16 Juli 2006

736. Perda-Perda Bernuansa Syari'at Islam itu Amanah dari Allah dan RasulNya, serta Amanah UUD-1945

Firman Allah SWT:

-- TSM J'ALNK 'ALY SYRY'AT MN ALAMR FATB'AHA WLA TTB'A AHWA^ ALDZYN LA Y'ALMWN (S. ALJATSYT, 45:18), dibaca:
-- tsumma ja'alna-ka 'ala- syari-'atim minal amri fattabi'ha- wala- tattabi' ahwa-al ladzi-na la- ya'lamu-n (s. alja-tsiyah), artinya:
-- Kemudian Kami jadikan engkau (hai Muhammad) atas syari'at di antara urusan, maka ikutilah syari'at itu dan janganlah engkau turut hawa-nafsu orang-orang yang tidak berilmu.

Siapakah itu yang termasuk dalam kategori: orang-orang berhawa-nafsu yang tidak berilmu dalam ayat (45:18) di atas itu. Mereka antara lain Dawam Raharjo, tatkala menjadi narasumber dalam dialog Forum Freedom, ia didorong oleh hawa-nafsunya mengatakan tidak ada bukti di dunia ini Syari'at Islam bisa menyelesaikan berbagai permasalahan sebuah bangsa. Betul-betul Dawam Raharjo itu irasional, karena menaruh otaknya di dengkul, sehingga tidak mampu melihat Negara Islam Madinah pada zaman RasuluLlah SAW dan zaman Khilafah Islamiyah yang dikhalifai oleh ke-4 Al-Khulafaur-Rasyidun.(*)

Mereka itu antara lain pula 56 anggota DPR, yang sama irasionalnya dengan Dawan Raharjo. Ke-56 anggota DPR itu memperturutkan hawa nafsunya, fanatik dan impulsif, belum membaca isi Perda-Perda itu sudah mendesak Pemerintah mencabut Perda-Perda bernuansa Syari'at Islam dengan alasan inkonstitusional. Pada 5 Juli ybl., generasi "urang gaek" mendesak Presiden RI supaya memaklumkan dekrit kembali ke UUD-1945 yang murni, artinya tanpa amandemen-amandemen. Sampai sekarang ke-56 anggota DPR itu tidak "menyanyi", sedikitpun tidak mengeluarkan bunyi apa-apa. Padahal apa yang didesakkan oleh "generasi gaek" itu adalah nyata-nyata inkonstitusional. Tidak ada dimuat dalam UUD-1945, bahwa Persiden mempunyai wewenang bikin dekrit untuk menghapus amandemen-amandemen yang dibuat MPR seperti yang diamanatkan oleh reformasi. Sikap diskriminatif ke-56 anggota DPR itu membuktikan bahwa mereka betul-betul berpenyakit Islam phobia, sejenis hanya berbeda secara gradual dengan Marco Materazzi yang mencerca Zainuddin Jazid Zaidan (Zinedine Zizou Zidane) yang orang Islam keturunan Aljazair dengan kata-kata yang menyakitkan: "voi gli enculato di musulmani, sporchi terroristici", yang terjemahan bebasnya "orang Islam anak pelacur teroris yang kotor."

Mereka itu tak terkecuali termasuk dalam kebanyakan dari kalangan LSM Perempuan dan kelompok pendukung pluralisme, yang secara bernafsu berpendapat bahwa apapun jenis keputusan yang dikeluarkan pemerintahan daerah yang bersyariatkan Islam, bertentangan dengan UUD-1945, menggugat Perda-Perda yang bernuansa Syari'at Islam itu dengan alasan bahwa urusan agama adalah merupakan kewenangan Pemerintah Pusat, bukan Pemerintah Provinsi ataupun Pemerintah Kabupaten/Kota (UU No. 32/2004).

Masalah keagamaan memang betul termasuk satu dari enam hal yang diserahkan kepada pusat sesuai UU Nomor 32/2004. Namun itu tidak ada kaitannya dengan pembuatan Perda-Perda bernuansa syariah yang isinya mengatur kepentingan masyarakat setempat, demikian menurut Nazaruddin Umar, Dirjen Bimas Islam Depag itu kepada Republika, kemudian menambahkan: "Masalah agama yang diserahkan ke pusat antara lain jika muncul aliran sesat di suatu daerah. Selain itu masalah Kantor Urusan Agama (KUA) atau pelaksanaan dari UU Perkawinan (Nomor 1/1974, red). Semua itu diserahkan ke pusat."

