lontaran pada Jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah pada 11 DzulHijjah, ditambah 3 x 7 = 21 pada 12 DzulHijjah. Bagi jama'ah yang mengambil nafar tsani, yaitu yang melempar jumrah pada tiga hari tasyriq (11, 12, 13) maka lontarannya ditambah lagi 3 x 7 = 21, sehingga seluruhnya 70 biji kerikil yang dilontarkan.

Selama di Mina pada hari-hari Tasyriq dikumandangkan oleh para jama'ah kalimah-kalimah takbir, tahmid dan tahlil. Ini adalah napak tilas ucapan Jibril AS, Nabi Ibrahim AS dan Ismail. Kalimah takbir Allahu Akbar dari Jibril AS, disambut dengan kalimah tahlil dan takbir Laa Ila-ha IllaLla-hu waLla-hu Akbar oleh Nabi Ibrahim AS dan disambut oleh Isma'il dengan ucapan kalimah takbir dan tahmid Allahu Akbar wa LiLla-hi lHamnd.

Melontar 3 jumrah (Ula, Wustha, dan Aqabah) sebagai simbol melempar syaithan mengingatkan kita akan peristiwa dilontarnya syaithan yang mencoba mempengaruhi Nabi Ibrahim AS, Ismail dan Sitti Hajar, agar Nabi Ibrahim AS mengurungkan niatnya untuk menyembelih puteranya, yaitu Isma'il yang sudah menjelang remaja.

Setelah selesai melempar jumrah di Mina, lalu kembali lagi ke Makkah untuk melakukan upacara perpisahan dengan Tanah Suci yang merupakan upacara penutup rangkaian Ibadah Haji yaitu melakukan Thawaf Wada.

Berniat Ihram dari Miqat, bermalam di Muzdalifah, bermalam dan melempar jumrah di Mina, dan Thawaf Wada adalah wajib. setingkat di bawah rukun. Kalau rukun tidak dikerjakan ibadahnya tidak sah, sedangkan kalau yang wajib tidak dikerjakan, ibadah haji tetap sah apabila membayar dam.

Adapun hal-hal yang teperinci seperti bacaan niat, talbiyah, doa pada waktu Wuquf, Thawaf, Sa'i dan melempar jumrah, perincian 'amalan 'ibadah sunnat seperti Thawaf Qudum, Shalat sunnat, perincian bayaran dam dan lain-lain dapat dibaca dalam buku Manasik Haji. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 23 April 1995
[H.Muh.Nur Abdurrahman]
----------------------------------------
(*)
Hajar al-Aswad adalah istimewa, karena tidak pernah disembah sebagai berhala oleh orang Arab jahiliyah yang telah menyimpang dari ajaran Nabi Ismail AS, dari beragama Tawhid menjadi penyembah berhala. Juga Hajar al-Aswad tidak pernah dijadikan wasilah (medium, perantara) dalam menyembah Allah oleh orang Arab jahiliyah.

(**)
Sesungguhnya rumah ibadah yang mula-mula dibangun untuk manusia, ialah yang di Bakkah (nama lama dari Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia (3:96).
Nabi Adam AS membangun dua rumah ibadah. Menurut Hadits rumah ibadah yang kedua dibangun 40 tahun kemudian di Bayt Al-Maqdis (HR Imam Ahmad). Demikianlah, rumah ibadah pertama dibangun Makkah, yang secara geografis Makkah terletak di titik tengah pulau besar yang pertama yaitu tatkala Eurasia-Afrika-Amerika-Indo/Australia masih belum terpisah. Rumah ibadah kedua di Bayt Al-Maqdis yang secara geografis dan topografis terletak di tengah-tengah bukit, titik tertinggi di Darussalam (Jeruzalem).
Kedua rumah ibadah itu hancur tatkala banjir besar melanda permukaan bumi pada zaman Nabi Nuh AS. Nabi Ibrahim AS diberitahu oleh Jibril tempat bekas rumah ibadah pertama yang dibangun Nabi Adam tsb, yaitu gundukan tanah yang lebih tinggi dari tanah sekelilingnya. Rumah ibadah yang kedua dibangun kembali oleh Nabi Sulaiman AS yang dikenal sebagai Haikal Sulaiman di atas bukit, yaitu Bait Al-Maqdis tersebut. Di tengah-tengah bukit di titik tertinggi masih dijumpai batu yang tersisa dari rumah ibadah kedua yang hancur oleh banjir besar di zaman Nabi Nuh AS. Sekarang ini batu tersebut terletak di tengah-tengah bangunan Qubbat as-Sakhrah.