15 Desember 1996

253. Manusia yang Ulu lAlba-b Sebagai Khalifah Allah [Berfungsi Mengatur Sistem Dunia Dengan Nilai Wahyu]

Dalam pelaksanaan ibadah haji disyari'atkan antara lain bahwa bila dalam keadaan ihram orang tidak boleh membunuh binatang dan tidak boleh memetik tumbuh-tumbuhan. Ini mengisyaratkan dua hal yang penting. Pertama, pada zaman RasuluLlah SAW padang 'Arafah itu gersang tidak ada tumbuh-tumbuhan. Maka dengan disyari'atkannya tidak boleh orang memetik tumbuh-tumbuhan itu berarti suatu isyarat bahwa kelak di kemudian hari padang Arafah akan tumbuh tanam-tanaman. Dan itu sudah menjadi fakta di zaman kita ini, padang Arafah sudah menghijau oleh pohon-pohonan. Inilah salah satu mu'jizat yang terkandung dalam tata-cara ibadah haji tentang hal pekabaran bagi mereka dahulu bahwa di Arafah akan tumbuh pohon-pohonan kelak. Isyarat yang kedua ialah manusia itu tidak boleh seenaknya saja membunuh binatang dan menebas pohon-pohonan. Adapun tulisan ini ruang lingkupnya di batasi dalam hal isyarat yang kedua ini, yaitu manusia harus memelihara lingkungannya. Hal ini dipertegas oleh Firman Allah dalam S. Al Baqarah, 30: Wa Idz Qa-la Rabbuka li lMalaikati Inny Ja-'ilun fiy lArdhi Khaliyfah ...., dan ingatlah tatkala Maha Pengaturmu berkata kepada para malaikat sesungguhnya Aku jadikan khalifah di bumi. Biasanya kalimah Rabb diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan kata Tuhan. Terjemahan itu kurang mengenai sasaran, oleh karena kalimah Rabb itu adalah salah satu dari Asma-u lHusna, Nama-Nama Yang Terbaik, yang jumlahnya 99, yang setiap Nama itu mengandung makna spesifik. Ar Rabb berarti Maha Pengatur.

Demikianlah ayat di atas itu mengandung makna bahwa manusia yang diangkat menjadi khalifah mempunyai amanah dan wewenang dari Yang Maha Pengatur untuk mengatur sesamanya makhluq di bumi ini. Apabila Ar Rabb diterjemahkan dengan Tuhan, maka jelas terjemahan itu terlalu umum, sehingga kita tidaklah dapat menangkap dengan jelas makna yang spesifik dari terjemahan dengan istilah Tuhan itu.

Manusia dalam statusnya sebagai khalifah di atas bumi ini akan berurusan dengan alam yang dapat distratifikasikan sebagai: Alam Sekitar (surrounding, Umwelt), Sumberdaya Alam (natural resources, Rohstoffquellen) dan Lingkungan Hidup (biosphere, Biosphare).

Alam Sekitar (AS) adalah alam yang belum dijamah manusia, kecuali untuk sumber informasi bagi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Tetapi itu tidak berarti bebas nilai, oleh karena sudah menyentuh keinginan manusia, yaitu dipilih sebagai sumber informasi untuk IPA. Jadi sejak semula IPA itu tidaklah bebas nilai. Awan di udara adalah AS, sumber informasi, diungkapkan oleh IPA bagaimana
terjadinya hujan. Tidak bebas nilai oleh karena dipilih untuk dikaji. Di sini ada aliran informasi dari AS ke IPA (aliran 1-2) yang hasilnya adalah pengungkapan SunnatuLlah. Selanjutnya aliran 3-4 dari IPA ke Teknologi (Tek) bermakna bahwa luaran IPA berupa pengungkapan SunnatuLlah menjadi masukan Tek untuk meningkatkan efisiensi, unjuk-kerja dan kekuatan konstruksi. Misalnya
pengungkapan SunnatuLlah termodinamika dan pengantar kalor dapat meningkatkan efisiensi mesin-mesin kalor serta unjuk-kerja mesin-mesin pendingin; ilmu logam dan metalurgi dapat meningkatkan daya tahan konstruksi terhadap beban mekanis maupun beban kalor.

Sumberdaya Alam (SA), adalah alam yang sudah sarat dengan nilai, dengan keinginan manusia untuk memanfaatkannya. Awan yang bergumpal-gumpal di udara yang ditabur dengan es kering atau iodida perak adalah SA, hujan dimanfaatkan untuk kebutuhan air manusia. Di sini terjadi aliran pemanfaatan (8-9) dari SA ke Sistem Sosial (SS), atau lengkapnya Sistem Politik Ekonomi Sosial Budaya Pertahanan Keamanan (Poleksosbudhankam).

