6 Desember 1992

058. Faktubuwhu,......walyaktub; Tuliskanlah,...... dan tuliskanlah

Salah satu program Kanwil Depag Sulawesi Selatan ialah akan menyelesaikan sertifikat semua tanah wakaf masjid-masjid, dan isnya Allah diharapkan selesai selambat-lambatnya 31 Maret 1993. Gubernur Sulawesi Selatan yang baru-baru ini memimpin rapat Bazis di gubernuran, sebagai Ketua Bazis Sulawesi Selatan menyatakan, bahwa masalah tanah adalah masalah yang rawan. Dan minta supaya dana Bazis dialokasikan dalam pengertian diprioritaskan bagi penyelesaian sertifikat semua tanah wakaf tersebut. Mengapa hal ini sampai terjadi, yaitu tanah wakaf tanpa sertifikat, oleh karena penghibaan tanah wakaf itu oleh yang menghibakan dilakukan secara lisan. Dan dalam Konsultasi Hukum Harian Fajar hari Ahad yang lalu juga dibahas oleh pengasuh kolom tersebut tentang pemberian tanah yang secara lisan itu, sehingga anak dari yang diberi tanah secara tak tertulis itu, sekarang mengalami kesulitan karena anak pemberi tanah itu tidak mau mengerti bahwa tanah itu telah diberikan atau dihibakan oleh ayahnya.

Kehidupan beragama di kalangan ummat Islam di Indonesia ini sejak berkembangnya ajaran Islam ini, kelihatannya boleh dikatakan tidaklah mengecewakan. Bahkan sampai sekarang ini. Kita dapat menunjukkan indikator, seperti berkembangnya majelis-majelis ta'lim, penuhnya mesjid-mesjid pada hari Jum'at, bahkan melimpahnya mesjid-mesjid pada malam bulan Ramadhan oleh jama'ah tarwih. Hanya saja ada yang perlu disimak lebih jauh. Tidak pula dapat disangkal bahwa kehidupan beragama itu hanyalah yang menyangkut 'ubudiyaat saja, seperti shalat, puasa, zakat dan naik haji. Bagaimana dengan kehidupan beragama dalam lingkup mu'amalaat? Yah, belumlah seintensif yang 'ubudiyaat, kalau tidak boleh dikatakan bahwa kehidupan bermu'amalah itu masih mengecewakan. Apa indikatornya? Itu antara lain dalam pembukaan tulisan ini, penyerahan, penghibaan yang lisan. Adalah yang menjadi kenyataan bahwa perintah-perintah Allah dalam Al Quran yang menyangkut kehdupan bermasyarakat dan bernegara kurang diperhatikan oleh ummat Islam. Cobalah dengarkan perintah Allah dalam FirmanNya ini:

Nun, walQalami, wa Maa Yasthuruwn (S. Al Qalam 1), Nun, perhatikanlah pena dan apa yang mereka tuliskan. (68:1). Dan selanjutnya dengarkanlah pula: Ya-ayyuha Lladziyna A-manuw Idzaa Tadaayantum biDaynin ila- Ajalin Musamman Haktubuwhu, Walyaktub Baynakum Ka-tibun Bil'adli (S. Al Baqarah, 282), dan apabila kamu membuat perjanjian perikatan, hutang piutang, tuliskanlah, dan mestilah seorang notaris di antara kamu menuliskannya dengan adil (2:282). Dalam ayat (2:282) dua kali Allah memerintahkan menulis, faktubuwhu, ini fi'il amr, kata kerja perintah, imperatif, dan walyaktub, ini juga perintah, yaitu memakai lam al amr, lam yang menyatakan perintah. Jadi Allah memerintahkan menulis perjanjian perikatan, dan Allah memerintahkan pula perjanjian itu harus dituliskan oleh seorang notaris dengan adil. Namun seperti kta lihat di atas itu banyak sekali, kalau tidak boleh dikatakan semuanya tanah-tanah wakaf itu dihibakan secara lisan, tidak faktubuwhu dan tidak walyaktub.

Mengapa perintah Allah yang mu'amalaat kurang begitu diperhatikan oleh ummat Islam ketimbang dengan yang 'ubudiyaat? Apa latar belakangnya? Suatu salah kiprah tentang pemahaman bahwa kehidupan beragama itu adalah urusan antara seorang pribadi dengan Tuhannya. Sesungguhnya yang menjadi urusan pribadi antara seorang hamba dengan Allah ialah niat dalam mengerjakan sesuatu. Inna ma l-a'malu bi niyyat, sesungguhnya amal itu dengan niat, sabda Rasulullah SAW. Ajaran Islam adalah konsepsional, pedoman hidup apakah yang 'ubudiyaat, ritual, ataupun yang mu'amalaat, kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Namun melaksanakan perintah Allah baik yang ritual, maupun yang kehidupan bermasyarakat dan bernegara, hanya Allah dan hamba itu sendiri yang tahu niatnya. Sebab niat itu perkara batin. Apakah mengerjakan apa yang dikerjakan itu dengan ikhlas karena Allah, ataukah demi penampilan karena (ingin dipuji oleh) manusia. Hanya Allah dan hamba itu yang tahu. Nah, urusan antara hamba dengan Allah dalam konteks niat inilah, apakah ikhlash atau riya (demi manusia, demi kepentingan politik kekuasaan yang bukan karena Allah).

Jadi sekali lagi, bahwa ajaran Islam itu kosepsional, baik yang menyangkut 'ubudiyaat, ritual, maupun yang mu'amalaat, kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Adapun pelaksanaan ajaran itu apakah ikhlas karena Allah, ataukah penampilan karena untuk manusia, itu rahasia. Hanya hamba itu dan Allah yang mengetahuinya. Dan itulah yang disebut dengan itu urusan antara hamba dengan Rabbnya. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 6 Desember 1992