***

Kembali pada "urang gaek" yang mendesak Presiden RI supaya memaklumkan dekrit kembali ke UUD-1945 yang murni. Para "urang gaek" itu bercermin pada apa yang telah dilakukan oleh Presiden Soekarno yang mengeluarkan dekrit kembali pada UUD-1945 pada 5 Juli 1959 yang dikenal dalam sejarah berupa ungkapan Dekrit 5 Juli. Itu situasinya berbeda, sebab pada waktu itu Negara Kesatuan Republik Indonesia ber-UUD-kan Undang-Undang Dasar Sementara. Ingat ada "Semenatara"-nya belum permanen.

Dari mana pula asal-muasal "Sementara" itu. Begini ceritanya. Belanda dalam bidang politik berhasil membujuk timbulnya negara-negara yang terpisah dari Republik Indonesia yang berUUD-1945. Berjenis negara-negara itu misalnya a.l. di p. Sumatera ada Negara Sumatera Timur, di p. Jawa ada Negara Pasundan, di p. Kalimantan ada Negara Kalimantan Barat, di kepulauan sebelah timur ada Negara Indonesia Timur. Memang Belanda pintar berpolitik, yaitu setelah timbul negara-negara itu baru Belanda bersedia memberikan kedaulatan kepada Indonesia berupa Republik Indonesia Serikat (RIS), dimana RI yang hanya sebatas Yogyakarta dan Aceh yang berUUD-1945 ikut bergabung dalam RIS bersama-sama dengan yang lain-lain yang antaranya disebutkan di atas itu. Jadi pada waktu itu UUD-1945 merupakan sub-sistem dari Konstitusi RIS.

Namun di seluruh Indonesia rakyat bergolak menuntut negara kesatuan. Secara prinsip akhirnya desakan rakyat yang bergolak itu dapat diterima oleh pemerintah RIS. Namun secara teknis, ada masalah psikologis, masalah PD. Negara-negara bagian dalam RIS itu tidak mau melebur masuk RI yang berUUD-1945. Untung tidak terjadi deadlock. Atas usul Masyumi yang diketuai Muhammad Natsir akhirnya disepakati masing-masing melebur diri dalam NKRI, tidak pakai UUD-1945, tidak pakai Konstitusi RIS melainkan UUDSementara, di mana Perdana Menteri yang pertama dari NKRI hasil peleburan itu adalah Muhammad Natsir. Demikian ceritanya itu kata "Sementara". UUDS itu mengamanatkan pembentukan Konstitusi permanen oleh badan Konstituante melalui Pemilu. Setelah sekitar 3 tahun Konstituante belum berhasil menelurkan UUD permanen, Presiden Soekarno yang kurang sabaran menganggap itu terlalu lama sehingga dia mengeluarkan Dekrit 5 Juli tsb.

Tap MPRS No.XX/MPRS/1966, yang telah dikukuhkan oleh Tap MPR No.V/MPR/1973, telah menetapkan Dekrit 5 Juli 1959 sebagai sumber hukum, di samping sumber hukum yang lain yaitu Proklamasi 17 Agustus 1945. Dekrit 5 Juli 1959 tersebut menyatakan Piagam Jakarta menjiwai UUD-1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan UUD-1945.

Piagam Jakarta kini sudah dilupakan orang. Kewajiban Menjalankan Syari'at Islam bagi Pemeluk-Pemeluknya menurut alinea ke-4 Piagam Jakarta sengaja dilupakan orang. Padahal Dekrit 5 Juli 1959 tersebut menyatakan Piagam Jakarta menjiwai UUD-1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan UUD-1945. Saya ulangi Piagam Jakarta merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan UUD-1945. Tap MPRS No.XX/MPRS/1966, yang telah dikukuhkan oleh Tap MPR No.V/MPR/1973, telah menetapkan Dekrit 5 Juli 1959 sebagai sumber hukum. Apa artinya itu? Perda-Perda Bernuansa Syari'at Islam itu juga adalah Amanah UUD-1945. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 16 Juli 2006
--------------------------
(*) Al-Khulafaur-Rasyidun = para Khalifah yang cerdas, tidak sama artinya dengan susunan mudhaf wa mudhaf ilaih (genitive), Khulafaur-Rasyidin = rakyat cerdas punya para khalifah. Khalifah Umar memakai gelar Amirul-Mu'minin = para Mu'min punya Amir.