7 Juli 1996

232. Klasifikasi Manusia dan Ciri-Cirinya Menurut Al Quran

Dalam S. Al Baqarah pada ayat-ayat permulaan dapat kita baca enam jenis klasifikasi manusia, yaitu:
al Muttaquwn, orang-orang taqwa,
al Ka-firuwn, orang-orang kafir,
fiy Quluwbihim Maradhun, orang-orang yang sakit kalbunya,
al Mufsiduwn, orang-orang yang merusak,
al Sufaha-u, orang-orang bodoh,
al Muna-fiquwn, orang-orang berkepala dua (hipokrit),

Al Quran selanjutnya memberikan ciri-ciri dari keenam golongan manusia tersebut.

Pertama, ciri-ciri orang-orang taqwa yaitu beriman, mendirikan shalat dan memberikan infaq (zakat dan sedekah) dari sebagian rezekinya untuk fungsi sosial (2:3). Diperinci pula beriman itu, yakni beriman kepada yang ghaib (Allah, malaikat, hari akhirat), beriman kepada Al Quran dan kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada para Nabi yang terdahulu dari Nabi Muhammad SAW (2:3,4). Orang-orang taqwa itu mendapat petunjuk dari Allah SWT dan mereka itu mendapatkan predikat al Muflihuwn, orang-orang yang menang (2:5).

Menilik keterangan Al Quran di atas itu, maka yang biasa kita dengar di mana-mana, yaitu ungkapan beriringan imtaq, iman dan taqwa, sebenarnya salah kaprah atau rancu. Ada ungkapan beriringan amanuw wattaqaw dalam Al Quran, namun kata penghubung wa itu makanya tsumma (=dan selanjutnya) . Juga ungkapan beriringan iman dan amal shalih, kata penghubung dan juga bermakna dan selanjutnya. Kalau disinkronkan antara beriman, mendirikan shalat dan memberikan infaq (2:3) dengan beriman dan beramal shalih (103:3, 95:6) maka beramal shalih adalah mendirikan shalat dan memberikan infaq. Iman, shalat dan infaq adalah komponen-komponen taqwa. Kalau menyebut taqwa tidak perlu menyebut iman lebih dahulu, oleh karena dalam derajat taqwa tercakuplah iman. Kerancuan ungkapan beriringan imtaq karena mensederajatkan iman dengan taqwa.

Kedua, ciri-ciri orang-orang kafir, yaitu diberi peringatan atau tidak, itu sama saja atas mereka, mereka tidak akan beriman. Kalbu, pendengaran dan penglihatan mereka tertutup rapat (2:6). Dengan ciri yang demikian itu, maka para dai ataupun muballig tidaklah perlu berkecil hati apabila seruan ataupun peringatan Al Quran yang disampaikan kepada mereka ibarat air yang jatuh ke padang pasir, tidak berkesan. Kewajiban para dai atau muballig hanya sebatas menyampaikan peringatan. Wa Quli lHaqqu min Rabbikum faMan Sya-a falYu'min waMan Sya-a falYakfur (S. Al Kahf, 29). Dan katakanlah kebenaran itu dari Maha Pengatur kamu, maka berimanlah siapa yang mau, dan kafirlah siapa yang mau (18:29). Allah memberikan otoritas kepada manusia dalam menentukan pilihannya, beriman atau kafir.

Ketiga, ciri orang-orang yang sakit kalbunya, yaitu mereka mengatakan dirinya beriman, namun sesungguhnya mereka tidak beriman. Mereka itu kelihatannya menipu Allah dan menipu orang-orang beriman, namun pada hakekatnya mereka itu menipu dirinya sendiri (2:8,9). Mereka melakukan khurafat, menyembah berhala tradisional dan berhala modern. Berhala tradisional masudnya patung-patung berhala, benda-benda pusaka yang disakralkan, tokoh-tokoh sejarah yang dikultuskan, saukang dan sebangsanya. Berhala modern ialah otak manusia yang disangka dapat memecahkan segala macam masalah.

