Tatkala pasukan Nabi Sulaiman AS memasuki Lembah Semut, berkatalah pemimpin puak Semut kepada rakyatnya (transliterasi huruf demi huruf demi keotentikan):
-- YAYHA ALNML ADKHLWA MSKNKM LA YHTHIMNKM SLYMN WJNWDH (S. ALNML, 18), dibaca:
-- Ya-ayyuhan namlud khulu- masa-kinakum la- yahthimannakum sulayma-nu wajunu-duhu- (s. annaml), artinya: Hai (puak) Semut, masuklah kamu ke dalam rumah kamu sekalian (supaya) kamu tidak diobrak-abrik oleh Sulaiman dan pasukannya (27:18).(*)
Ibarat sarang semut, rumah-rumah puak Semut dihubungkan antara satu dengan yang lain melalui jaringan lorong-lorong bawah tanah. Puak semut telah mendahului taktik gerilya Viet Minh melawan pasukan Prancis, gerilya Viet Nam melawan pasukan Amerika Serikat, yaitu bersembunyi dalam galian jaringan lorong-lorong bawah tanah. Itulah taktik perang gerilya tidak bertempur secara frontal, tiba-tiba muncul menyergap, kemudian cepat menghilang, hit and run.
***
Penembakan helikopter yang ditumpangi Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral sewaktu mengunjungi lokasi Exxon Mobil Oil yang mengolah LNG, dipergunakan Menhan sebagai alasan dalam mengusulkan kepada Presiden supaya Operasi Militer Terbatas (OMT) dipercepat. Namun Komandam GAM membantah penembakan itu dilakukan oleh GAM. Tidaklah bijaksana untuk dengan mudah menepis kebenaran bantahan itu, berhubung daerah sekitar lokasi pabrik itu telah disterilkan dari GAM oleh pasukan pengamanan yang tentu saja profesional, dalam rangka kedatangan rombongan Menteri tersebut. "Untuk melempar mudah memperoleh batu", kata pepatah.
Susilo Bambang Yudoyono melalui layar kaca mengatakan bahwa tidak pernah diputuskan apa itu yang disebut Limited Military Opertion atau OMT. Malam Jum'at yang lalu di layar kaca Menhan mengatakan lebih lanjut bahwa OMT diganti dengan Penegakan Keamanan dan Hukum (PKH) di bawah payung tertib sipil. Apapun istilah yang dipakai, namun terlihat adanya dualisme yang kontradiktif. Itu karena sudah adanya kesepakatan komandan lapangan dari kedua belah pihak antara Polri dengan GAM untuk menjadikan Aceh Utara dan Bireun daerah aman.
Dalam Seri 467 yang lalu telah dikemukakan bahwa OMT pada hakekatnya adalah DOM jilid kedua, maka dalam seri ini dikemukakan pula bahwa PKH tidak lain dari DOM jilid ketiga.
Maka patutlah kita bercermin pada puak Semut yang mempunyai jaringan persembunyian. Pernah gerilya DI-TII bertahun-tahun ibarat puak Semut masuk ke sarangnya, hanya bukan ke dalam jaringan galian di bawah tanah, melainkan jaringan hutan belantara dan jaringan dari desa ke desa. Lalu muncul lagi keluar sarang DI-TII yang bermetamerphose menjadi GAM. Operasi militer (baca: DOM) ke dalam jaringan dari desa ke desa itulah yang melahirkan pelanggaran HAM.
Ada benarnya ucapan tokoh Aceh Ghazali Abbas, anggota MPR asal Aceh yang mengatakan bahwa "Pemerintah (baca: militer, pen.) tidak pernah kapok. Operasi jaring merah yang lebih dikenal dengan ungkapan DOM selama 9 tahun (1989 - 1998) secara militer dianggap gagal menumpas GAM. Sebaliknya DOM melahirkan ribuan korban rakyat tak berdosa. Mengapa militer tidak belajar dari sejarah".
Memang, kenyataan sejarah mengajarkan kepada kita semua, bahwa tidak ada pendekatan represif yang pernah berhasil menundukkan Aceh. Lihat saja: Perang Aceh (1873 - 1937), invasi Jepang (1942 - 1943), invasi Belanda terhadap provinsi Aceh Republik Indonesia (1945 - 1949), Orde Lama (baca: rejim Soekarno) terhadap DI-TII (1954 - 1959), Orde Baru terhadap GAM sebagai metamerphose DII-TII (1976 - 1980), dan yang paling berdarah-darah DOM-nya Orde Baru (1989 - 1998). Bahkan anak-anak menyatakan sikap perlawanannya kepada Dai Nippong (Jepang), dengan memplesetkan lagu Jepang: Wa(n)ga Nippon(g) no hokori nare, menjadi: Wahai Nip pungo hoka me are, Nip (maksudnya Nippong=Jepang) gila kemana engkau membawa aur. (pungo = pongoro', are = oro dalam bahasa Makassar).
