19 Desember 1999

403. Kaitan Ayat (2:185) Dengan (9:36)

Bunyi ayat itu masing-masing seperti berikut:

SYHR RMDHAN ALDZY ANZL FYH ALQRAN HDY LLNAS WBYNT MN ALHDY WALFRQAN FMN SYHD MNKM ALSYHR FLYSHMH (S. ALBAQRT, 185), dibaca: Syahru ramadha-nal lazi- unzila fi-hil qur.a-nu hudal linna-si wabayyina-tim minal huda- walfrqa-ni faman syahida minkumusy syahra falyasumhu (S. albaqarah), artinya: Bulan Ramadhan yang di dalamnya diturunkan Al Quran petunjuk bagi manusia dan penjelasan dari petunjuk itu dan pemisah (antara yang baik dengan yang buruk), maka (jika) di antara kamu telah menyaksikan bulan itu haruslah dipuasakannya (2:185).

AN 'ADT ALSYHWR 'AND ALLH ATSNA 'ASYR SYHRA (S. ALTWT, 36), dibaca: Inna 'iddatasy syuhu-ri 'indaLla-hitsna- 'asyara syahran (S. attawbah), artinya: Sesungguhnya perhitungan bulan disisi Allah adalah 12 bulan (9:36).

Kaitan kedua ayat itu akan ditunjukkan dengan memakai ilmu bantu: sistem penanggalan, ilmu falak dan ilmu bumi-falak. Kita mulai dahulu dengan penanggalan Romawi. Hitungan tahun dimulai dari kelahiran raja Makedonia, Iskandar Agung. Perhitungan hari dalam setahun berdasar atas sistem syamsiyah (solar): Satu tahun menurut sistem ini, adalah satu kali matahari menempuh lintasan garis ekliptika di bola langit, ini dalam pandangan geosentrik. Kalau dalam pandangan sekarang, satu kali bumi mengelilingi matahari dalam bidang ekliptika. Lamanya sekitar 365,25 hari.

Perhitungan bulan berdasar atas penyesuaian sistem qamariyah (lunar) ke sistem syamsiyah. Satu bulan qamariyah adalah dari bulan sabit baru (hilal) ke bulan sabit baru, ini berganti-ganti 29 dengan 30 hari. Namun tidak selamanya angka 29 dan 30 ini silih berganti. Dengan demikian satu tahun terdiri atas sekitar 12,3 bulan. Karena ini bukan bilangan bulat, maka dibulatkan menjadi 12 bulan dalam satu tahun. Kalau dinyatakan dalam hari, kelebihan 0,23 itu adalah 365 - 354 = 11 hari. Maka diadakanlah penyesuaian dari sistem qamariyah ke sistem syamsiyah dengan cara seperti berikut: setiap bulan dianggap 30 hari, kecuali bulan kelima, jumlahnya cuma 28 hari. Ini berarti 1 tahun jumlahnya hanya 11 x 30 + 28 = 358 hari. Adapun 7 hari yang tersisa (365 - 358) disisipkan satu hari berselang seling, kecuali bulan 10 dan 11 berturut-turut 31 hari. Pecahan 0,25 hari yang tersisa dikumpul setelah 4 tahun menjadi 1 hari, lalu setiap 4 tahun yang 1 hari itu diselipkan pada bulan kelima, sehingga 28 menjadi 29. Penanggalan Romawi ini kemudian diubah sedikit oleh Julius Caesar, yaitu dengan mengubah posisi bulan keempat menjadi bulan pertama. Penanggalan yang diubah oleh Julius Caesar ini disebut penanggalan Julius (Julian Calendar).

