11 Januari 2004

609. Pluralisme, Teori/Konsep vs Lapangan

John Harwood Hich yang mencanangkan the Universe of Faiths dalam bukunya God and the Universe of Faiths (1973), mempunyai visi yang paralel dengan tokoh sufi Ibnu Arabi (560-638H/1165-1240M) dengan faham yang dicetuskannya yaitu Wihdatu lAdyan (integrasi agama-agama). Juga di situs yang menamakan dirinya Islam Liberal (www.islamlib.com), kita jumpai pula faham Wihdatu lAdyan ini. Di situs itu dinyatakan bahwa semua agama itu satu adanya. Anehnya, oleh yang menamakan dirinya Islam Liberal, itulah yang disebut faham pluralisme. Dikatakan aneh oleh karena wihdah, integrasi/menyatu bertentangan makna dengan plural

Sebagai sebuah konsep Wihdatu lAdyan mengajarkan bahwa pada hakikatnya semua agama bertujuan sama dan mengabdi kepada Tuhan yang sama pula. Perbedaan yang ada hanyalah pada aspek lahiriah yakni penampilan-penampilan dan tata cara dalam melakukan ibadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Dalam "Dialog Pluralisme Agama", karya Fathimah Usman, Penerbit: LKiS Yogyakarta, Tgl terbit April 2002 ada disebutkan kurang lebih bahwa bentrokan antar ummat beragama di Indonesia penyebabnya terjadi karena (di samping factor sosio-politik, ekonomi) masih kukuhnya truth claim dan salvation claim yang terjelmakan kepada monopoli kebenaran agama yang diusung oleh para agamawan.

Teori atau konsep di atas itu akan diperhadapkan pada realitas di lapangan seperti berikut.

***

Majalah Time edisi 30 Juni 2003 mengungkap kristenisasi dan menjadikannya laporan utama. Tidak mudah untuk mendapatkan Majalah Time edisi tersebut. Tidak jelas, apakah ada yang memborong atau dilarang aparat. Dalam edisi yang bergambar Salib emas yang sedang digenggam tersebut, Time menurunkan judul Should Christians Convert Muslims? Inilah yang menjadi laporan utama Time edisi tersebut tentang proyek kristenisasi, khususnya Kristen Evangelis, di seluruh dunia. Aliran ini juga yang dianut oleh Presiden AS George W Bush dan PM Inggris Tony Blair. Dalam peta yang dilampirkan, negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Brunei, India dan Nigeria termasuk negara-negara dengan jumlah misionaris dan penginjil tertinggi. Dicantumkan dalam peta tersebut, jumlah penginjil dan misionaris yang tersebar di Indonesia diperkirakan 4.000 sampai 10.000 orang aktivis.

Harian Inggris terkemuka, The Telegraph edisi Sabtu (27/12), melansir berita antara lain:
misionaris Evangelis yang bergabung dalam International Mission Board (IMB) menyebarkan 1 juta Bibel berbahasa Arab bersama ribuan keping video serta brosur-brosur agama berbahasa Arab ke seluruh Irak. Sebab menurut mereka, 8000 keping video Kristen yang disebar dalam misi terakhir mereka beberapa waktu lalu, sangat tidak memadai. Para misionaris Evangelis berkeyakinan bahwa Muslim dan Kristen tidak menyembah Tuhan yang sama. Inilah doktrin yang mendorong misi penyebaran Kristen oleh para penginjil IMB tersebut ke negara Muslim Irak. IMB merupakan anak organisasi Southern Baptists, sebuah sekte Protestan terbesar di Amerika.

Menilik apa yang diceritakan oleh Majallah Time dan Harian The Telegraph di atas itu, maka tidaklah mungkin konsep integrasi agama-agama dengan visi semua agama bertujuan sama dan mengabdi kepada Tuhan yang sama, untuk "menjinakkan" semangat missionaris Evangelis yang berkeyakinan bahwa Muslim dan Kristen tidak menyembah Tuhan yang sama.

Bentrokan penganut agama tegasnya antara Muslim dengan non-Muslim yang disebabkan oleh truth claim dan salvation claim tidak pernah terjadi di lapangan. Itu hanya ada dalam angan-angan Fathimah saja. Dalam kenyataan di lapangan secara global bentrokan antara Muslim dengan non-Muslim hanya terjadi di mana penduduk Muslim bukan mayoritas. Ingat, jangan dibalik, yaitu di Amrik Muslim bukan mayoritas tetapi tidak terjadi bentrokan agama. Lihat perumusan berikut:
Secara global bentrokan antara Muslim dengan non-Muslim => terjadi di mana penduduk Muslim bukan mayoritas.
Panahnya hanya satu arah dari kiri ke kanan, tidak timbal balik.

Pada waktu terjadi exodus etnik Bugis Makassar dari Ambon ke negeri asal mereka di Sulawesi Selatan, pada waktu itu umumnya orang kuatir akan terjadi pula bentrokan ummat beragama di daerah ini. Saya selalu katakan dalam perbincangan di mana saja pada waktu terjadinya exodus itu, di Sulawesi Selatan insya Allah tidak akan terjadi bentrokan itu, karena penduduk di sini mayoritas Muslim. Bahkan pada pada zaman DI/TII di daerah ini ummat Kristen tidak diapa-apakan. Memang pernah terjadi perusakan gereja-gereja, tetapi itu bukan oleh truth claim dan salvation claim, melainkan oleh "semangat" missionaris kalau saya tidak salah ingat dari Saksi Jehova yang mempunyai semangat misionaris seperti Evangelis yang diceritakan oleh Majallah Time dan Harian The Telegraph di atas itu.

Teori Fathimah tentang truth claim dan salvation claim yang menjadi penyebab bentrokan, tidak mampu menjelaskan mengapa ummat Islam dan Kristen sebelum bentrokan, sebelum Orde Baru, bahkan sebelum Orde Lama ummat Islam dan Kristen hidup rukun dan damai? Saya tantang penggagas teori truth claim dan salvation claim dari kelompok Utan Kayu untuk menjawab pertanyaan itu.

***

Pluralisme yang menjadi kenyataan sebenarnya tidak memerlukan teori berkualitas "wishful thinking" ala John Harwood Hich, Ibnu Arabi, ataupun Fathimah cs dati Utan Kayu. Firman Allah:
-- LKM DYNKM WLY DYN (S. ALKFRWN, 6), dibaca: lakum di-nukum waliya di-n, artinya: Untuk kamu agamamu, dan bagiku agamaku. Pluralisme sebagai suatu kenyataan harus disikapi dengan kesadaran dan kesepakatan dalam hal adanya perbedaan, bukan integrasi. Dalam bingkai kesadaran perbedaan yang tidak mungkin berintegrasi itu, mari kita hidup rukun dan damai terhadap pemeluk agama mana pun. Selama mereka berbuat baik kepada kita, kita balas dengan adil yaitu dengan kebaikan pula, ataupun kalau sanggup dengan ihsan, yaitu kita balas yang lebih baik. Selama mereka tidak mengusik dan memerangi kita, selama itu pula kita pantas menjaga perdamaian dan kebersamaan. Bahwa apa yang dilanser oleh Time dan The Telegraph, itu termasuk mengusik kita, kita hadapi dengan "asyidda-u" (tegas). Kebersamaan dalam membangun negeri ini, memberantas korupsi, memberantas narkoba, memberantas pelacuran yang nyata dan tersembunyi dan menanggulangi HIV/Aids. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 11 Januari 2004