13 Desember 1992

059. Mizan

Salah satu gaya spesifik Al Quran yaitu mengambil ibarat keadaan yang abstrak dan kejiwaan, katakanlah perangkat halus, dengan memberikan ilustrasi keadaan alam, katakanlah perangkat kasar. Barangkali masih ingat dalam Seri Wahyu dan Akal - Iman dan Ilmu ini, keadaan yang abstrak yaitu tentang hal amal sedekah atas dasar penampilan, hilang pupus ibarat hujan yang mengguyur lereng bukit, mengikis lapisan tanah hingga timbul batu karang licin, yaitu erosi. Atau keadaan kejiwaan Al Walid ibn Mughirah yang dalam keadaan stress oleh kebimbangan, digambarkan oleh Al Quran dalam S. Al Muddatstsir ibarat orang mendaki gunung tersengal-sengal keletihan. Seperti diketahui menurut ilmu pengetahuan sekarang ini, tersengal-sengal karena mendaki gunung itu disebabkan oleh karena banyaknya energi yang keluar dan makin tinggi di atas permukaan bumi oksigen kian menipis.

Maka demikianlah kali ini akan dikemukakan tentang mizan, yaitu mengenai apa saja yang imbang. Dapat bermakna keseimbangan alam, dapat pula bermakna keseimbangan kejiwaan, dapat juga bermakna keseimbangan penilaian, bahkan dapat bermakna suatu alat dalam keadaan keseimbangan yang disebut dengan timbangan. Kesemuanya ini ada dalam S. Ar Rahman.

Allah SWT mulai menunjuk kepada keseimbangan makrokosmos. Wassama-a rafa'ahaa wa wadha'a lmiyzaan, artinya: Dan langit itu ditinggikan dan dijadikan dalam keadaan seimbang. (ayat 7) Allah menciptakan mizan, keseimbangan di makrokosmos. Adapun keseimbangan di makrokosmos itu sifatnya adalah keseimbangan yang dinamis. Allah sebagai Ar Rabb, Maha Pengatur, mengatur makrokosmos melalui gravitasi. Apapun penafsiran para pakar tentang gravitasi, apakah itu suatu medan gaya, menurut penafsiran Newton, atau apakah itu suatu garis geodesik menurut penafsiran Eintein, maka melalui gravitasilah Allah SWT mengatur gerak makrokosmos yang dalam keseimbangan dinamis. Matahari bersama-sama dengan jutaan bintang, atau najm (un) tunggal, nujuwm(un) jama', menurut bahasa Al Quran, dan gas interstellair, yang dalam istilah Al Quran disebut dukhan, mengedari pusat Milky Way dalam keseimbangan dinamis. Atau dalam ruang lingkup yang lebih kecil, tata-surya, planet-planet, yang dalam bahasa Al Quran disebut dengan kaukab(un) kawaakib(un) jama', mengelilingi pusat tata-surya yaitu matahari, juga dalam keadaan mizan, keseimbangan yang dinamis itu.