Penanggalan Miladiyah (Masehi) dimulai dari kelahiran Nabi 'Isa AS. (Sebenarnya kelahiran Nabi 'Isa AS adalah 8 - 6 tahun lebih dahulu dari tahun menurut sistem kalender Miladiyah). Pada dasarnya meniru sistem penanggalan Romawi- Julius. Pada mulanya penanggalan Miladiyah juga menganggap 1 tahun = 365,25 hari. Kemudian dikoreksi menjadi 4 digit di belakang koma, yaitu 365,2422 hari, jadi berbeda 0,0078 hari setiap tahun. Pada tahun 1582 M. atas inisiatif Paus Gregorius XIII diadakanlah revisi penanggalan Miladiyah. Hasilnya ialah tanggal 5 Oktober 1582 M. harus dianggap 15 Oktober 1582 M. Artinya tanggal 5 s/d 14 Oktober 1582 M. dianggap tidak pernah ada, jadi dikoreksi 10 hari. (Koreksi itu tidak akurat, menurut perhitungan saya seharusnya 12,3406 dibulatkan 12 hari). Penanggalan Miladiyah yang sudah direvisi ini disebut penanggalan Gregorius (Gregorian Calendar).

Bangsa Arab di zaman pra-Islam memakai patokan tahun bukan berupa bilangan, melainkan topic of the year. Hari kelahiran Nabi Muhammad SAW disebut tahun gajah, karena yang menjadi topic of the year pada waktu itu adalah peristiwa hancurnya tentara bergajah Abraha. Sistem ini berlaku juga di zaman Islam, hingga Khalifah Umar ibn Khattab mengubahnya dengan sistem bilangan, yaitu dimulai dari peristiwa hijrah, sehingga disebutlah penanggalan Hijriyah.

Dalam penanggalan pra-Islam ini perhitungan bulan juga berdasar atas penyesuaian sistem qamariyah ke sistem syamsiyah. Namun memakai cara lain untuk menaggulangi kelebihan yang 11 hari tersebut. Yaitu dengan mengumpulkan kelebihan itu setelah tiga tahun. Jadi dalam tiga tahun terkumpullah sekitar 33 hari. Ini dijadikan 1 bulan. Dengan demikian setiap tiga tahun, jumlah bulan dalam tahun tersebut sebanyak 13. Karena penyesuaian ke sistem syamsiyah dalam zaman pra-Islam itulah, maka bulan ke-9 tetap dalam musim panas, sehingga bulan itu diberi bernama Ramadhan, membakar.

Sistem penanggalan pra-Islam ini masih berlaku di kalangan Ummat Islam, hingga turun ayat (9:36), yang menegaskan jumlah bulan 12, artinya dalam perhitungan bulan tidak dibolehkan melakukan penyesuaian sistem qamariyah ke sistem syamsiyah yang mengakibatkan ada tahun dengan jumlah bulannya 13. Demikianlah ayat (9:36) menggariskan sistem qamariyah murni. Ini mempermudah penanggalan Hijriyah, karena orang hanya berurusan dengan bilangan bulat, jadi tidak perlu mengoreksi bilangan pecahan seperti dalam penanggalan Romawi-Julius dan penanggalan Gregorius. Akibat yang lain ialah 1 tahun qamariyah lebih pendek 11 hari dari 1 tahun syamsiyah.

***

Bumi berpusing pada sumbunya dengan kemiringan 23,5o terhadap bidang ekliptika. Ini menyebabkan dilihat dari bumi proyeksi lintasan matahari pada bola langit berupa garis sinusoide yang garis tengahnya adalah garis Khattulistiwa, jika bola langit itu diratakan menjadi bidang datar seperti peta bumi dengan sistem Mercator. Kedua puncak sinusoide sebelah utara dan selatan Khattulistiwa terletak masing-masing pada garis 23,5o lintang utara (Tropic of Cancer) dan garis 23,5o lintang selatan (Tropic of Capricorn).

Karena 1 tahun qamariyah lebih pendek 11 hari dari 1 tahun syamsiyah, maka seluruh bulan dalam penanggalan Hijriyah setiap 1 tahun syamsiyah juga bergeser 11 hari, sehingga bulan Ramadhan tidaklah lagi tetap bulan membakar. Ibadah puasa dan ibadah haji tidaklah dilaksanakan dalam musim yang tetap.

Akibat matahari pada bola langit bergerak berganti-ganti ke garis Tropic of Cancer di utara dan garis Tropic of Capricorn di selatan, maka terjadilah keadilan. Penduduk pada kedua belahan bumi utara dan selatan secara bergantian berpuasa pada hari yang panjang. Walla-hu a'lamu bishshawa-b.

*** Makassar, 19 Desember 1999