5 Juli 1998

329. Bukan Theologis Melainkan Sosio-Historis-Kultural

Partai-partai politik dalam era reformasi ini pada bermunculan, di antaranya Partai Perempuan yang diprakarsai oleh novelis La Rose dan Titi Said. Hemat saya, boleh jadi munculnya Partai Perempuan ini yang antara lain menimbulkan inspirasi dari Kohati Korkom UMI. Yaitu pada hari Kamis 2 Juli 1998 Kohati Korkom UMI menyelenggarakan Dialog Kemuslimahan bertempat di Kampus UMI. Saya mendapat amanah memberikan sekapur sirih. Amanah ini saya terima dalam rangka memperingati Mawlud Nabi Muhammad SAW. Saya padatkan sajian sekapur sirih itu seperti berikut.

Secara sosio-historis-kultural dalam dunia Islam ada dua pandangan yang saling bertolak belakang di mata kaum laki-laki mengenai aktivitas perempuan "di luar rumah" terutama bagi yang sudah bersuami. Ada yang membolehkan ada yang menolak. Bahkan tidak kurang jumlahnya dari pihak perempuanpun pasrah menerima statusnya dan mencoba berupaya mencintai dan menyenangi kedudukannya sebagai makhluk manusia nomor dua dengan alasan theologis menurut anggapan mereka.

Sebenarnya pandangan bahwa kaum perempuan adalah sub-ordinat dari kaum laki-laki bertolak dari kisah bahwa Sitti Hawa itu diciptakan Allah dari tulang rusuk Adam yang dicabut tatkala Adam sedang tidur.(*) Bahkan Sitti Hawa dari tulang rusuk Adam ini dijadikan sebagai justifikasi theologis ilmu kejantanan (kaburu'neang) dalam kalangan suku Bugis Makassar, agar kemana saja pergi harus menyisipkan badik di pinggang. Karena belum sempurna sifat jantan dalam dirinya apabila tulang rusuk yang hilang itu tidak disubstitusi dengan badik.

Sikap pasrah sebagian perempuan sebagai sub-ordinat ini timbul, oleh karena secara theologis mereka merasa bersalah kepada laki-laki. Sitti Hawalah yang mempengaruhi membujuk bahkan merengek Adam supaya makan buah larangan. (Iblis menamakan buah larangan ini dengan buah khuldi, artinya buah kekekalan, khuldi dari akar Kha, Lam, Dal artinya kekal).

Sebenarnya kisah di atas itu bersumber dari Israiliyat, yaitu produk budaya bangsa Israil, yang tidak berasal dari wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa AS. Di dalam Al Quran tidak ada disebutkan bahwa Sitti Hawa dari tulang rusuk Adam. Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim memang ada disebutkan bahwa perempuan (bukan Sitti Hawa!) dari tulang rusuk (tidak disebutkan dari rusuknya Adam!). Hadits adalah penjelasan Al Quran, akan tetapi tidak menambah substansi. Jadi perempuan dari tulang rusuk, AL Mar.atu min Dhil'In, adalah metaphoris. Apapula jika dibaca Hadits itu secara lengkap, yang artinya: perlakukanlah perempuan itu dengan bijak, karena perempuan itu dari (baca: bersifat) tulang rusuk. Kalau dibiarkan ia bengkok, kalau dikerasi ia patah.

Kaum perempuan tidak usah dibayang-bayangi rasa bersalah karena Sitti Hawa telah membujuk Adam makan buah larangan, sebab di dalam Al Quran Allah berfirman:

FaazaLlahuma sysyaytha-nu (S. Al Baqarah, 2:36), maka syaytan menipu keduanya.

Ayat (2:36) menjelaskan bahwa tidak ada diskriminasi atas Adam dan Sitti Hawa, yaitu keduanya (huma-) sama-sama bersalah.

Jelaslah bahwa kedudukan diskriminatif perempuan sebagai sub-ordinat laki-laki (wanita dijajah pria sejak dulu menurut nyanyian Sabda Alam), bukanlah bertumpu pada alasan theologis, melainkan hanya bersifat sosio-historis-kultural.

Memang dari segi jasmani ada perbedaan laki-laki dengan perempuan, sebab pada laki-laki normal hormon jantannya 60%, sedangkan hormon betinanya hanya 40%, sedangkan sebaliknya pada perempuan normal hormon betinanya yang 60%, sedangkan hormon jantannya hanya 40%. Hormon jantan sifatnya keras aktif, hormon betina sifatnya lembut pasif, secara nafsani yang jantan merasa melindungi dan betina merasa dilindungi. Itulah sebabnya dalam konteks kehidupan berumah tangga berlaku qaidah: ar rija-Lu qawwa-muwNna 'ala nnisa-i, laki-laki (baca: suami) itu pemimpin atas perempuan (baca: isteri). Suami adalah Kepala Negara, isteri adalah Menteri Dalam Negeri. Juga di dalam lapangan bulu tangkis perempuan game pada angka 11, sedangkan laki-laki pada angka 15.

Akan tetapi secara nafsani dan ruhani tidak ada perbedaan antara laki-laki dengan perempuan, yang secara eksplisit dinyatakan oleh Firman Allah:

Inna lmuslimi-na wa Lmuslima-ti wa lmu'mini-na wa lmu'mina-ti wa lqa-niti-na wa lqa-nita-ti wa shsha-diqi-na wa shsha-diqa-ti wa shsha-biri-na wa shshabira-ti wa lkha-syi-i-na wa lkha-syi'a-ti wa lmutashaddiqi-na wa lmutashaddiqa-ti wa shsha-imi-na wa shsha-ima-ti wa lha-fizhi-na furu-jahum wa lha-fizha-ti wa dzdza-kiri-naLla-ha katsi-ran wa dza-kira-ti a'addaLla-hu maghfiratan
wa ajran 'azhi-man (S. Al Ahza-b, 33:35).

yang artinya: Sesungguhnya orang-orang Islam laki-laki dan orang-orang Islam perempuan, orang-orang beriman laki-laki dan orang-orang beriman perempuan, orang-orang taat laki-laki dan orang-orang taat perempuan, orang-orang benar laki-laki dan orang-orang benar perempuan, orang-orang sabar laki-laki dan orang-orang sabar perempuan, orang-orang khusyu' laki-laki dan orang-orang khusyu' perempuan, orang-orang dermawan laki-laki dan orang-orang dermawan perempuan, orang-orang berpuasa laki-laki dan orang-orang berpuasa perempuan, orang-orang laki-laki yang memelihara kesuciannya dan orang-orang perempuan yang memelihara kesuciannya, orang-orang laki-laki yang berzikir banyak-banyak dan orang-orang perempuan yang berzikir, maka Allah menyediakan bagi mereka pahala yang besar.

Alhasil para muslimat dapat saja aktif berpolitik dengan persyaratan memiliki sifat-sifat terpuji menurut ayat (33:35) dan bagi yang telah berumah tangga sanggup membagi waktunya dan mendapat izin dari suaminya. Bahkan dapat pula mendirikan Partai Muslimat yang berasaskan Islam, mengapa tidak ?! WaLla-hu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 5 Juli 1998

(*) Telah dibahas dalam Seri 183 yang berjudul: "Perempuan Dijadikan dari Tulang Rusuk?", ttg. 2 Juli 1995