6 Agustus 1995

188. Mr.Ir. dan Ir.SH, serta Tiga Norma?

Dalam Buku Kurikulum ITB dahulu terdapat mata-ajaran ilmu hukum berupa: PIH, Hukum Tata-Negara dan Tata-Usaha Negara, Hukum Milik Perindustrian, dan Hukum Perburuhan. Semua mata-ajaran tersebut diberikan oleh Mr.Ir. Go Diam Ing. Di Makassar ini ada pula seorang yang semacam dengan itu yang menyandang dua gelar sekaligus insinyur dan sarjana hukum, yaitu mantan Dekan Fakultas Teknik Universitas Muslim Indonesia (UMI), namanya Ir M.Jafar Parewo, SH. Kedua gelar itu diperolehnya hampir bersamaan melalui Universitas Hasanuddin, yaitu masing-masing melalui Faklutas Teknik dengan jalur langsung dan Fakultas Hukum secara jalur tidak langsung. Dimaksudkan dengan jalur langsung adalah sejak semula sampai selesai di Fakultas Teknik. Adapun yang dimaksud dengan jalur tak langsung melalui dahulu Fakultas Hukum UMI sampai program Sarjana Muda, dan karena waktu itu di UMI belum ada tingkat lanjutan program Sarjana Muda, maka dilanjutkan ke Fakultas Hukum Unhas. Jalur tidak langsung ini juga ditempuh oleh isteri saya, dan sekarang alhamduliLlah isteri saya itu beberapa bulan lalu sudah berpangkat Lektor yang berdinas di Kopertis Wilayah IX. Barangkali sampai sekarang hanya M.Jafar Parewo ini yang satu-satunya pernah memiliki secara paralel dua nomor stambuk di Unhas dalam jenjang program pendidikan yang sama (S1, menurut predikat sekarang).

***

Adapun yang dimaksud dengan Tiga Norma ini adalah norma hukum, norma agama dan norma kesusilaan. Kriteria yang menjadi dasar klasifikasi norma-norma itu terletak dalam sanksi. Pelanggaran terhadap norma hukum dan norma kesusilaan akan mendapatkan sanksi di dunia. Yang memberikan sanksi kepada yang melanggar norma hukum adalah negara dan norma kesusilaan adalah masyarakat. Sedangkan pelanggaran terhadap norma agama sanksinya di akhirat kelak.

(Catatan: Kata sanksi ini melanggar kaidah menurut Ejaan Yang Disempurnakan, oleh karena menurut EYD tidak boleh ada dua bunyi konsonan yang berurutan. Pelanggaran ini demi untuk kejelasan, sebab kalau ditulis dengan sangsi, sebagaimana halnya funksi ditulis fungsi, maka akan terjadi pengertian ganda. Sangsi dapat berarti sanksi, dapat pula berarti ragu. Fungsi dapat berarti kegunaan dapat pula berarti funksi. Pelanggaran EYD ini terjadi pula dalam Tata-Laksana Proyek, khususnya dalam Network Planning, yaitu istilah Jalur Kritis. Menurut EYD kata dalam ejaan lama yang berakhir is, yaitu dari bahasa Belanda isch, harus diganti dengan ik. Akan tetapi untuk menghindarkan pengertian ganda maka tidak dituliskan Jalur Kritik.)

Tidakkah sebaiknya pembagian norma menurut kriteria sanksi itu dipilah-pilah? Sebab ada agama yang dalam ajarannya pelanggaran terhadap norma agama yang bersangkutan sanksinya bukan semata-mata di akhirat, melainkan di dunia inipun ada sanksinya. Kita akan berikan dua contoh ajaran agama tentang hal itu, yakni dalam Syari'at yang dibawakan oleh Nabi Musa AS dan Nabi Muhammad SAW.

Dalam The third Book of Moses (Leviticus) 24:21 tertulis:
And he that killeth a beast, he shall restrore it, and he that killeth a man, he shall be put to death. Dan dia yang membunuh binatang haruslah menebusnya, dan dia yang membunuh orang haruslah dihukum mati. Selanjutnya dapat kita baca pula sebuah kutipan dari The Babylonian Talmud, hasil terjemahan Leo Auerbach dari bahasa Ibrani (Hebrew) dan Aramaic ke dalam bahasa Inggeris. Adapun The Babylonian Talmud adalah penjabaran Syari'at Nabi Musa AS yang dijadikan semacam undang-undang dalam kalangan Bani Israil sewaktu menjalani masa pembuangan di Babylonia (Babylonische Ballingschap).

If a man threw a stone into his own yard and it killed someone, if that person had the right of entry into the yard, the man should be banish into exile, but if the person had no right there the man is not exiled. Jika seseorang melemparkan batu ke dalam tanah pekarangan miliknya dan batu itu membunuh seseorang, jika orang yang terbunuh itu mempunyai hak untuk masuk ke dalam tanah pekarangan itu, maka orang yang melemparkan batu itu mendapatkan sanksi diasingkan, akan tetapi jika orang yang terbunuh itu tidak mempunyai hak masuk ke dalam tanah itu, maka orang yang melempar itu tidak dibuang.

Dalam Al Quran dapat kita baca:
Innama- Jaza-u Lladziyna Yuha-ribuwna Lla-ha wa Rasuwlahu wa Yas'awna fiy lArdhi Fasa-dan an Yuqattaluw aw Yushallabuw aw Tuqatta'a Aydiyhim wa Arjuluhum min Khila-fin aw Yunfaw mina lArdhi Dzalika Lahum Khizyun fiy dDunya- wa Lahum fiy lAkhirati 'Adza-bun 'Azhiym (S.AlMa-idah,33). Sesungguhnya sanksi bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasulnya dan berupaya membuat bencana di muka bumi, bahwa meraka itu dihukum mati atau disalib atau dipotong tangan dan kakinya bertimbal balik, atau dibuang jauh dari tanah airnya. Sanksi itu adalah suatu kehinaan bagi mereka di dunia dan untuk mereka itu di akhirat siksaan yang besar (5:33).

Dalam Shahih Bukhari dapat kita baca pula:
Layyu lWa-jidi 'Uquwbatahu wa 'Irdhahu (R.B.). Menunda pembayaran hutang oleh seseorang yang mempunyai kesanggupan dihalalkan untuk mendapatkan sanksi kurungan dan kehormatannya.

Dari Perjanjian Lama, The Babylonian Talmud, Al Quran dan Al Hadits yang telah dikutip di atas itu jelas bahwa menurut Syari'at yang dibawakan oleh Nabi Musa AS dan Nabi Muhammad SAW pelanggaran terhadap agama sanksinya berlaku pula di dunia ini. Khusus dari kutipan Al Quran (5:33) secara tegas dinyatakan bahwa sanksi itu berlaku baik di dunia maupun di akhirat kelak. Oleh sebab itu klasifikasi Tiga Norma itu perlu dipilah-pilah. Bahwa klasifikasi Tiga Norma berdasarkan kriteria jenis sanksi yang diajarkan dalam Ilmu Hukum selama ini tidak berlaku secara umum. Wa Llahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 6 Agustus 1995