17 Oktober 2004

647. Pekerjaan Rumah bagi Menteri Agama Mendatang

Ini adalah kajian pada permulaan bulan Ramadhan. Kompilasi Hukum Islam (KHI) bidang Perkawinan, Kewarisan, dan Perwakafan yang pernah dibuat disusun oleh Departemen Agama dalam periode Menteri Agama Munawir Sadzali pada tahun 1991. Kemudian KHI tersebut dikukuhkan oleh dengan Inpres nomor 1 tahun 1991. Sejak saat itu KHI menjadi referensi para hakim agama dalam memutuskan perkara, juga diharapkan menjadi pedoman bagi ummat Islam dalam mengamalkan hukum Islam pada tiga bidang tersebut.

Sejak dua tahun lalu, KHI dibongkar lalu disusun kembali oleh Tim Pengarus-utamaan Gender (PUG) bentukan Departemen Agama, diketuai oleh Siti Musdah Mulia (SMM), yang disponsori (baca: didanai) oleh The Asia Foundation. Pendekatan utama Tim PUG itu didasarkan atas empat hal: gender, pluralisme, hak asasi manusia, dan demokrasi. Dalam pertimbangan Tim PUG, KHI itu sudah banyak yang out of date sehingga perlu pembaruan. Tim PUG menuduh kelompok Islam fundamentalis yang menyusun KHI telah melakukan kesalahan epistimologis karena hanya berorientasi pada teks Al-Qur'an dan sunnah tanpa memandang konteks masyarakat setempat. Karenanya, atas bantuan Amerika lewat The Asia Foundation terbentuklah Tim PUG dua tahun lalu seperti disebutkan di atas.

Sehubungan adanya bantuan dana dari Amerika ini, dalam wawancara dengan Muninggar Sri Saraswati dari The Jakarta Post, SMM ingin membersihkan" diri dengan menyatakan: "My team consists of seven men and three women. We are not paid for this work." Akh tidaklah perlu membersihkan diri SMM, manalah orang akan percaya. Tim PUG bentukan Departemen Agama yang disponsori oleh The Asia Foundation, manalah masuk akal kalau kocek para anggota Tim PUG tidak mendapat isian fulus yang dari The Asia Foundation itu. Masya-Allah, di mana-mana Amerika mengintervensi, yang dalam hal ini cq Asia Foundation, sangat getol (sekurang-kurangnya di Indonesia) memberikan bantuan fulus kepada kegiatan yang berbau "Islam Liberal". Kelahiran JIL (Jaringan Islam Liberal) Maret 2001 nampaknya hal baru bagi sebagian orang, namun sesungguhnya ia bukanlah sama sekali baru. Agenda-agenda JIL sesungguhnya adalah kepanjangan imperialisme Barat atas Dunia Islam yang sudah berlangsung sekitar 2-3 abad terakhir. Hanya saja, bentuknya memang tidak lagi telanjang, tetapi mengatas-namakan Islam. Jadi istilah "Islam Liberal" bukanlah suatu kebetulan, namun sebuah istilah yang dipilih dengan sengaja untuk mengurangi kecurigaan umat Islam dan sekaligus untuk menobatkan diri (sendiri) bahwa "Islam Liberal" adalah bagian dari Islam. Sesungguhnya "Islam Liberal" adalah peradaban Barat yang diartikulasikan dengan bahasa dan idiom-idiom keislaman. Islam hanyalah kulit atau kemasan. Namun saripati atau substansinya adalah peradaban atau ideologi Barat, bukan yang lain.

