18 Juni 2006

732. Masalah Terjemahan S. Al-Anbiyaa' (21:33)

Pertama-tama diucapkan syukur alhamduliLlah, karena al-Ustadz H.Abu Bakar Ba'asyir pada tgl 14 Juni telah mengirup udara bebas. Kepada Australia yang usil karena mencampuri urusan dalam negeri Republik Indonesia, sungguh patut diucapkan kepadanya: "To hell with your oppressive." Kepada Pemerintah diucapkan penghargaan, karena seperti dinyatakan oleh Wapres, Pemerintah RI menolak desakan negara-negara imperialis barat yang dijuru-bicarai Australia untuk membekukan aset al-Ustadz H.Abu Bakar Ba'asyir.

***

-- WHW ALDzY KhALAQA ALYL WALNHAR WALSyMS WALQMR KL FY FLK YSBhWN (S. ALANBYAa, 21:33), dibaca:
-- wahuwal ladzi- khalaqal laila wannaha-ra wasysyamsa walqamara kullun fi- falakin yasbahu-n.
Terjemahn dari Al-Quran digital:
-- Dan dialah yang Telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.
Terjemahan Kitab: Al-Quran dan terjemahnnaya oleh Yayaysan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Hak Penterjemah Pada Departemen Agama Republik Indonesia, Edisi Revisi 1994:
-- Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.
Terjemahan dari Kitab Tarjamah Al-Quran Al-Karim oleh Prof.H.Mahmud Yunus, Penerbit PT Al-Ma'arif Bandung, 1988:
-- Dia yang menjadikan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masingnya itu beredar di falak (tempat peredarannya)
Terjemahan dari Kitab The Meaning of The Glorious Koran oleh Mohammed M. Pickthall, Published by The New American Library, New York, 1954:
-- And He it is Who created the night and the day, and the sun and the moon. They float, each in an orbit.

Dalam terjemahan dari Al-Quran digital dan Departemen Agama tidak mengikuti aturan menterjemah, yaitu sisipan "dari keduanya itu", seyogianya diletakkan di antara dua tanda kurung, karena "dari keduanya itu" bukan bagian dari ayat. Besar kemungkinan terjemahan dari Al-Quran digital diambil dari terjemahan Departemen Agama, namun Al-Quran digital salah dalam membubuhkan huruf kapital Telah, yang semestinya kata Dia yang pakai huruf kapital, karena dalam ayat (21:33), Dia adalah kata ganti untuk Allah. Terjemahan Mahmud Yunus mengikuti aturan menterjemah, karena meletakkan sisipan, yang bukan bagian dari ayat dalam dua tanda kurung (tempat peredarannya), namun Mahmud Yunus tidak tepat terjemahannya "menjadikan" untuk kata "khalaqa". Menciptakan = khalaqa, menjadikan = ja'ala. Terjemahan Mohammed M. Pickthall "float" untuk "yasbahuwn" sudah hampir sama dengan makna aslinya "berenang", yaitu bersentuhan dengan fluida.

Terjemahan Departemen Agama yang pakai sisipan "dari keduanya itu" yaitu dalam konteks memberikan penekanan pada kedua benda langit itu. Namun dengan penekanan itu, terjemahan tersebut sudah melanggar ilmu nahwu (tata-bahasa) dari segi tasrif (konyugasi, conjugation of Arabic verbs) "yasbahuwn". Karena seperti diketahui dalam bahasa Arab ada tiga tingkatan, mufrad (tunggal, singular), mutsanna (ganda, dual) dan jama' (tiga keatas). Maka tasrif yasbahuwn menunjukkan ada tiga ke atas benda langit yang berenang. Kalau yang dimaksud hanya "dari keduanya itu", yaitu mutsanna, maka tasrifnya "yasbahaan".

Secara keseluruhan terjemahan itu tidak ada yang murni tekstual, yaitu yasbahuwn berarti berenang. Mengapa mesti murni tekstual, silakan dibaca penjelasan berikut:

***

Yasbahuwna berasal dari akar kata yang dibentuk oleh huruf-huruf Sin-Ba-ha, sabaha artinya berenang. Orang yang berenang mempunyai kecepatan relatif terhadap air yang direnanginya. Demikian pula benda-benda langit yang merenangi dukhan (fluida interstallair) yang memenuhi alam semesta. Benda-benda langit di samping mempunyai gerak bersama dengan dukhan mengedari pusat Milky Way, dalam kecepatan sudut yang sama besar, ibaratnya bintang-bintang itu hanyut dibawa arus fluida interstellair. Sedemikian jauh terjemahan "float" oleh Pickthal sudah mengena, namun benda-benda langit itu mempunyai pula gerak relatif terhadap dukhan, jadi ibarat orang berenang dalam gerakan arus laut. Matahari berenang dalam dukhan dengan laju relatif sekitar 24 km per detik. Matahari dibawa arus fluida interstallair mengedari pusat galaxy Milky Way dengan kecepatan tangensial 450 km per detik. Dalam sekali edar matahari memerlukan waktu sekitar 224-juta tahun. Sejak Allah SWT menjadikan matahari dari dukhan, baru 20 kali beredar keliling pusat Milky Way. Laju matahari yang berenang dalam dukhan itu tampaknya tidak tetap. Ada korelasi antara laju berenang dengan banyaknya dukhan yang disedot, yaitu makin lambat makin banyak dukhan yang disedot.

Tidak jauh dari kutub utara orang mendapatkan di sana batu bara. Itu berarti pernah di tempat itu beriklim seperti iklim tropis dewasa ini. Itu menunjukkan bahwa pada era itu matahari berenang lebih lambat (kurang dari 24 km per detik), sehingga lebih banyak dukhan yang disedotnya, yang menyebabkan volume matahari membesar, lalu jarak antara bumi dengan matahari menjadi lebih dekat, sehingga suhu di permukaan bumi menjadi naik. Itulah penjelasan mengapa di kutub utara juga didapatkan batubara.

Allah SWT sebagai Ar-Rabb, Maha Pengatur, berkehendak agar kita manusia ini dapat hidup di bumi di tatasurya ini. Bayangkan jika matahari mempunyai laju berenang hanya 2 sampai 3 km per detik, ia akan menjadi raksasa, seperti bintang raksasa sejenis matahari, yaitu. Betelgeuze, Razalgethi dan Epsilon Aurigae. Bumi ini yang pada mulanya berwujud fluida gas yang panas, tidak akan sempat menjadi fluida cair apalagi padat, karena matahari kian membesar, andaikata laju berenangnya hanya 2 sampai 3 km per detik. Artinya dalam keadaan itu jarak matahari dengan bumi kian dekat, bumi malahan makin panas, mana sempat membeku. Maka dalam proses menjadi raksasa itu akhirnya matahari akan melahap planet-planetnya. Kalau diameternya sudah sebesar raksasa Betelgeuze akan melahap bumi, sebesar raksasa Razalgethi akan melahap Saturnus dan 1,5 kali sebesar raksasa Epsilon Aurigae akan melahap Pluto. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 18 Juni 2006