14 Maret 1999

365. Amar Ma'ruf Nahi Mungkar, Inti Norma Agama Menurut Islam

Walaupun manusia itu makhluk individu, namun ia tidak dapat hidup tanpa manusia lainnya. Itulah keterbatasan manusia, ia tak mungkin mampu memenuhi segala kebutuhannya. Ia perlu pertolongan orang lain, dan di samping itu ia perlu pula menolong sesamanya, sehingga ia juga makhluk sosial. Fabel (cerita perumpamaan) tentang orang buta dengan orang lumpuh menggambarkan perlunya tolong menolong. Sang buta memikul sang lumpuh di atas kedua bahunya. Integrasi itu menghasilkan sinergi melihat dengan mata sang lumpuh dan berjalan dengan mempergunakan kaki sang buta. Kemampuan sang buta yang dapat berjalan mengisi kelemahan sang lumpuh yang tidak dapat berjalan. Kemampuan sang lumpuh yang dapat melihat mengisi kelemahan sang buta yang tidak dapat melihat. Yang mampu mengisi yang lemah, yang lemah diisi oleh yang mampu. Di sinilah pentingnya inter-aksi antara manusia yang satu dengan yang lainnya, manusia harus bekerjasama, bantu-membantu untuk memenuhi masing-masing hajat kehidupannya. Manusia harus hidup berjama'ah.

Dalam konteks hidup berjama'ah ini dapatlah difahami hikmah shalat berjama'ah, yang nilainya 27 kali dari shalat sendirian. Kebiasaan shalat berjama'ah akan menciptakan inter-aksi dan integrasi di antara anggota jama'ah. Yang paling penting ialah bagaimana sedapat mungkin filosofi shalat berjama'ah itu diaktualisasikan ke dalam kehidupan bermasyarakat, utamanya kekompakan anggota jama'ah dalam satu komando dari pimpinan, tetapi dengan tegas anggota jama'ah menegur ataupun meluruskan komando yang salah dari pimpinan, serta kesadaran dari pimpinan untuk segera memperbaiki kesalahan dalam arti pimpinan itu meluruskan kembali arah komadonya kepada jalan yang benar.

Dalam melakukan inter-aksi, tidak jarang terjadi konflik antara satu dengan yang lainnya. Konflik ini dapat saja disebabkan oleh yang bersangkutan saling memperebutkan suatu obyek kehidupan, mungkin pula adanya kepentingan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, dapat pula adanya sikap yang berbeda dalam memandang sesuatu, atau tak jarang pula bersumber dari dalam diri manusia yaitu sifat serakah, hasad, dengki, mau menang sendiri, angkuh dan dorongan naluri mempertahankan diri di atas ambang batas yang wajar. Konflik yang terjadi di antara dua kubu yang bertikai akar permasalahannya niscaya terletak dalam salah satu ataupun kombinasi dari beberapa sebab-sebab yang dikemukakan di atas itu.

Demikiankah dalam berinter-aksi itu dibutuhkanlah suatu norma atau tata-kehidupan yang dapat mengatur dan mengarahkan manusia, sehingga manusia dapat hidup aman dan tenteram, tertib dan damai. Tanpa norma dan kaidah kehidupan maka jelas pertikaian, pertentangan dan berjenis konflik lainnya niscaya akan terus berkepanjangan. Dengan norma dan kaidah itu manusia dapat diatur sehingga dapat hidup berdampingan, berinter-aksi, dalam melakukan aktivitas kehidupan.

Karena itulah Allah SWT Yang Maha Tahu di samping menciptakan manusia sebagai khalifah di atas bumi ini, juga menuntun manusia dengan norma agama yang diwahyukan kepada RasulNya. Dengan norma agama tersebut yang harus dipatuhi oleh manusia, dapatlah manusia itu diharapkan akan melakukan aktivitas kehidupannya dengan terarah dan teratur. Norma agama tersebut dimaksudkan untuk membimbing, mengatur dan mengarahkan hidup dan kehidupan manusia demi keselamatan, kebahagian dan kesejahteraan ummat manusia. Norma itu diatur dalam Kitab-Kitab Suci yang berasal dari wahyu yang diturunkan kepada para Rasul yang disampaikan kepada ummat manusia dari zaman ke zaman. Rasul yang terakhir adalah Nabi Muhammad SAW dan Kitab Suci yang terakhir adalah Al Quran. Firman Allah SWT:

ALQRAN HDY LLNAS W BYNT MN ALHDY W ALFRQAN (S. ALBQRT, 2:185), dibaca: Alqur.a-nu hudal linna-si wa bayyina-tim minal huda- wal furqa-ni (S. Al Baqarah), artinya: Al Quran, petunjuk bagi manusia, dan penjelasan tentang petunjuk itu dan Al Furqan (2:185).

Al Furqan berasal dari akar: Fa, Ra, Qaf, artinya mengerat, memisahkan dua substansi, bermakna pembeda antara yang positif dengan negatif. Al Furqan adalah norma mutlak, norma agama yang secara tegas memberikan petunjuk mana yang ma'ruf, mana yang mungkar. Norma agama ini mengatur dimensi kehidupan duniawi menuju kehidupan ukhrawi. Dengan perkataan lain, norma agama mengatur hubungan antara manusia dengan Allah dan sekaligus mengatur hubungan antar-manusia bahkan antara manusia dengan alam sekitarnya.

Hubungan antara manusia dengan Allah menyangkut akhlaq beraqidah dan akhlaq menjalankan syari'ah yang ubudiyah. Aqidah khusus menyangkut pokok-pokok keimanan yang berintikan tawhid (mengesakan Allah). Sedangkan syari'ah yang ubudiyah menyangkut sopan-santun dalam berkomunikasi dengan Allah SWT, yang secara populer dikenal dengan ibadah dalam pengertian yang sempit.

Hubungan antar-manusia dan hubungan antara manusia dengan alam sekitar menyangkut akhlaq melaksanakan syari'ah yang muamalah. Di sini diatur tentang cara-cara melakukan hubungan atau inter-aksi dengan sesama manusia dan tentang pengelolaan alam sekitar, sumberdaya alam serta lingkungan hidup dalam fungsi manusia sebagai khalifah di atas bumi. Syari'ah yang muamalah bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan serta kemaslahatan umum. Norma agama dalam konteks syari'ah yang muamalah di samping tidak menghendaki kerawanan sosial dan segala bentuk kemungkaran, juga memberikan motivasi kepada penganutnya untuk bekerja keras dan bersungguh-sungguh memerangi kemiskinan dan kebodohan sebagai sumber kerawanan sosial. Syari'ah yang mualamah itu intinya berhubungan dengan norma tentang sikap dan perilaku yang seharusnya dilakukan, ataupun yang seharusnya dihindarkan. Inilah yang dikenal dengan Amar Ma'ruf Nahi Mungkar, berbuat kebajikan dan mencegah kemungkaran.

Paket norma yang seharusnya dilakukan, ataupun yang seharusnya dihindarkan haruslah diwujudkan ke dalam norma hukum oleh lembaga pembuat undang-undang yang menurut UUD-1945 dilakukan oleh DPR bersama-sama dengan Pemerintah. Untuk dapat duduk dalam kedua lembaga itu guna mewujudkan norma agama ke dalam norma hukum haruslah membina kekuatan politik melalui partai politik yang mempunyai missi: Amar Ma'ruf Nahi Mungkar. Walla-hu a'lamu bishshawa-b.

*** Makassar, 14 Maret 1999