Keempat, orang-orang yang merusak cirinya mereka menyangka dirinya berbuat baik, akan tetapi mereka tidak menyadari bahwa mereka sesungguhnya merusak (2:11,12). Jenis manusia golongan keempat ini banyak kita dapati sekarang. Ada yang menyangka dirinya berbuat baik memecahkan masalah, akan tetapi sebenarnya mereka tidak menyadari bahwa justeru hasilnya merusak, makin menambah masalah. Ada yang menyangka berbuat baik, membangun, akan tetapi sesungguhnya mereka merusak lingkungan hidup, mencemari bumi dengan sampah-sampah radio-aktif, limbah industri yang beracun, melepaskan ke udara gas-gas rumah kaca yang menaikkan suhu global karena efek rumah kaca. Bahkan ada sejenis gas rumah kaca yaitu CFC (Chlor, Fluor, Carbon) di samping berkontribusi menaikkan suhu global, juga merusak lapisan ozon yang membendung komponen sinar gamma dari matahari, yaitu sinar ultra lembayung yang tidak kelihatan, yang menyebabkan kanker kulit.

Kelima, ciri orang-orang bodoh ialah mereka menyangka bahwa orang-orang yang beriman itu orang-orang yang bodoh (2:13). Saya teringat sebuah syair, yang saya sudah lupa siapa penggubahnya, demikian bunyinya:

Orang yang tahu, dan tahu ditahunya,
itulah orang alim, ikutlah dia.
Orang yang tahu, tetapi tidak tahu ditahunya,
itulah orang tidur, bangunkan dia.
Orang yang tidak tahu, dan tahu ditidak tahunya,
itulah pencari ilmu, tunjukilah dia.
Orang yang tidak tahu, tetapi tidak tahu ditidak tahunya,
itulah orang bodoh, jauhilah dia.

Keenam, orang-orang munafik, orang-orang berkepala dua (hipokrit), yang dalam bahasa Makassarnya Tu'bali'-ballang, ciri khasnya apabila bertemu dengan orang-orang beriman, mereka mengaku telah beriman, akan tetapi jika kembali kepada setan-setan pimpinannya mereka berkata bahwa sesungguhnya kami pengikutmu, kami cuma memperolokkan orang-orang beriman. Mereka melakukan bisnis melakukan transaksi membeli kesesatan (2:14,16). Mereka ini termasuk orang yang sangat berbahaya, menjadi musuh dalam selimut, musang berbulu ayam. Secara zahir mereka kelihatannya orang-orang dermawan, namun mempunyai kiat-kiat tersembunyi. Gembong-gembong narkotika banyak melakukan taktik musang berbulu ayam ini.

Mengapa penjahat tidak ada dalam klasifikasi itu? Dalam sebuah Hadits riwayat alBukhari, Muslim dan lain-lainnya, dari Abu Hurairah, RasuluLlah SAW bersabda: La- Yazniy zZaniy Hiyna Yazniy waHuwa Mu'minun, La- Yasriqu sSariqu Hiyna Yasriqu waHuwa Mu'min waLa- Yasyrabu lKhamra Hiyna Yasyrabuha- waHuwa Mu'minun. Tidaklah pezina berzina tatkala ia berzina dalam keadaan beriman, tidaklah pencuri mencuri tatkala ia mencuri dalam keadaan beriman, dan tidaklah peminum minum khamar tatkala ia minum dalam keadaan beriman.

Maka penjahat termasuk dalam kelima klasifikasi: al Ka-firuwn, fiy Quluwbihim Maradhun, al Mufsiduwn, al Sufaha-u, dan al Muna-fiquwn. Adapun yang paling jahat adalah al Ka-firun, karena kalbunya sudah tertutup rapat-rapat dari iman. WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 7 Juli 1996