Diagram SISTEM DUNIA
  • AS   = Alam Sekitar
  • SA   = Sumberdaya Alam
  • LH   = Lingkungan Hidup
  • IPA  = Ilmu Pengetahuan Alam
  • Tek  = Teknologi
  • SS   = Sistem Sosial
  • 1-2  = informasi untuk IPA
  • 3-4  = SunnatuLlah untuk Tek
  • 5-6  = pelayanan untuk SS
  • 7-2  = pemberian nilai pada IPA
  • 8-9  = pemanfaatan untuk SS
  • 5-10 = dampak negatif pada LH
Lingkungan Hidup (LH), adalah alam yang mempunyai ciri yang disebut hidup. Pengertian hidup di sini jangan dikacaukan dengan makna hidup yang hakiki. Sangat sederhana pengertiannya, yaitu makhluk Allah yang dapat makan (termasuk minum dan bernafas), mengeluarkan kotoran, bertumbuh dan berkembang biak. Maka termasuklah di dalamnya tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia. Di sini terjadi aliran dampak negatif, perusakan, dari Tek ke LH (aliran 5-10). Perusakan itu berupa pencemaran antara lain misalnya seperti pencemaran udara oleh hasil pembakaran yaitu CO2, yang mengakibatkan efek rumah kaca, yaitu terperangkapnya panas matahari dalam ruang antara permukaan bumi dengan lapisan CO2 itu, ibarat terperangkapnya panas dalam rumah kaca. Ini mengakibatkan suhu global naik, gumpalan es di Kutub Utara dan Kutub Selatan mencair, yang dampak terakhirnya permukaan laut naik. Di samping aliran-aliran yang disebut di atas, ada pula aliran pelayanan dari Tek ke SS (aliran 5-6), yang bermakna mempermudah dan meningkatkan kwalitas kehidupan material. Terdapat pula aliran pemberian nilai dari SS ke IPA (aliran 7-2). Aliran terbalik dari SS ke Tek (aliran 6-5) yang sifatnya mengubah Tek menjadi apa yang kita sebut Teknologi Tepat Guna (TTG). Mengapa aliran 6-5 yang bermakna memodifikasi Tek agar menjadi TTG itu perlu, oleh karena Tek itu dapat memberikan dampak negatif terhadap SS, yaitu dapat menjadi penyebab terjadinya jurang antara perusahaan besar dengan perusahaan kecil, yang besar tambah meraksasa, yang kecil makin kerdil. Aliran terbalik dari Tek ke IPA (aliran 4-3) sifatnya sebagai tekanan dari Tek terhadap IPA, artinya Tek membutuhkan pengungkapan SunnatuLlah oleh IPA untuk efisiensi. Misalnya setelah ditemukannya mesin uap oleh James Watt, dibutuhkan ilmu baru untuk efisiensi mesin uap itu. Lalu didapatkanlah termodinamika dan pengantar kalor, yang kemudian aliran berbalik pula dari 3 ke 4 seperti telah diterangkan di atas itu. Aliran terbalik dari IPA ke SS (aliran 2-7), berupa pengaruh. IPA yang maju dapat memberi pengaruh kepada masyarakat untuk menjadi masyarakat ilmiyah. Makin maju IPA makin meningkat kecenderungan suatu masyarakat menjadi masyarakat ilmiyah, minimal masyarakat kampus.

Demikianlah, dengan model di atas itu kita perkenalkan tiga macam aliran. Pertama, aliran satu arah yang terbuka: AS ke IPA ke Tek ke LH (1-2-3-4-5-10). Kedua, aliran satu arah yang tertutup: SA ke SS (8-9). Ketiga, aliran tertutup yang melingkar: SS ke IPA ke Tek kembali ke SS ((7-2-3-4-5-6-7) dan arus baliknya dari SS ke Tek ke IPA kembali ke SS. Diagram aliran dalam gambar dapat memberikan penjelasan yang lebih terang.

