23 Januari 2000

407. Pendekatan Satu Kutub dalam Ilmu Pengetahuan Alam

Sesuai dengan yang dijanjikan dalam Seri 405, maka seri ini akan membicarakan seperti pada judul di atas. Dalam ilmu fisika yang bertumpu pada paradigma positivisme yang atheistis dan agnostis itu, ditempuhlah pendekatan ilmiyah sekuler seperti berikut:

Sumber informasi: physical world, eksisensi wahyu ditolak
Sikap: skeptis (ragu)
Langkah-langkah:
1. observasi;
2. interpretasi, yang outputnya: teori;
3. ujicoba teori, yang outputnya: hukum-hukum fisika.

Contoh: Tahun 1887 observasi Michelson bersama Morley (MM) dengan mempergunakan interferometer menujukkan bumi diam terhadap aehter, suatu zat hypothesis yang diam mutlak. Ini mengakibatkan ilmu fisika menjelang akhir abad ke-19 mengalami jalan buntu (impasse), bahkan ada yang memutar jarum jam surut kembali berabad-abad yang silam dengan mengatakan bumi ini diam. Pada tahun 1905 Albert Einstein (diucapkan ainsytain) menginterpretasi observasi MM dalam tiga postulat: pertama, semua benda bergerak relatif antara satu dengan yang lain, artinya tidak ada yang diam secara mutlak, kedua, kecepatan cahaya (c) invarian, ketiga, interval waktu dan interval ruang relatif tergantung dari keadaan gerak pengamat dan benda yang diamati.

Einstein memperkembang postulat di atas dengan mengatakan bahwa massapun relatif tergantung dari keadaan gerak pengamat dan benda yang diamati. Tenaga kinetis tidak lagi dinyatakan seperti dalam mekanika klasik,melainkan melalui tanformasi Lorentz diubah bentuknya menjadi:

E = (mc2) / (v(1 - v2/c2)), atau dalam bentuk deret:

E = mc2 + (1/2)(mv2) + (3/8)(mv4/c2) + ....

Jika v << c, maka suku yang ketiga dan seterusnya dapat diabaikan, dan yang tinggal adalah suku pertama dan kedua. Suku kedua tidak lain dari tenaga kinetis dalam mekanika klasik (1/2)mv2, sedangkan suku yang pertama baru kita kenal. Pernyataan suku pertama itu tidak tergantung dari kecepatan benda, sebab itu disebut energi diam (rest energy) terhadap pengamat. Benda yang diam yaitu kecepatannya v = 0 terhadap pengamat masih mempunyai rest energy. Kesimpulannya ialah terdapat kesetaraan antara energi dengan massa: E = mc2. Inilah hasil akhir dari teori Einstein yang terkenal itu, yakni The Special Theory of Relativity.

Rumus tersebut diujicoba dalam laboratorium Institut Kaisar Wilhelm di Berlin, oleh Otto Hahn dan Lise Meitner dalam tahun 1939 yang berhasil memecahkan inti atom. Dalam proses reaksi inti itu keduanya secara ujicoba telah membuktikan rumus Einstein itu dalam kadar ketelitian yang tinggi. Lalu teori kesetaraan itu disebutlah hukum kesetaraan energi dengan massa.

***

Akan ditunjukkan bahwa Metode Pendekatan Ilmiyah Satu Kutub (MPISK) sama sekali tidak menghapus substansi hasil jerih payah orang-orang yang bersusah payah dalam kancah ilmu sekuler, melainkan menyempurnakannya menjadi tidak sekuler. (Silakan baca MPISK dalam Seri 405 yang lalu). Observasi atau iqra MM disempurnakan dalam hal niat atas nama yang Maha Mengatur, sehingga jerih payah mengobservasi itu mendapatkan nilai ukhrawi. Interpretasi atas hasil iqra itu tetap kecepatan cahaya invarian dan semuanya bergerak dengan memperhatikan ayat qawliyah KL FY FLK YSBHWN (S. YS, 40), dibaca: kullun fi- falakin yasbahu-n (s. ya-sin), artinya: semuanya berenang dalam jalurnya (36:40). Tafsir dengan memperhatikan ayat qawliyah ini mempunyai nilai ukhrawi. Pernyataan sekuler: Hukum kesetaraan energi dengan massa disempurnakan redaksionalnya menjadi: SunnatuLlah dalam wujud kesetaraan energi dengan massa, dengan demikian mempunyai pula nilai ukhrawi.

Kenyatannya secara teknis ada teori tertentu yang tidak mungkin dapat diujicoba dalam ilmu sekuler, tetapi masih dapat diujicoba dengan pendekatan satu kutub. Sebagai contoh dalam ilmu falak. Hasil observasi dengan pertolongan teropong bintang menunjukkan bahwa rumpun-rumpun bintang yang disebut galaxies bergerak dari kita dengan kecepatan menjauh (radial) yang berbanding lurus dengan jarak galaxies itu masing-masing dari bumi kita. Misalnya dua galaxy A dan B, jarak galaxy A tiga kali lebih jauh dari galaxy B, maka kecepatan menjauh galaxy A akan tiga kali lebih cepat dari B. Sebagai analogi jika kita memberikan titik-titik pada sebuah balon yang kita tiup sehingga bertambah besar, maka titik-titik itu akan saling menjauhi yang kecepatannya antara satu dengan yang lain berbanding lurus dengan jaraknya masing-masing. Itu artinya jagat raya ini sedang memuai (berekspansi).

Ada dua jenis interpretasi atas hasil observasi ini. Teori yang pertama mengatakan pada mulanya (yaitu t = 0, tidak ada sesuatu sebelumnya) terjadi ledakan besar pada "atom primordial", sehingga bibit-bibit galaxies terlempar saling menjauh. Teori ini disebut teori Big-Bang (BB). Teori yang kedua mengatakan setiap saat materi terjadi begitu saja, lalu mendesak materi yang sudah terjadi sebelumnya, sehingga jagad raya ini membesar. Teori ini disebut dengan teori kejadian terus menerus (KTM). Secara teknis adalah hal yang mustahil untuk dapat mengujicoba kedua teori ini, apabila hanya mengandalkan sebuah sumber informasi seperti halnya dalam ilmu sekuler yang bertumpu pada paradigma filsafat positivisme yang atheistis dan agnostis.

Namun dengan ilmu yang tidak sekuler yang bertumpu pada iqra' bismi rabbika, orang dapat mengadakan ujicoba, mana kedua teori ini yang benar. Ada dua ayat qawliyah yang dapat dipakai untuk mengujicoba, yaitu:
ADZA ARAD SYYA AN YQWL LH KN FYKWN (S. YS, 82), dibaca: iza- ara-da syayan ay yaqu-la lahu- kun fayaku-n (s. ya-sin), artinya: Apabila Ia menghendaki sesuatu Ia berkata kepadaNya, jadilah maka menjadilah ia.
ALDZY KHLQ FSWY (S. ALA'ALY, 2), dibaca: allazi- khalaqa fasawwa- (s. al a'la-), artinya: Yaitu (Allah) Yang mencipta lalu menyempurnakan (87:2).

Kata KHLQ berbentuk fi'il madhi, masa lampau, ini menyokong teori Big-Bang, sedangkan kata YKWN berbentuk fi'il mudhari', sedang menjadi dan akan menjadi, ini menyokong teori kejadian terus menerus. Alhasil setelah Allah mencipta "atom primordial" yang meledak dahsyat, lalu Allah terus menerus menjadikan zat interstallair, yang dalam bahasa Al Quran disebut dukhan. Walla-hu a'lamu bishshawa-b.

*** Makassar, 23 Januari 2000