21 Januari 2001

459. Perilaku Komunikasi Politik dan Kebudayaan Bakar-Membakar

Pada bulan Ramadhan ybl Allah SWT mewajibkan atas orang-orang beriman untuk menempa dirinya menjadi taqwa dengan jalan berpuasa. Ciri-ciri taqwa itu antara lain (transliterasi huruf demi huruf demi keotentikan):
-- ALKAZHMYN ALGHYZH WAL'AAFYN 'AN ALNAS (S. AL 'AMRAN, 134), dibaca: alka-zhimi-nal ghayzh wal 'a-fi-na 'anin na-s (s. ali 'imra-n), artinya meredam marah dan memaafkan manusia (3:134).

Ternyata meredam marah dan memaafkan manusia dalam kaitannya dengan komunikasi politik tidaklah berhasil. Lihat saja perseteruan dalam kalangan elit politik antara legislatif dengan eksekutif tetap sengit, bahkan telah merambat pula ke bawah dengan sengitnya dalam kalangan akar rumput dalam wujud demo anti versus pro Gus Dur. Demokrasi yang lepas kendali dari Syari'ah berubah menjadi gergasi.

***
Kita beralih sekarang pada kebudayaan bakar-membakar yang tetap aktual untuk dibahas. Perkembangan kebudayaan melonjak dalam abad ke-20, dengan didapatkannya motor bakar. Mesin kalor yang telah didapatkan sebelumnya, pemicu revolusi industri di Inggris, tidak menyebabkan terjadinya pertumbuhan kebudayaan yang menyolok. Mesin uap itu walaupun sudah dapat dipakai untuk propulsi (menggerakkan kendaraan) kapal di lautan, namun tidaklah berpengaruh banyak dalam peningkatan transportasi di daratan dengan kereta api, oleh karena geraknya hanya satu dimensi (maju-mundur), yaitu di atas rel. Tidak sama dengan peranan motor-bakar, yaitu mesin propulsi yang dapat menggerakkan kendaraan dalam dua dimensi (maju-mundur, kiri-kanan), yaitu armada angkutan darat pada jaringan (network) jalan raya. Dan juga tak kurang pentingnya pula sebagai mesin propulsi yang menggerakkan kendaraan dalam tiga dimensi (maju-mundur, kiri-kanan, naik-turun) yaitu pesawat terbang.

Demikianlah kebudayaan ummat manusia kini bertumpu pada teknologi bakar-membakar. Syari'at Islam yang menuntun ummat manusia dalam kehidupan berbudaya memberikan tuntunan pula dalam hal pengkajian SunnatuLah (bahasa sekulernya: hukum alam) dalam hal seluk-beluk bakar-membakar. Firman Allah SWT (transliterasi huruf demi huruf demi keotentikan):
-- ALLDZY J'AL LKM MN ALSYJR ALAKHDHR NARA FADZA ANTM MNH TWQDWN (S. YS, 80), dibaca: alldzi- ja'ala lakum minasy syajaril akhdhri na-ran faidza- antum minhu tu-qidu-n (s. ya-sin), artinya: Yaitu Yang menjadikan api bagimu dari hijau pohon dan dengan itu kamu membakar (36:80).

Demikianlah menurut tuntunan Syari'at Islam dalam mengkaji TaqdiruLlah tentang seluk-beluk bakar-membakar harus diungkap dari hijau pohon. Tetumbuhan tersusun dari sel-sel, yang terdiri atas: dinding sel yang mati, plasma sel yang "hidup" berupa zat bening berlendir, inti sel yang terletak dalam plasma, biasanya berbentuk bulat, dan bintik-bintik pembawa zat warna yang juga seperti inti sel terdapat dalam plasma sel. Yang terpenting ialah bintik pembawa zat warna hijau. Itulah yang disebut dengan hijau pohon seperti yang disebutkan dalam ayat (36:80). Istilah ilmiyahnya ialah chlorophyl artinya hijau daun (chloros = hijau dan phillon = daun). Istilah hijau daun ini kurang benar, karena butir-butir hijau itu terdapat bukan hanya pada daun saja, melainkan terdapat pada seluruh bagian pohon, yaitu akar yang tersembul keluar tanah, batang, dahan, cabang, ranting, daun, bunga dan buah asal warnanya masih hijau. Jadi yang benar adalah istilah hijau pohon, seperti petunjuk menurut Syari'at Islam, pada ayat (36:80) yang dikutip di atas itu. Hijau pohon terdiri dari ikatan zat-zat karbon, hidrogen, oksigen dan magnesium. Hijau pohon itu adalah pabrik pati dan oksigen, yang bahan bakunya adalah karbon dioksida dan air. Energi penggeraknya adalah foton, yang berasal dari sinar gamma dalam inti matahari, hasil reaksi inti Themonuklir, dengan reaksi inti sbb:

4 H --> He + sinar gamma.

Adapun sinar gamma ini menerobos keluar hingga energinya berkurang hingga sampai bagian luar matahari yang disebut foton itu. Maka disbutlah proses memproduksi pati dan oksigen dalam hijau pohon itu disebut phosynthesis, mengadakan sintese dengan foton. Reaksi kimianya sbb:

6 karbon dioksida + 6 air = glucose + 6 oksigen
n glucose = (pati)n + n air
Pati inilah yang dikenal sehari-hari dengan makanan pokok dan bahan bakar

Bahan baku air diambil dari tanah yang diisap oleh akar, sedangkan karbon dioksida diambil langsung dari udara. Dalam molekul pati terkandung tenaga potensial kimiawi yang akan muncul sebagai api setelah makanan pokok itu terbakar dalam tubuh dan bahan bakar itu dibakar. Reaksi kimia dalam proses pembakaran itu disebut dengan reaksi eksoterm karena melepaskan panas. Jadi dengan kata lain dalam molekul pati terdapat tenaga potensial kimiawi yang kemudian menjelma menjadi tenaga panas atau api.

Mengapa pati dikatakan bahan bakar dan makanan pokok, karena dalam wujudnya sehari-hari pati itu adalah kayu-kayuan dan umbi-umbian serta bulir-bulir, sedangkan umbi dan bulir ada yang menjadi makanan pokok dalam wujud tepung. Hutan-hutan lebat yang tertimbun tanah jutaan tahun yang silam, oleh tekanan dahsyat berubah wujud menjadi batu bara. Minyak bumi terbentuk dari tetumbuhan dan binatang-binatang mikroskopis yang tak terhitung banyaknya yang mengendap di dasar lautan bersama-sama dengan binatang-binatang mikroskopis lainnya yang dihanyutkan oleh sungai-sungai ke laut. Selain itu sungai-sungai itu mengalirkan pula tanah liat dan pasir ke dasar laut dari milenium ke milenium membentuk lapis demi lapis yang menimbun tetumbuhan dan binatang-binatang mikroskopis yang tak terhitung banyaknya yang mengendap di dasar laut tersebut. Akibatnya terjadi tekanan dahsyat yang menimbulkan panas, lalu terbentuklah ikatan hidrokarbon yang kita namakan dengan minyak bumi. Batu bara dan minyak bumi disebut dengan bahan bakar fosil.

Sama seperti himbauan kami kepada para pakar embriologi di Indonesia yang beragama Islam pada Seri 457, maka kini kami himbau pula para pakar biologi yang beragama Islam di Indonesia, supaya mengganti istilah hijau daun dengan istilah menurut Syari'at Islam, yaitu hijau pohon. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.

*** Makassar, 21 Januari 2001