***
Sibuk, DPR belum bisa tangani 16 RUU (Fajar, 31-3-01). Itu artinya kinerja DPR tidak beda dengan kinerja Pemerintah, sama-sama jelek. Gus Dur minta maaf dan menawarkan islah politik dalam forum Sidang Pleno DPR. Kita semua sudah muak menyaksikan pertikaian kedua lembaga negara itu. Kita ketuk hati anggota DPR yang masih aktif hati nuraninya. Responslah dengan hati terbuka tawaran islah politik itu, tetapi bukan dalam arti dagang sapi kekuasaan, melainkan cease fire perseteruan. Supaya kedua pihak yang bertikai dapat dengan tenang memfokuskan pada peningkatan kinerja masing-masing. Menurut Perubahan Pertama UUD-1945, Psl.20 ayat 1, DPR-lah yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Maka bersegeralah dengan tenang DPR membuat UU Nangroe Aceh Darussalam dengan Syari'at Islam. Kemudian berilah kesempatan kepada Pemda Otonomi Khusus itu untuk meneruskan dialog dengan GAM. Karena GAM adalah metamorphose dari DI-TII, otonomi khusus ada Syari'at Islamnya dan TII ada Indonesianya, maka insya Allah, Aceh tidak akan lepas dari Republik Indonesia. Maka terhindarlah kita dari tragedi kemanusiaan: Pelanggaran HAM oleh DOM jilid ketiga. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.
*** Makassar, 1 April 2001
--------------------------
(*)
Sebuah Contoh Sulitnya Menterjemahkan Al Quran ke Bahasa Inggris
Terjemahan Ayat (27:18), ke dalam bahasa Indonesia tidak sulit, karena bahasa Indonesia sebenarnya pada umumnya tidak membedakan antara tunggal dengan jamak. Ada pembedaan dengan kata ulang: pohon-pohonan, tetapi semut tidak bisa dijamakkan dengan mengatakan semut-semutan, tempat-mukim dengan tempat-mukim-mukiman atau rumah-rumahan. Pengulangan pada rumah ini mengubah artinya menjadi rumah main-mainan.
Bagaimana dengan terjemahan ke dalam bahasa Inggris?
al Namlu ⇒ tunggal, (mufrad, singular)
uDkhuluw ⇒ jamak (jama', plural)
Masaakinakum ⇒ jamak (jama', plural)
Orang akan menghadapi kesulitan dalam menterjemahkan ayat (27:18) ke dalam bahasa Inggris, karena bahasa Inggris juga mengenal pembedaan bentuk kata tunggal dengan jamak. Maka perhatikan, dalam ayat itu kata-kata: uDkhuluw dan Masaakinakum keduanya adalah jamak. Dalam bahasa Inggris orang tidak membedakan bentuk imperative antara singular dengan plural, enter dipakai baik pada singular maupun plural. Namun ini tetap menyulitkan terjemahan Inggris, karena al Namlu (=ant) itu singular, sedangkan masaakinakum (=dwellings) itu jamak. Maka terjemahannya spb: O, ant, enter your dwellings, tentu secara grammar itu salah.
Untuk mengelakkan kesalahan gramatikal, maka Mohammed Marmaduke Pikthall menterjemahkannya dengan: O ants, enter your dwellings. Jadi M.M.Pikthall "terpaksa" menjamakkan ants untuk menyesuaikannya dengan dwellings (Masaakinakum). Maka akibat mengelakkan kesalahan gramatikal, ia berbuat salah lain dengan menjamakkan ants yang sesungguhnya tunggal, yaitu al Namlu.
Untuk menghilangkan kesulitan itu, maka M.H.Shakir dari Iran tidak menterjemahkan al Naml, sehingga terjemahannya seperti berikut: O Naml, enter your houses.
Dari tafsir Maulana Muhammad Ali, Pakistan, Soedewo menterjemahkan de vallei van den Naml (lembah Naml), een Namliet (seorang Namliet) dan O Naml (hai puak Naml).
Kesimpulannya: Jika dianggap anNamlu itu betul-betul semut, maka orang akan tertumbuk pada kesulitan gramatikal dalam menterjemahkan ayat itu kedalam bahasa yang mengenal pembedaan bentuk kata yang singular dengan piural.
Kalau difahamkan anNamlu adalah nama diri dari suatu puak bangsa manusia, yaitu puak Semut, maka itu maa fi lmas.alah, no problem, tidak ada kesulitan gramatikal, sebab walaupun anNamlu itu singular, sesungguhnya ia plural, sekelompok bangsa manusia yang mengelompokkan diri dalam sebuah qaum, yaitu mereka namakan dirinya puak Semut. Bandingkan dengan people, walaupun bentuknya singular, tetapi kata itu plural: people go, bukan people goes. People itu bisa verb, contoh: People a room maksudnya fill with inhabitans. Bisa sebagai noun, itu plural, any group of human beings (men or women or children) collectively.