***

Pekerjaan Rumah bagi Menteri Agama yad. Ini di bawah beberapa hasil "ijtihad" atas ayat-ayat yang sudah Qath'i, yang menampakkan wajah asli para penganut JIL, yaitu sikap berpikir mereka, "akal diposisikan mengatasi wahyu". Padahal akal itu harus diposisikan di bawah wahyu, sehingga haram hukumnya melakukan ijtihad atas ayat-ayat yang sudah Qath'i. Di bawah dikemukakan hasil "ijtihad" TIM PUG tersebut:

Pertama, asas perkawinan adalah monogami (ps 3 ayat 1). Perkawinan di luar ayat 1 harus dinyatakan batal secara hukum (ps.3 ayat 2). Ini bertentangan dengan ayat yang Qath'i:
-- FANKhWA MA THABLKM MN ALNSAa MTSNY WTSLTSWRBA'A (S. ALNSAa, 4:3), dibaca: fankihu- ma- tha-ba lakum minan nisa-i matsna- watsula-sa waruba-'a, artinya, maka nikahilah olehmu perempuan-perempuan yang baik bagimu, berdua, bertiga dan berempat.

Kedua, calon suami dan calon istri bisa melakukan perjanjian perkawinan dalam jangka waktu tertentu (ps.28). Inilah yang disebut kawin mut'ah (kontrak), dimana talaknya sudah disebutkan pada waktu ijab kabul. Ini berdampak legalisasi prostitusi, sehingga makin maraklah pelacuran.

Ketiga, perkawinan beda agama boleh (ps.54). Ide perkawinan semacam ini pernah dilansir oleh Dr. Zainun Kamal, yang juga menjadi kontributor Tim PUG. Pemikirannya itu dituangkan dalam buku "Fikih Lintas Agama" yang disusun oleh Tim Paramadina. Seperti diketahui lembaga Paramadina banyak mendapat bantuan dana dari The Asia Foundation. Kawin antar agama ini bertentangan dengan ayat:
-- YAaYH LDZYN AMNWA ADZA JAKM ALMWaMNT MHJRT FAMThNWA HN ALLH A'ALM BAYMANHN FAN 'ALMTMWHN MWaAMNAT FLA TRJ'AWHN ALY ALKFAR LAHN hL LHM WLAHM yHlWN LHN (S. ALMMThNt, 60:10), dibaca: ya-ayyuhal ladzi-na a-manu- idza- ja-akumul mu'mina-tu muha-jira-tin famtahinu-hunna Alla-hu a'lamu bi ima-nihinna fain 'alimtumu-hunna mu'mina-tin fala- tarji'u-hunna ilal kuffa-ri la-hunna hillun lahum wala-hum yahillu-na lahunna (s. almumtahunah), artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka, Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.

Perempuan Islam tidak boleh kawin dengan non-Muslim. Siapakah itu non-Muslim, bacalah ayat berikut:
-- LM YKN ALDZYN KFRWA MN AHL ALKTB WALMSYRKYN MNFKYN hTY TaTYHM ALBYNt (S. ALBYNt, 98:1), dibaca: lam yakunil ladzi-na kafaru- min ahlil kita-bi walmusyriki-na munfakki-na hatta- ta'tiyahumul bayyinah, artinya: Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata. Jadi perempuan Muslimah tidak halal kawin dengan laki-laki non-Muslim dari Ahli Kitab dan orang-orang Musyrik.

Keempat, masa iddah bagi laki-laki adalah seratus tiga puluh hari [ps.88 ayat 7(a)]. Tim PUG menganggap pemberlakuan masa iddah hanya kepada perempuan itu melanggar "akidah" gender. Padahal masalah iddah ini sudah jelas diatur oleh ayat Qath'i:
-- WALMTHLQ YTRBSHN BANFSHN TSLTSt QRWa (S. ALBQRt, 2:228), dibaca: walmuthallaqa-tu yatarabbashna bianfusihinna tsala-tsata quru-in (s. albaqarah), artinya: Perempuan-perempuan yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Hanya perempuanlah yang ada masa 'iddah. Prinsip gender oleh JIL diletakkan pada posisi mengatasi wahyu. Prinsip gender yang secara fanatik diletakkan pada posisi mengatasi wahyu oleh para penganut JIL, membutakan mata hati mereka, lalu membuat bid'ah, tidak melihat bahwa hanya perempuan yang bisa hamil, laki-laki tidak. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 17 Oktober 2004