Aliran-aliran itu saling berkorelasi, saling mempengaruhi. Contohnya, makin terarah nilai yang diberikan oleh SS pada IPA, makin selektif pemilihan materi AS yang dikaji oleh IPA, makin relevan jenis SunnatuLlah yang diungkapkan untuk meningkatkan mutu Tek yang dihasilkan, makin berguna Tek itu bagi SS dan makin kurang pula dampak negatif Tek terhadap LH. Contoh ini menunjukkan korelasi aliran 7-2, aliran 1-2, aliran 3-4, aliran 5-6 dan aliran 5-10. Makin serakah SS menghabiskan SD yang berupa bahan bakar (termasuk balap mobil dalam olah raga), makin menebal lapisan CO2, yang berakibat makin memuncaknya globalisasi pencemaran thermal oleh efek rumah kaca, makin besar dampak negatif Tek terhadap LH. Contoh itu memperlihatkan korelasi antara aliran 8-9 dengan aliran 5-10.

Di manakah letak manusia dalam model Sistem Dunia di atas itu? Pertama, manusia menempati Alam Sekitar sebagai sumber informasi bagi Ilmu Pengetahuan Alam. Misalnya pengkajian pembuahan sperma terhadap sel telur di luar rahim manusia, yang menghasilkan teknologi bayi tabung. Kedua, manusia menempati Sumberdaya Alam, karena tenaga otak dan ototnya dimanfaatkan untuk Sistem Sosial. Ketiga, manusia menempati Lingkungan Hidup, karena manusia adalah makhluk hidup yang menderita dampak negatif dari Teknologi. Keempat, manusia menempati Sistem Sosial, karena manusia adalah anggota sistem tersebut. Dan yang kelima, inilah yang terpenting, manusia menempati aliran tertutup yang melingkar. Di situlah manusia yang Ulu lAlba-b, yang berdzikir dan berpikir, berfungsi sebagai Khalifah Allah di atas permukaan bumi, memberikan nilai pada aliran tersebut. Misalnya dalam pemilihan tentang sumber informasi dari Alam Sekitar yang mana sajakah yang bernilai untuk dikaji. Apakah ada nilainya pengkajian pembuahan sel telur oleh sperma di luar rahim, yang menghasilkan Teknologi bayi tabung dan Teknologi bank sperma. Sikap hidup yang bagaimana yang harus dipilih sehingga Sistem Sosial dapat berhemat Sumber Daya Alam. Teknologi yang bagaimana yang harus diterapkan sehingga dampak negatifnya terhadap Lingkungan Hidup dapat diperkecil sekecil-kecil mungkin.

Adapun jawabannya sangat sederhana, yaitu senantiasa mengacu pada nilai-nilai yang bersumber dari wahyu, yang dibawakan oleh para Nabi dan Rasul, nilai kehidupan yang diajarkan oleh Kitab Suci Al Quran, Risalah yang dibawakan oleh Rasul yang terakhir, Nabi Muhammad RasuluLlah SallaLlahu 'Alaihi wa Sallama.

Catatan: Diagram aliran di atas itu saya pungut secara selektif dari diagram Fredric Vester dalam tulisannya yang berjudul: Kibernetisches Denken in der Technologie. Karya Vester itu adalah salah satu dari 17 tulisan yang dikompilasikan dan diberi Muqaddimah (Einleitung) oleh Heinrich von Nussbaum dalam buku yang berjudul DIE ZUKUNFT DES WACHTUMS, Kritische Antworten zum "Bericht des Club of Rome", diterbitkan oleh Bertelsmann Universitatverlag, Dusseldorf, 1973. Salah satu dari kompilasi itu terdapat pula artikel tulisan Nussbaum sendiri yang berjudul "Grenzstation" oder: Vom Untergang des Abendlandes. Yang kalau saya terjemahkan bebas akan berbunyi "Pelabuhan-perbatasan" atau: Perihal Redupnya Negeri-negeri Senja. Station saya terjemahkan dengan pelabuhan, oleh karena pertumbuhan ekonomi, atau lebih luas, perkembangan kebudayaan ummat manusia itu saya ibaratkan kapal yang sedang dalam pelayaran menuju pelabuhan terakhir. (Orang Palembang menyebut tempat parker kendaraan darat dengan istilah tempat berlabuh. Saya pikir tidak ada salahnya kalau istilah berlabuh untuk parker itu dijadikan istilah baku dalam bahasa Inodonesia. Maksudnya agar semangat kelautan bangsa yang sudah mulai redup ini dapat bangkit kembali, untuk mengikuti semangat para leluhur kita. Bukankah zaman dahulu kala disebut pula dengan zaman bahari (laut)? Adapun yang saya maksud di atas dengan memungut diagram Vester secara selektif, adalah saya tidak menirunya bulat-bulat, melainkan saya sudah modifikasikan sesuai dengan pemikiran saya yang berlandaskan atas IQRA BISMI RABBIKA. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 15 Desember 1996