Dan bagaimana dengan dalam ruang lingkup yang lebih kecil, yaitu di bumi kita ini? Wa l.ardha wadha'ahaa lil.anaam, dan di bumi dijadikan padanya (keseimbangan) bagi makhluk hidup (ayat 10). Di dalam ilmu teknik dikenal sebuah istilah yang disebut dengan kibernetika, yang dalam bahasa Inggeris cybernetics, yang dipinjam dari bahasa Yunani kubernetes. Kibernetika berhubungan dengan suatu sistem yang secara dinamis selalu dalam keadaan mizan dengan perubahan keadaan lingkungannya. Jika keadaan lingkungan berubah maka sistem itu dapat mengubah keadaan dirinya pula. Semua makhluk hidup ciptaan Allah SWT di alam ini adalah sistem-sistem kibernetika. Ambillah contoh misalnya manusia. Apa yang terjadi apabila kita manusia ini berada dalam lingkungan yang panas, yang tinggi suhunya? Allah SWT menciptakan manusia dengan perlengkapan antara lain kulit sebagai pengindera. Informsi naiknya suhu lingkungan yang diindera oleh kulit diteruskan oleh saraf perasa ke otak sebagai pusat kontrol. Kemudian otak mengolah informasi dan hasil pengolahan data itu diteruskan oleh saraf ke kelenjar peluh. Setelah kelenjar peluh menerima perintah otak untuk bekerja, maka bekerjalah ia berproduksi peluh. Banyaknya peluh yang harus dikeluarkan oleh kelenjar peluh sesuai dengan kebutuhan, menurut hasil olah data oleh otak tadi. Artinya dalam otak terjadi proses matematik menghitung berapa banyak air peluh yang harus menguap untuk menurunkan suhu badan dalam keadaan normal, 37 derajat Celcius. Seperti diketahui untuk menguap perlu panas. Air peluh yang menguap membutuhkan panas dan panas di ambil dari tubuh. Dan otaklah yang menghitung berapa banyak air peluh yang dibutuhkan itu. Lama kelamaan tubuh manusia akan kekurangan air karena penguapan air peluh itu. Maka kita merasa haus, lalu kita minum air, lalu tercapailah pula keadaan mizan menyangkut kuantitas air dalam tubuh kita. Demikianlah contoh makhluk dengan sistem kibernetika itu bagaimana membentuk keadaan mizan dengan dinamika lingkungannya, yang biasa kita kenal pula dengan istilah ekosistem.

Di dalam ilmu teknik tidak kurang hal yang ditiru dari proses kehidupan manusia dan binatang. Pasal tiru-meniru ini dalam keteknikan ini disebut dengan bionika. Dan yang khusus meniru sistem kibernetika makhluk ciptaan Allah, dikaji dalam Teknik Mengatur. Misalnya di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Rumah Daya (Power House) di PLTU merupakan sistem kibernetika. Artinya Rumah Daya itu dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan beban yang dipakai oleh pelanggan listrik. Apabila terjadi perubahan beban, katakanlah beban bertambah, maka kenaikan beban ini menyebabkan kecepatan putaran turbin akan menurun. Elemen pengindera dari sistim kontrol serta merta mengindera perubahan kecepatan ini. Dan informasi perubahan ini diteruskan ke elemen penghitung yang serta merta menghitung berapa besarnya lubang katup pengatur akan dibuka, guna menambah uap masuk turbin. Informasi ini lalu selanjutnya diteruskan ke elemen daya (power element) untuk membuka katup sesuai dengan perhitungan elemen penghitung tadi. Dan uap akan masuk turbin secukupnya untuk menaikkan kembali kecepatan berputar poros turbin. Yaitu kembali ke kecepatan berputar semula. Jadi apapun perubahan pemakaian beban, poros turbin akan tetap kecepatan berputarnya. Yaitu seperti manusia dengan lingkungannya di atas itu. Apapun perubahan suhu lingkungan, tubuh kita akan tetap suhunya sekitar 37 derajat Celcius. Itu kalau sistem kontrol tubuh kita berfungsi dengan baik, artinya kalau kita sehat wal afiat adanya.

Di PLTU di samping Rumah Daya ada pula yang disebut dengan Rumah Ketel (Boiler House). Jika terus-terusan Rumah Ketel mengeluarkan uap, maka ketel itu juga akan merasa haus, lalu juga minum air. Artinya ada alat sensor persediaan air dalam ketel. Begitu air dalam ketel sampai kepada level tertentu mekanisme sensor mengirim informasi ke alat penggerak pompa pengisi air ketel, yang serta merta bekerja mengisi ketel dengan air secukupnya, seperti kita minum air karena merasa haus.

Itu semua adalah ilustrasi, yang tujuannya adalah sebuah ibarat tentang keseimbangan kejiwaan, keseimbangan perihal kehidupan manusia, keseimbangan dalam penilaian yang disebut keadilan, termasuk di dalamnya membuat keadaan seimbang dalam melakukan pekerjaan menimbang. Allaa tathgaw fi lmiyzaan. Wa aqiymu lwazna bi lqisthi wa laa tuhsiru lmiyzaan, supaya tidak terjadi ketidak tertiban dalam menimbang. Dan tegakkanlah keseimbangan dengan adil (yang terbit dari nurani kamu) dan janganlah kurangi timbangan (waktu menjual). (ayat 8 dan 9). WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 13 Desember 1992