28 Agustus 2005

691. Komitmen ex-GAM Untuk Perdamaian yang Berkelanjutan

Sebuah wawancara yang ditimba dari cyber space.

T (Toni Ervianto di Meulaboh, Aceh Barat)
J (Jubir ex-GAM di cyber space)

T: Apakah benar bahwa Pieter Feith adalah agen CIA?

J: Pieter Feith adalah ia berkebangsaan Belanda, belajar ilmu politik di Universitas Lausanne, Switzerland dan lulusan (1970) dari Fletcher School of Law and Diplomacy di Medford, Massachusetts, USA. Tahun 1970 ia bekerja di Kementrian Luar Negeri Belanda, dalam Departemen NATO. Antara tahun 1973-1975 ia diangkat sebagai Sekretaris Dua di Damaskus, Syria. Dari fakta yang ada, Pieter Feith bukan agen CIA, tetapi seorang diplomat Belanda, yang ditugaskan di PBB, sebagai Duta Besar, Wakil Utusan Tetap Misi Belanda untuk NATO dan WEU, sebagai Penasehat Politik untuk Commandan IFOR di Bosnia-Herzegovina. Dari bulan Agustus 1998 sampai oktober 2001 ia bekerja di Staf Internasional NATO sebagai Direktur the Crisis Management and Operations Directorate and Head of the Balkans Task Force. Dan sekarang ia diangkat sebagai Kepala Aceh Monitoring Mission di Aceh.

T: Menurut Anda, apakah yang akan menyebabkan MoU bisa gagal di Aceh ?

J: MoU akan gagal di Aceh:

Apabila tugas-tugas yang diembankan kepada Aceh Monitoring Mission tidak bisa dijalankan sebagaimana yang telah ditentukan sampai pada 31 Desember 2005. Seperti misalnya tidak berhasilnya melakukan demobilisasi ex-GAM yang jumlahnya 3000 pasukan militernya dan decomissioning persenjataannya yang berjumlah 840 buah senjata. Penarikan pasukan non-organik TNI dan Polri tidak sebagaimana yang dijanjikan pihak Pemerintah RI. Dan jumlah pasukan organik TNI melebihi 14.700 orang dan pasukan organik Polri melebih 9.100 orang.

Apabila pihak Pemerintah RI gagal melakukan pengumpulan semua senjata illegal, amunisi dan alat peledak yang dimiliki oleh setiap kelompok dan pihak-pihak illegal manapun, seperti para milisi-milisi binaan TNI.

Apabila pihak DPR RI tidak berhasil menetapkan Undang-Undang yang mengacu kepada MoU untuk dipakai sebagai payung hukum Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh, dan disahkan Pemerintah RI serta diundangkan paling lambat tanggal 31 Maret 2006.

Apabila orang yang telah terlibat dalam kegiatan GAM tidak dibebaskan sampai tanggal 31 Agustus 2005, begitu juga narapidana dan tahanan politik yang ditahan akibat konflik tidak dibebaskan paling akhir tanggal 31 Agustus 2005.

Apabila semua mantan pasukan GAM, semua tahanan politik yang memperoleh amnesti, dan Semua rakyat sipil yang dapat menunjukkan kerugian yang jelas akibat konflik tidak mendapatkan kompensasi yang dijanjikan, seperti alokasi tanah pertanian yang pantas, pekerjaan, atau jaminan sosial yang layak bagi yang tidak mampu bekerja. Dan apabila Pengadilan Hak Asasi Manusia tidak segera dibentuk di Aceh.

T: Menurut Anda, bagaimana sebaiknya tujuan dan motivasi perjuangan organisasi sipil di Aceh pasca MoU ?

J: Tujuan perjuangan organisasi sipil di Aceh pasca MoU adalah mengajak semua rakyat di Aceh yang ada di Aceh untuk tetap memelihara perdamaian, dan secara bersama-sama medirikan Pemerintahan Aceh melalui jalur proses yang jujur, adil, bebas dan rahasia. Dimana Pemerintah Aceh bersama Lembaga Legislatif Aceh ini yang akan membangun negeri Aceh untuk kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat Aceh yang ada di Aceh. Pemerintah Aceh yang terbentuk nantinya bersama dengan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca tsunami untuk membangun kembali Aceh dari kehancuran menuju kepada kemakmuran.

Motivasi perjuangan organisasi sipil di Aceh pasca MoU adalah terciptanya perdamaian yang berkelanjutan agar supaya tidak timbul kembali kekerasan dari pihak militer di Aceh, dan tidak kembali lagi TNI dan Polri non-organik ke negeri Aceh.

T: Menurut Anda, apakah ada kemungkinan Tim AMM menggagalkan MoU ?

J: Tim AMM adalah Tim yang diamanati untuk menjalankan pelaksanaan perdamaian di Aceh berdasarkan MoU RI-GAM 15 Agustus 2005 di Helsinki. Dan adalah suatu pemikiran yang gila kalau ada yang berpikiran bahwa Tim AMM akan menggagalkan MoU di Aceh.

Tim AMM menaruhkan harga dan martabat Negara-Negara anggota Uni Eropa dan Negara-Negara anggota ASEAN. Berhasil perdamaian di Aceh, merupakan keberhasilan Negara-Negara anggota Uni Eropa dan Negara-Negara angggota ASEAN menciptakan perdamaian di Aceh.

T: Setelah MoU, apakah mungkin elit politik di Aceh bisa berdamai, termasuk kelompok civil societynya ?

J: Semua orang Aceh ingin damai di Aceh, tidak ada yang ingin terus berperang di Aceh. Seluruh rakyat di Aceh yang akan menentukan masa depan Aceh. Pemerintah Aceh, Legislatif Aceh, dan disokong penuh oleh seluruh rakyat di Aceh yang akan menjalankan roda pemerintahan Aceh untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan di Aceh.

Dan inilah saatnya bagi seluruh komponen di Aceh, baik itu ex-GAM dan kelompok civil society lainnya diuji, apakah memang mereka mampu dan berhasil membangun perdamaian, kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh Aceh atau tidak ?

Membangun negeri adalah lebih sulit dan sangat sulit dibandingkan dengan menghancurkan negeri. Dan justru saat sekarang adalah kesempatan yang terbaik untuk membuka Aceh menjadi negeri yang bebas, yang aman bagi seluruh rakyat di Aceh dan bagi siapapun yang ingin masuk ke Aceh. Negeri Aceh akan menjadi negeri yang terbuka, yang akan mampu bersaing dengan negeri-negeri tetangga lainnya. Hubungan perdagangan dengan semua negara terbuka. Tinggalah, mampukah rakyat di Aceh membangun negeri Aceh ? Kesempatan telah terbuka, jalan telah terbentang didepan.

Iyyaaka Na'budu waIyyaaka Nasta'iyn (Hanya kepadaMu, [ya Allah] kita mengabdi dan hanya kepadaMu [ya Allah] kita mohon pertolongan), amin.
WaLlahu a'lamu bisshawab

*** Makassar, 28 Agustus 2005